BPJS Kesehatan diminta perhatikan ODHA
A
A
A
Sindonews.com - Manajemen Badan Penyelenggara Jaminan Sosial bidang Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) menyampaikan pesan kepada rekannya di bidang kesehatan (BPJS Kesehatan) untuk tetap memperhatikan Orang dengan HIV-AIDS (ODHA), sebagai salah satu fokus jaminan kesehatan.
Sebab, saat masih bernama PT Jamsostek (Persero), BPJS Ketenagakerjaan telah memberikan sejumlah manfaat tambahan salah satunya penyediaan manfaat cuma-cuma bagi tenaga kerja yang divonis sebagai ODHA.
Untuk mendanai seluruh manfaat tambahan tersebut BPJS Ketenagakerjaan menyisihkan sebagian besar keuntungannya dari hasil pengembangan dana kelolaan yang dihimpun dari pesertanya.
"Dulu kan kita punya pelayanan itu (pengobatan ODHA) di bawah layanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Tapi sekarang kan sudah dialihkan ke BPJS Kesehatan, jadi kita harap mereka tetap melaksanakan itu. Karena kan prinsip pengalihan itu tidak boleh mengurangi manfaat yang diterima peserta. Jadi, layanan itu (pengobatan ODHA) tetap harus jalan," terang Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan, Ahmad Riyadi di Aston Hotel, Palembang, Jumat (14/2/2014) malam.
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan serta kepuasan pesertanya, PT Jamsostek (Persero) yang saat ini telah bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan sejak 1 Januari 2014 lalu, terus berinovasi dengan memberikan berbagai manfaat tambahan bagi seluruh peserta aktif.
Di mana pada 2007, sesuai instruksi pemerintah, manajemen mengembalikan keuntungan usaha atau dividen milik pemerintah ke tenaga kerja atau peserta dalam bentuk insentif.
Insentif itu oleh manajemen, semula dimasukkan ke dalam saldo jaminan hari tua dengan harapan dapat dinikmati kembali oleh tenaga kerja sebagai peserta.
Namun, seiring berjalannya program tersebut, manajemen kemudian memutuskan untuk tidak lagi memberikan keuntungan tersebut dalam bentuk insentif yang dimasukkan ke dalam saldo Jaminan Hari Tua (JHT). Pasalnya, keuntungan Jamsostek tersebut diperoleh dari program non-JHT. Sehingga, diputuskan tidak boleh diberikan dalam bentuk insentif lagi.
Setelah pembahasan dengan seksama, selanjutnya, dihasilkan keputusan direksi dimana keuntungan tersebut diberikan dalam bentuk manfaat tambahan menghabiskan dana yang merupakan sisa laba tersebut.
Manfaat tambahan itu, antara lain pelatihan K3, pelatihan ahli K3, pemberian alat K3 bagi perusahaan jasa konstruksi, uang pemakaman sebesar Rp2 juta yang dibayarkan di luar jaminan kematian, operasi jantung sampai Rp180 juta, kanker, perawatan kanker sebesar Rp25 juta per 1 tahun, dan cuci darah sebesar Rp600 ribu per satu kali cuci darah sebanyak tiga kali seminggu, termasuk pula perawatan HIV-AIDS hingga sebesar Rp10 juta per orang setahun.
Sebab, saat masih bernama PT Jamsostek (Persero), BPJS Ketenagakerjaan telah memberikan sejumlah manfaat tambahan salah satunya penyediaan manfaat cuma-cuma bagi tenaga kerja yang divonis sebagai ODHA.
Untuk mendanai seluruh manfaat tambahan tersebut BPJS Ketenagakerjaan menyisihkan sebagian besar keuntungannya dari hasil pengembangan dana kelolaan yang dihimpun dari pesertanya.
"Dulu kan kita punya pelayanan itu (pengobatan ODHA) di bawah layanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Tapi sekarang kan sudah dialihkan ke BPJS Kesehatan, jadi kita harap mereka tetap melaksanakan itu. Karena kan prinsip pengalihan itu tidak boleh mengurangi manfaat yang diterima peserta. Jadi, layanan itu (pengobatan ODHA) tetap harus jalan," terang Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan, Ahmad Riyadi di Aston Hotel, Palembang, Jumat (14/2/2014) malam.
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan serta kepuasan pesertanya, PT Jamsostek (Persero) yang saat ini telah bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan sejak 1 Januari 2014 lalu, terus berinovasi dengan memberikan berbagai manfaat tambahan bagi seluruh peserta aktif.
Di mana pada 2007, sesuai instruksi pemerintah, manajemen mengembalikan keuntungan usaha atau dividen milik pemerintah ke tenaga kerja atau peserta dalam bentuk insentif.
Insentif itu oleh manajemen, semula dimasukkan ke dalam saldo jaminan hari tua dengan harapan dapat dinikmati kembali oleh tenaga kerja sebagai peserta.
Namun, seiring berjalannya program tersebut, manajemen kemudian memutuskan untuk tidak lagi memberikan keuntungan tersebut dalam bentuk insentif yang dimasukkan ke dalam saldo Jaminan Hari Tua (JHT). Pasalnya, keuntungan Jamsostek tersebut diperoleh dari program non-JHT. Sehingga, diputuskan tidak boleh diberikan dalam bentuk insentif lagi.
Setelah pembahasan dengan seksama, selanjutnya, dihasilkan keputusan direksi dimana keuntungan tersebut diberikan dalam bentuk manfaat tambahan menghabiskan dana yang merupakan sisa laba tersebut.
Manfaat tambahan itu, antara lain pelatihan K3, pelatihan ahli K3, pemberian alat K3 bagi perusahaan jasa konstruksi, uang pemakaman sebesar Rp2 juta yang dibayarkan di luar jaminan kematian, operasi jantung sampai Rp180 juta, kanker, perawatan kanker sebesar Rp25 juta per 1 tahun, dan cuci darah sebesar Rp600 ribu per satu kali cuci darah sebanyak tiga kali seminggu, termasuk pula perawatan HIV-AIDS hingga sebesar Rp10 juta per orang setahun.
(dmd)