REI Sulsel targetkan transaksi Rp1,5 T
A
A
A
Sindonews.com - Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) Sulawesi Selatan (Sulsel) optimis mampu membukukan transaksi penjualan properti tahun ini sebesar Rp1,5 triliun. Angka ini naik 30 persen dibanding 2013 sebesar Rp1 triliun.
Sekretaris DPD REI Sulsel, Arief Mone mengungkapkan, pihaknya tidak ingin terlalu muluk dalam memberikan target. Sebab pengetatan Loan to Value (LTV) dan ketentuan kredit indent membuat banyak pengembang tak bisa bergerak leluasa.
"Dua kebijakan ini yang sangat berpengaruh. Makanya pada 2013 ada sekitar 30 persen dari 360 pengembang yang tercatat sebagai anggota REI yang untuk sementara menghentikan aktivitas pembangunan," ungkapnya kepada Koran Sindo, Rabu (15/1/2014).
Meski demikian, dia meyakini bawha pelemahan finansial tersebut tidak akan berlangsung lama. Jiwa petarung dan semangat bisnis yang dimiliki anggota REI diyakini sebagai modal kuat untuk kembali bangkit.
Menurutnya, pembangunan tahun ini akan lebih banyak ke sektor rumah subsidi melalui skema pembiayaan melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Pembangunan rumah jenis ini yang ditargetkan 10 ribu unit dengan harga jual Rp105 juta atau mengalami kenaikan Rp16 juta dibanding harga jual 2012.
"SK kenaikan rumah bersubsidi sudah sampai kepada kami. Tinggal menunggu Permen (peraturan menteri) nya saja. Untuk pembanguna rumah bersubsidi ini akan dipusatkan di Maros dan Gowa," ujarnya.
Sementara, untuk segmen menengah ke atas akan dibangun 5.000 unit. Klaster terbanyak pada segmen menengah dengan harga jual antara Rp150 juta sampai Rp300 juta. Di segmen ini kenaikan harga rumah hanya dikisaran lima persen.
"Kami juga tidak bisa menjual lebih mahal lagi. Jangan sampai kemampuan beli masyarakat tidak akan sampai, kan tidak laku. Untuk rencana pembangunan akan terpusat di beberapa daerah pengembangan seperti Barombong, Samata, Daya dan sekitarnya," jelas Arief.
Sekretaris DPD REI Sulsel, Arief Mone mengungkapkan, pihaknya tidak ingin terlalu muluk dalam memberikan target. Sebab pengetatan Loan to Value (LTV) dan ketentuan kredit indent membuat banyak pengembang tak bisa bergerak leluasa.
"Dua kebijakan ini yang sangat berpengaruh. Makanya pada 2013 ada sekitar 30 persen dari 360 pengembang yang tercatat sebagai anggota REI yang untuk sementara menghentikan aktivitas pembangunan," ungkapnya kepada Koran Sindo, Rabu (15/1/2014).
Meski demikian, dia meyakini bawha pelemahan finansial tersebut tidak akan berlangsung lama. Jiwa petarung dan semangat bisnis yang dimiliki anggota REI diyakini sebagai modal kuat untuk kembali bangkit.
Menurutnya, pembangunan tahun ini akan lebih banyak ke sektor rumah subsidi melalui skema pembiayaan melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Pembangunan rumah jenis ini yang ditargetkan 10 ribu unit dengan harga jual Rp105 juta atau mengalami kenaikan Rp16 juta dibanding harga jual 2012.
"SK kenaikan rumah bersubsidi sudah sampai kepada kami. Tinggal menunggu Permen (peraturan menteri) nya saja. Untuk pembanguna rumah bersubsidi ini akan dipusatkan di Maros dan Gowa," ujarnya.
Sementara, untuk segmen menengah ke atas akan dibangun 5.000 unit. Klaster terbanyak pada segmen menengah dengan harga jual antara Rp150 juta sampai Rp300 juta. Di segmen ini kenaikan harga rumah hanya dikisaran lima persen.
"Kami juga tidak bisa menjual lebih mahal lagi. Jangan sampai kemampuan beli masyarakat tidak akan sampai, kan tidak laku. Untuk rencana pembangunan akan terpusat di beberapa daerah pengembangan seperti Barombong, Samata, Daya dan sekitarnya," jelas Arief.
(izz)