Banjir sebabkan produksi beras nasional terganggu
A
A
A
Sindonews.com - Banjir di Karawang, Jawa Barat yang melanda 28 kecamatan menyebabkan 9. 698 hektar areal pertanian terendam. Sementara secara nasional dari 60.614 hektar luas lahan pertanian, diperkirakan 15.761 hektar lahan persemaian rusak akibat banjir. Padahal, rencana tanam pada 2014 seluas 97 ribu hektar.
Menanggapi hal tersebut, mantan Menteri Pertanian era BJ Habibie, Soleh Solahuddin mengatakan, banjir tahun ini termasuk yang terbesar melanda Jawa Barat. Kerugian ekonomis mencapai ratusan miliar rupiah. Banjir yang melanda Jawa Barat, menurut Soleh, akan besar pengaruhnya terhadap produksi beras nasional. Sebab, daerah-daerah yang dilanda banjir merupakan sentra pertanian andalan. Salah satunya Kabupaten Karawang.
"Dampak banjir di sentra produksi beras, seperti Karawang pasti akan berdampak pada produksi beras nasional. Makin jauh kita dari target swasembada jika ini tidak ditangani dengan baik dan terencana," ujarnya, Sabtu (1/2/2014).
Menurut Soleh, untuk menutupi kurangnya ketersediaan beras dalam negeri, selama ini pemerintah selalu mengandalkan impor. Padahal, produktivitas pertanian nasional masih memiliki potensi yang sangat besar untuk ditingkatkan.
"Kalau kondisinya begini, beras impor pasti akan masuk, legal maupun ilegal. Impor beras memang belum bisa dihentikan seketika, karena kebutuhan kita besar. Tetapi aturan dan pelaksanaannya mesti lebih ketat dan terpantau. Kemendag, misalnya, jangan sampai mendatangkan beras premium yang hanya boleh diimpor oleh Bulog," ungkap Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.
Soleh menjelaskan, harus dilakukan penanganan serius pasca banjir. Misalnya, dengan perbaikan sistem irigasi mengingat banyak terjadi pendangkalan di saluran-saluran pengairan. Selain fungsinya sebagai penyokong industri pertanian, saluran-saluran ini juga bisa difungsikan sebagai pengendali air saat musim hujan tiba untuk mencegah terulangnya bencana yang sama di kemudian hari.
"Berikutnya, produksi dapat ditingkatkan dengan optimalisasi faktor-faktor produksi, baik pada skala intensifikasi maupun ekstensifikasi. Pemerintah bisa membantu dengan subsidi pupuk, bibit, dan lainnya yang harus dijamin tepat waktu, tepat jumlah, tepat kualitas, tepat mencapai petani, dan tepat metode," tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, mantan Menteri Pertanian era BJ Habibie, Soleh Solahuddin mengatakan, banjir tahun ini termasuk yang terbesar melanda Jawa Barat. Kerugian ekonomis mencapai ratusan miliar rupiah. Banjir yang melanda Jawa Barat, menurut Soleh, akan besar pengaruhnya terhadap produksi beras nasional. Sebab, daerah-daerah yang dilanda banjir merupakan sentra pertanian andalan. Salah satunya Kabupaten Karawang.
"Dampak banjir di sentra produksi beras, seperti Karawang pasti akan berdampak pada produksi beras nasional. Makin jauh kita dari target swasembada jika ini tidak ditangani dengan baik dan terencana," ujarnya, Sabtu (1/2/2014).
Menurut Soleh, untuk menutupi kurangnya ketersediaan beras dalam negeri, selama ini pemerintah selalu mengandalkan impor. Padahal, produktivitas pertanian nasional masih memiliki potensi yang sangat besar untuk ditingkatkan.
"Kalau kondisinya begini, beras impor pasti akan masuk, legal maupun ilegal. Impor beras memang belum bisa dihentikan seketika, karena kebutuhan kita besar. Tetapi aturan dan pelaksanaannya mesti lebih ketat dan terpantau. Kemendag, misalnya, jangan sampai mendatangkan beras premium yang hanya boleh diimpor oleh Bulog," ungkap Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.
Soleh menjelaskan, harus dilakukan penanganan serius pasca banjir. Misalnya, dengan perbaikan sistem irigasi mengingat banyak terjadi pendangkalan di saluran-saluran pengairan. Selain fungsinya sebagai penyokong industri pertanian, saluran-saluran ini juga bisa difungsikan sebagai pengendali air saat musim hujan tiba untuk mencegah terulangnya bencana yang sama di kemudian hari.
"Berikutnya, produksi dapat ditingkatkan dengan optimalisasi faktor-faktor produksi, baik pada skala intensifikasi maupun ekstensifikasi. Pemerintah bisa membantu dengan subsidi pupuk, bibit, dan lainnya yang harus dijamin tepat waktu, tepat jumlah, tepat kualitas, tepat mencapai petani, dan tepat metode," tandasnya.
(dmd)