Pemerintah didesak hapus bea masuk busway

Kamis, 16 Januari 2014 - 16:57 WIB
Pemerintah didesak hapus bea masuk busway
Pemerintah didesak hapus bea masuk busway
A A A
Sindonews.com - Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mendesak pemerintah menghapuskan bea masuk bagi impor Bus Rapid Transit (BRT) atau busway ke sejumlah daerah di Indonesia.

Menurut dia, meski pemerintah sudah membebaskan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) menjadi 0 persen, namun tarif bea masuk sebesar 40 persen. Padahal, penggunaan busway dinilai menjadi salah satu pemecahan masalah kemacetan di sejumlah daerah di Indonesia.

“Karena pengadaan busway belum bisa dipenuhi oleh industri bus dalam negeri, jadi kami mendesak pemerintah untuk merealisasikan pembebasan bea masuk atau 0 persen bagi pengadaan busway di seluruh Indonesia,” kata dia di Jakarta, Kamis (16/1/2014).

Harry mengatakan, pemerintah harus memberikan keringanan pajak untuk transportasi publik. Pemerintah juga diminta tegas dalam keberpihakan untuk transportasi publik sebab selain membangun kelompok masyarakat menengah ke bawah, sekaligus mengurangi potensi kemacetan.

Saat ini, tercatat enam kota besar yang akan membangun proyek busway sebagai transportasi massal, yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Medan dan Makassar. Karena itu, menurut dia, penggunaan busway yang dikelola TransJakarta dapat menjadi pilot project transportasi massal bagi sejumlah daerah di Indonesia.

Apalagi, dia menambahkan, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp384 miliar untuk pembangunan busway dan sejumlah sarana penunjang lain. Dia berpendapat, jika pemerintah tetap mengenakan tarif bea masuk 40 persen, maka daerah akan sulit untuk membangun dan mengembangkan busway sebagai moda transportasi massal.

Terkait pendanaan untuk pengadaan busway, Harry menyarankan, pemerintah pusat juga dapat melakukan realokasi dana dari Sisa Anggaran Lebih (SAL) setiap tahunnya sekitar Rp1-2 triliun.

Menurut dia, dana itu dapat membeli sekitar 4.000 busway, yang kemudian ditempatkan pada daerah-daerah prioritas dengan tingkat kemacetan tinggi. Dari total busway itu, pemerintah dapat mendorong daerah untuk memberikan skema subsidi dan nonsubsidi kepada pengguna busway tersebut.

Misalnya, dia mencontohkan, pemerintah menetapkan sebanyak 2.000 busway berbayar khusus untuk karyawan dan 2.000 busway lainnya gratis khusus untuk pelajar dan mahasiswa, sehingga tercipta subsidi silang dan masyarakat dapat menikmati fasilitas memadai yang dimiliki busway.

Sementara sebagai imbalannya kepada pemerintah, masyarakat beralih menggunakan moda transportasi massal tersebut, sehingga kemacetan dipastikan teratasi secara signifikan.

“Realokasi SAL seperti ini, kami pastikan sangat berdampak besar bagi masyarakat. Daripada dipergunakan hanya untuk kegiatan konsumtif, maka akan sangat berdampak jika SAL bisa diinvestasikan dalam bentuk belanja barang bagi kebutuhan publik,” tutur Harry.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3682 seconds (0.1#10.140)