Arun LNG diminta segera dijadikan terminal gas
A
A
A
Sindonews.com - Tim Pemantau Otonomi Khusus Aceh dan Papua meminta, PT Arun LNG segera menuntaskan berbagai pembangunan persiapannya untuk pengalihan kilang itu sebagai terminal gas. Hal itu menyusul akan berakhirnya operasi Arun pada 2014.
"Kami minta PT Arun untuk segera menyelesaikan pembangunan kilang gas," kata Ketua Tim Pemantau Otonomi Khusus Aceh-Papua, Priyo Budi Santoso dalam pertemuannya dengan Mupida dan unsur BUMN di Pendopo Gubernur Aceh, Kamis (23/1/2014).
Pembangunan yang dimaksud, antara lain pipa transmisi gas dari Sumatera Utara ke Arun. Pengalihan Arun menjadi terminas gas berada di bawah pengelolaan PT Pertamina (Persero).
Menurutnya, terminal gas Arun diharapkan mampu menyalurkan kebutuhan gas untuk Aceh, Sumatera Utara dan sebagian Pulau Sumatera, serta bisa menghidupkan lagi perusahaan-perusahaan yang selama ini sulit beroperasi karena terbatasnya pasokan gas. "Seperti PT PIM," katanya.
Priyo menambahkan, pihaknya akan duduk bersama dengan direksi PT Arun untuk membahas persoalan ini. Dia mengklaim bahwa pengalihan Arun hingga disetujui menjadi terminal gas, merupakan keberhasilan tim pemantauan otsus dalam mendesak presiden agar membatalkan pembangunan terminal gas di Sumatera Utara kemudian mengalihkannya ke kilang Arun, agar peninggalan perusahaan vita itu tak terbengkalai.
Beroperasinya terminal gas Arun, harap Priyo, bisa membangkitkan perekonomian Aceh. Menurutnya Aceh sejak 2008 sudah mendapat kucuran dana Rp26,9 triliun dana otonomi khusus, yang seharusnya bisa meningkatkan ekonomi provinsi itu. "Dana itu harus digunakan untuk pembangunan infrasruktur, pendidikan, kesehatan," sebutnya.
Sementara Gubernur Aceh, Zaini Abdullah mengatakan sejak Undang-Undang Pemerintah Aceh disahkan pada 2006, pembangunan dan pelayanan publik di provinsi itu relatif lebih baik. Namun ada beberapa pelimpahan kewenangan yang selama ini belum dituntaskan oleh pusat.
Di antaranya masih ada enam Peraturan Pemerintah dan satu Peraturan Presiden sebagai turunan dari UU Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, belum dikeluarkan. Menanggapi hal itu, Priyo menegaskan pihaknya akan terus mendorong Pemerintah Pusat untuk menuntaskan persoalan ini. Di samping itu, dia meminta Pemprov Aceh agar memanfaatkan dengan baik kewenangan yang sudah diberikan pusat untuk pembangunan lebih baik.
"Kami minta PT Arun untuk segera menyelesaikan pembangunan kilang gas," kata Ketua Tim Pemantau Otonomi Khusus Aceh-Papua, Priyo Budi Santoso dalam pertemuannya dengan Mupida dan unsur BUMN di Pendopo Gubernur Aceh, Kamis (23/1/2014).
Pembangunan yang dimaksud, antara lain pipa transmisi gas dari Sumatera Utara ke Arun. Pengalihan Arun menjadi terminas gas berada di bawah pengelolaan PT Pertamina (Persero).
Menurutnya, terminal gas Arun diharapkan mampu menyalurkan kebutuhan gas untuk Aceh, Sumatera Utara dan sebagian Pulau Sumatera, serta bisa menghidupkan lagi perusahaan-perusahaan yang selama ini sulit beroperasi karena terbatasnya pasokan gas. "Seperti PT PIM," katanya.
Priyo menambahkan, pihaknya akan duduk bersama dengan direksi PT Arun untuk membahas persoalan ini. Dia mengklaim bahwa pengalihan Arun hingga disetujui menjadi terminal gas, merupakan keberhasilan tim pemantauan otsus dalam mendesak presiden agar membatalkan pembangunan terminal gas di Sumatera Utara kemudian mengalihkannya ke kilang Arun, agar peninggalan perusahaan vita itu tak terbengkalai.
Beroperasinya terminal gas Arun, harap Priyo, bisa membangkitkan perekonomian Aceh. Menurutnya Aceh sejak 2008 sudah mendapat kucuran dana Rp26,9 triliun dana otonomi khusus, yang seharusnya bisa meningkatkan ekonomi provinsi itu. "Dana itu harus digunakan untuk pembangunan infrasruktur, pendidikan, kesehatan," sebutnya.
Sementara Gubernur Aceh, Zaini Abdullah mengatakan sejak Undang-Undang Pemerintah Aceh disahkan pada 2006, pembangunan dan pelayanan publik di provinsi itu relatif lebih baik. Namun ada beberapa pelimpahan kewenangan yang selama ini belum dituntaskan oleh pusat.
Di antaranya masih ada enam Peraturan Pemerintah dan satu Peraturan Presiden sebagai turunan dari UU Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, belum dikeluarkan. Menanggapi hal itu, Priyo menegaskan pihaknya akan terus mendorong Pemerintah Pusat untuk menuntaskan persoalan ini. Di samping itu, dia meminta Pemprov Aceh agar memanfaatkan dengan baik kewenangan yang sudah diberikan pusat untuk pembangunan lebih baik.
(gpr)