Risma tak persoalkan pergantian nama PDAM
A
A
A
Sindonews.com - Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini tidak mempersoalkan jika Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surya Sembada Kota Surabaya berganti nama menjadi Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB). Orang nomor satu di Surabaya tersebut mengakui bahwa, PDAM tidak mampu untuk memberikan kualitas air yang siap minum, tapi hanya mampu menyediakan air bersih.
Risma, panggilan akrab Tri Rismaharini dengan tegas menyatakan, nama PDAM diganti apapun tidak masalah, termasuk menjadi PDAB. Pihaknya sendiri tidak akan memaksakan diri untuk mengubah kualitas air di perusahaan berstatus BUMD (badan usaha milik daerah) itu menjadi air yang siap minum.
Menurut dia, untuk mengubah kualitas air menjadi air siap minum, butuh investasi yang tidak sedikit. Bahkan diperkirakan bisa mencapai triliunan rupiah. Tingginya biaya investasi ini karena untuk mengganti pipa-pipa saluran air yang usianya sudah tua. Bahkan, tak jarang pipa yang ada merupakan bekas peninggalan Belanda.
"Pipa-pipa juga banyak yang rusak dan secara bertahap akan kami ganti dan perbaiki. Sebenarnya, bukan sulit mengubah menjadi air siap minum, tapi investasinya itu lho yang besar," katanya, Kamis (3/4/2014).
Mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini menambahkan, perbaikan pipa-pipa saluran air yang rusak secara bertahap sudah dilakukan. Saat ini, ada beberapa daerah yang air saluran dari PDAM yang keruh itu juga disebabkan adanya proses perbaikan pipa yang tua dan rusak.
Perbaikan saluran pipa sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar. Setidaknya, dalam satu kelurahan saja, investasinya bisa mencapai Rp40 miliar.
"PDAM diganti nama apa saja enggak masalah. Karena memang kondisinya seperti itu (hanya bisa menyediakan air bersih). Kalau soal payung hukumnya seperti apa, saya kira pasti ada jalan tengah. Kalau dipaksakan menjadi air bersih, tentu retribusi ke masyarakat juga akan tinggi," tandasnya.
Sementara itu, anggota Komisi C DPRD Surabaya, Dedy Prasetya menilai, pelayanan PDAM sepertinya hanya di wilayah pusat kota dan pemukiman mewah saja. Sedangkan untuk wilayah pinggiran masih diabaikan.
Buktinya, hingga sekarang masih banyak warga yang tinggal di pinggiran kota yang mengeluh airnya tidak lancar dan sering mampet. Bahkan, kalaupun keluar air, itu hanya beberapa jam saja. Parahnya lagi, terkadang air keluar pada dini hari. Sehingga, waktu yang seharusnya digunakan untuk istirahat, terpaksa digunakan untuk mengisi air.
"Pelayanan aliran air itu kan seharusnya 24 jam. Ternyata komitmen itu hanya pada wilayah-wilayah tertentu terutama pemukiman mewah. Saya kira, ini harus menjadi perhatian serius bagi PDAM. Jangan sampai masyarakat pinggiran terus-terusan dirugikan," keluhnya.
Anggota Komisi C DPRD Surabaya lainnya, Reni Astutik mengatakan, dalam rencana perusahaan, PDAM lebih banyak membahas soal bisnis. Sedangkan aspek-aspek pelayanan yang baik pada pelanggan dan masyarakat sepertinya terabaikan.
Misalnya, dalam rencana kerja PDAM, terdapat poin strategi bisnis. Seharusnya, kalimat strategi bisnis ini diubah menjadi strategi pelayanan. Sehingga, yang menjadi fokus dalam kinerja adalah pelayanan, bukan pada pencarian keuntungan semata.
PDAM merupakan perusahaan milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, dimana tugas dan fungsinya adalah memberikan pelayanan yang baik bagi kemaslahatan warga.
