Keterlibatan Jepang dongkrak efisiensi industri RI
A
A
A
Sindonews.com - Kementerian Perindustrian mengaku teknologi dalam industri manufaktur Tanah Air sebagian besar sudah sangat kurang efisien lantaran usianya yang rata-rata telah mencapai 40 tahun.
Untuk itu, Wakil Menteri Perindustrian Alex SW Retraubun mengatakan, dengan keterlibatan tenaga ahli dari Jepang diharapkan dapat diterapkan teknologi-teknologi baru yang dapat meningkatkan efisiensi produksi industri manufaktur mengingat pengalamannya yang lebih maju ketimbang Indonesia.
"Sebagai contoh, memproduksi 1 ton produk baja, Indonesia memerlukan 650 kwh, sedangkan Jepang hanya setengahnya 350 kwh," ujar Alex di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (17/2/2014).
Karena itu, Alex menambahkan, jika kerja sama dilakukan, maka dapat dicapai langkah penghematan energi sektor industri di Indonesia dengan jumlah yang cukup besar sekitar 15-20 persen.
Selain itu, dapat dimaksimalkan pula pemanfaatan sumber energi baru terbarukan (EBTK), di mana selama ini penggunaan energi baru dan terbarukan masih sangat terbatas di sektor industri.
"Memang penerapan hal yang baru di sektor industri tidak mudah, teknologi harus proven, suplai energi harus dijamin dalam hal kuantitas, kualitas dan kontinuitas dengan infrastruktur yang handal dan harga terjangkau," pungkas dia.
Untuk itu, Wakil Menteri Perindustrian Alex SW Retraubun mengatakan, dengan keterlibatan tenaga ahli dari Jepang diharapkan dapat diterapkan teknologi-teknologi baru yang dapat meningkatkan efisiensi produksi industri manufaktur mengingat pengalamannya yang lebih maju ketimbang Indonesia.
"Sebagai contoh, memproduksi 1 ton produk baja, Indonesia memerlukan 650 kwh, sedangkan Jepang hanya setengahnya 350 kwh," ujar Alex di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (17/2/2014).
Karena itu, Alex menambahkan, jika kerja sama dilakukan, maka dapat dicapai langkah penghematan energi sektor industri di Indonesia dengan jumlah yang cukup besar sekitar 15-20 persen.
Selain itu, dapat dimaksimalkan pula pemanfaatan sumber energi baru terbarukan (EBTK), di mana selama ini penggunaan energi baru dan terbarukan masih sangat terbatas di sektor industri.
"Memang penerapan hal yang baru di sektor industri tidak mudah, teknologi harus proven, suplai energi harus dijamin dalam hal kuantitas, kualitas dan kontinuitas dengan infrastruktur yang handal dan harga terjangkau," pungkas dia.
(rna)