Ini syarat pembangunan properti di Depok
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah Kota Depok menerapkan aturan ketat bagi pengusaha properti untuk membangun perumahan, termasuk apartemen di Depok.
Pertama, Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Tarkim) di Depok masih tetap mengacu kepada peraturan lama meskipun Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sudah diketuk DPRD Depok, karena masih menunggu rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat.
Plt Kepala Dinas Tarkim Kota Depok, Wijayanto mengatakan, pihaknya juga akan menentukan kepada perusahaan properti. Di mana lokasi yang boleh dan tidak boleh untuk digarap. Kedua, setiap pengusaha properti harus mematuhi komposisi tata letak atau siteplan yang dibuat.
"Kami menghitung yang boleh dibangun dan tak dibangun, seperti Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan lainnya," kata dia kepada wartawan di Balaikota Depok, Kamis (10/4/2014).
Wijayanto mengatakan, pihaknya juga banyak menangguhkan setiap perizinan jika melanggar dan tak sesuai aturan. Misalnya pengembang menggunakan Garis Sempadan Sungai (GSS) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB).
"Lalu menggunakan fasilitas umum, tak jelas kepemilikan lahan. Izin lingkungan enggak terlalu tonjolkan kecuali pabrik. Lalu syaratnya mulai dari Izin Pemanfaatan Ruang (IPR), izin prinsip, siteplan, peel banjir. Ada UKL dan UPL, lalu sertifikat bebas banjir, Amdal dan lalinnya," tutur dia.
Menurut WIjayanti, pihaknya banyak menolak permohonan pengembang jika tak sesuai aturan. Komposisi perumahan di Depok diwajibkan harus dengan perbandingan 60:40. "Banyak juga yang kita tolak, harus 60 bangunan, 40 RTH," pungkasnya.
Pertama, Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Tarkim) di Depok masih tetap mengacu kepada peraturan lama meskipun Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sudah diketuk DPRD Depok, karena masih menunggu rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat.
Plt Kepala Dinas Tarkim Kota Depok, Wijayanto mengatakan, pihaknya juga akan menentukan kepada perusahaan properti. Di mana lokasi yang boleh dan tidak boleh untuk digarap. Kedua, setiap pengusaha properti harus mematuhi komposisi tata letak atau siteplan yang dibuat.
"Kami menghitung yang boleh dibangun dan tak dibangun, seperti Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan lainnya," kata dia kepada wartawan di Balaikota Depok, Kamis (10/4/2014).
Wijayanto mengatakan, pihaknya juga banyak menangguhkan setiap perizinan jika melanggar dan tak sesuai aturan. Misalnya pengembang menggunakan Garis Sempadan Sungai (GSS) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB).
"Lalu menggunakan fasilitas umum, tak jelas kepemilikan lahan. Izin lingkungan enggak terlalu tonjolkan kecuali pabrik. Lalu syaratnya mulai dari Izin Pemanfaatan Ruang (IPR), izin prinsip, siteplan, peel banjir. Ada UKL dan UPL, lalu sertifikat bebas banjir, Amdal dan lalinnya," tutur dia.
Menurut WIjayanti, pihaknya banyak menolak permohonan pengembang jika tak sesuai aturan. Komposisi perumahan di Depok diwajibkan harus dengan perbandingan 60:40. "Banyak juga yang kita tolak, harus 60 bangunan, 40 RTH," pungkasnya.
(izz)