"Saya kira, prinsip-prinsip bisnis dalam PDAM ini yang harus sedikit diubah pada pelayanan. Dengan begitu, pelayanan yang menjadi tujuan utama dari PDAM, bukan bisnisnya," pintanya.
Risma, panggilan akrab Tri Rismaharini dengan tegas menyatakan, nama PDAM diganti apapun tidak masalah, termasuk menjadi PDAB. Pihaknya sendiri tidak akan memaksakan diri untuk mengubah kualitas air di perusahaan berstatus BUMD (badan usaha milik daerah) itu menjadi air yang siap minum.
Menurut dia, untuk mengubah kualitas air menjadi air siap minum, butuh investasi yang tidak sedikit. Bahkan diperkirakan bisa mencapai triliunan rupiah. Tingginya biaya investasi ini karena untuk mengganti pipa-pipa saluran air yang usianya sudah tua. Bahkan, tak jarang pipa yang ada merupakan bekas peninggalan Belanda.
"Pipa-pipa juga banyak yang rusak dan secara bertahap akan kami ganti dan perbaiki. Sebenarnya, bukan sulit mengubah menjadi air siap minum, tapi investasinya itu lho yang besar," katanya, Kamis (3/4/2014).
Mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini menambahkan, perbaikan pipa-pipa saluran air yang rusak secara bertahap sudah dilakukan. Saat ini, ada beberapa daerah yang air saluran dari PDAM yang keruh itu juga disebabkan adanya proses perbaikan pipa yang tua dan rusak.
Perbaikan saluran pipa sendiri membutuhkan biaya yang cukup besar. Setidaknya, dalam satu kelurahan saja, investasinya bisa mencapai Rp40 miliar.
"PDAM diganti nama apa saja enggak masalah. Karena memang kondisinya seperti itu (hanya bisa menyediakan air bersih). Kalau soal payung hukumnya seperti apa, saya kira pasti ada jalan tengah. Kalau dipaksakan menjadi air bersih, tentu retribusi ke masyarakat juga akan tinggi," tandasnya.
Sementara itu, anggota Komisi C DPRD Surabaya, Dedy Prasetya menilai, pelayanan PDAM sepertinya hanya di wilayah pusat kota dan pemukiman mewah saja. Sedangkan untuk wilayah pinggiran masih diabaikan.
Buktinya, hingga sekarang masih banyak warga yang tinggal di pinggiran kota yang mengeluh airnya tidak lancar dan sering mampet. Bahkan, kalaupun keluar air, itu hanya beberapa jam saja. Parahnya lagi, terkadang air keluar pada dini hari. Sehingga, waktu yang seharusnya digunakan untuk istirahat, terpaksa digunakan untuk mengisi air.
"Pelayanan aliran air itu kan seharusnya 24 jam. Ternyata komitmen itu hanya pada wilayah-wilayah tertentu terutama pemukiman mewah. Saya kira, ini harus menjadi perhatian serius bagi PDAM. Jangan sampai masyarakat pinggiran terus-terusan dirugikan," keluhnya.
Anggota Komisi C DPRD Surabaya lainnya, Reni Astutik mengatakan, dalam rencana perusahaan, PDAM lebih banyak membahas soal bisnis. Sedangkan aspek-aspek pelayanan yang baik pada pelanggan dan masyarakat sepertinya terabaikan.
Misalnya, dalam rencana kerja PDAM, terdapat poin strategi bisnis. Seharusnya, kalimat strategi bisnis ini diubah menjadi strategi pelayanan. Sehingga, yang menjadi fokus dalam kinerja adalah pelayanan, bukan pada pencarian keuntungan semata.
PDAM merupakan perusahaan milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, dimana tugas dan fungsinya adalah memberikan pelayanan yang baik bagi kemaslahatan warga.
"Saya kira, prinsip-prinsip bisnis dalam PDAM ini yang harus sedikit diubah pada pelayanan. Dengan begitu, pelayanan yang menjadi tujuan utama dari PDAM, bukan bisnisnya," pintanya.
(gpr)