Skema Bermasalah, Denda Beras Impor Bisa Bikin Gaduh Lintas Sektor
loading...
A
A
A
JAKARTA - Demurrage atau denda impor beras menjadi sorotan usai terungkapnya 1.600 kontainer berisi beras tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak yang diungkap Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan persoalan demmurage sebesar Rp294,5 miliar telah menunjukkan skema impor beras bermasalah sehingga berpotensi membuat gaduh lintas sektor politik dan ekonomi.
"Saya bisa bilang ini telah memunculkan di luar kebiasaan pengiriman beras. Jadi bisa dipahami jika ada demurrage sampai Rp294,5 miliar yang nahan ini pasti nanya, prosedurnya gimana," tegas dia, Selasa (13/8/2024).
Dia menegaskan bahwa permasalahan demurrage menunjukkan adanya komunikasi yang buruk antar lembaga dan kementerian. Ia tak menampik apabila ada permainan dalam persoalan ini. "Ini persoalan komunikasi antar lembaga buruk," kata dia.
Siswanto berharap, agar aparat penegak hukum baik KPK, Kejaksaan Agung hingga Mabes Polri dapat membongkar skandal demurrage impor beras yang ditaksir merugikan negara hingga Rp294,5 miliar. "Caranya membongkar gimana, ini lah tugas KPK, Mabes Polri dan Kejaksaan," jelasnya.
Kemenperin sebelumnya mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp294,5 miliar berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya. Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut. Keberadaan 1.600 kontainer berisi beras ilegal itu didapat dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Ribuan kontainer yang tertahan termasuk di dalamnya adalah berisi beras dan belum diketahui aspek legalitasnya.
Sementara, KPK dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) telah melakukan koordinasi guna mendalami data terkait keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal demurrage atau denda beras impor sebesar Rp 294,5 miliar. Pihak KPK telah meminta keterangan dan data terkait keterlibatan Bulog dan Bapanas.
Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan persoalan demmurage sebesar Rp294,5 miliar telah menunjukkan skema impor beras bermasalah sehingga berpotensi membuat gaduh lintas sektor politik dan ekonomi.
"Saya bisa bilang ini telah memunculkan di luar kebiasaan pengiriman beras. Jadi bisa dipahami jika ada demurrage sampai Rp294,5 miliar yang nahan ini pasti nanya, prosedurnya gimana," tegas dia, Selasa (13/8/2024).
Dia menegaskan bahwa permasalahan demurrage menunjukkan adanya komunikasi yang buruk antar lembaga dan kementerian. Ia tak menampik apabila ada permainan dalam persoalan ini. "Ini persoalan komunikasi antar lembaga buruk," kata dia.
Siswanto berharap, agar aparat penegak hukum baik KPK, Kejaksaan Agung hingga Mabes Polri dapat membongkar skandal demurrage impor beras yang ditaksir merugikan negara hingga Rp294,5 miliar. "Caranya membongkar gimana, ini lah tugas KPK, Mabes Polri dan Kejaksaan," jelasnya.
Kemenperin sebelumnya mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp294,5 miliar berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya. Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut. Keberadaan 1.600 kontainer berisi beras ilegal itu didapat dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Ribuan kontainer yang tertahan termasuk di dalamnya adalah berisi beras dan belum diketahui aspek legalitasnya.
Sementara, KPK dan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) telah melakukan koordinasi guna mendalami data terkait keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal demurrage atau denda beras impor sebesar Rp 294,5 miliar. Pihak KPK telah meminta keterangan dan data terkait keterlibatan Bulog dan Bapanas.
(nng)