Literasi produk jasa keuangan RI masih rendah
A
A
A
Sindonews.com - Berdasarkan survei yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diketahui bahwa literasi produk-produk jasa keuangan masih rendah hanya sekitar 21 persen.
Artinya, baru sekitar 21 persen penduduk Indonesia yang memahami tentang produk jasa keuangan, sementara sisanya lebih dari 75 persen memiliki pemahaman yang sangat minim terhadap produk tersebut.
"Literasi artinya pemahaman, penguasaan atau skill dan kepercayaan masyarakat terhadap produk jasa keuangan, sejauhmana masyarakat bisa untuk itu. Di tahun 2013, tingkat literasi cuma 21,8 persen. Sementara yang literasinya kurang ada 78,2 persen," kata Kepala Eksekutif Edukasi dan Perlindungan Nasabah OJK Kusumaningtuti di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (15/4/2014).
Lemahnya literasi tersebut berdampak pada lemahnya pemanfaatan produk jasa keuangan oleh masyarakat hingga saat ini. "Penggunaan produk 40,30 persen," imbuh dia.
Dia menuturkan, dari berbagai instrumen produk jasa keuangan, literasi di sektor pasar modal adalah yang paling rendah diantara instrumen-instrumen lainnya.
"Yang paling menonjol adalah dari sektor perbankan, kedua dari asuransi, ketiga pegadaian, keempat perusahaan pembiayaan dan seterusnya. Yang paling rendah itu literasi pasar modal cuma 3,8 persen. Penggunaannya juga kecil, hanya 0,1 persen," papar dia.
Untuk itu, Kusumaningtuti mengatakan, OJK akan bekerja keras agar literasi produks jasa keuangan ke masyarakat dapat ditingkatkan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat pemanfaatan berbagai instrumen produk jasa keuangan sejalan dengan telah beralihnya fungsi pengawasan dari Bapepam Lk dan BI ke OJK.
"Otoritas Jasa Keuangan memasuki tahun kedua. Salah satu hal yang baru adalah adanya bidang khusus bernama edukasi yang fokus pada masalah literasi keuangan masyarakat Indonesia. Bidang ini nantinya bertanggung jawab bagaimana literasi jasa keuangan dapat ditingkatkan," tutur dia.
Artinya, baru sekitar 21 persen penduduk Indonesia yang memahami tentang produk jasa keuangan, sementara sisanya lebih dari 75 persen memiliki pemahaman yang sangat minim terhadap produk tersebut.
"Literasi artinya pemahaman, penguasaan atau skill dan kepercayaan masyarakat terhadap produk jasa keuangan, sejauhmana masyarakat bisa untuk itu. Di tahun 2013, tingkat literasi cuma 21,8 persen. Sementara yang literasinya kurang ada 78,2 persen," kata Kepala Eksekutif Edukasi dan Perlindungan Nasabah OJK Kusumaningtuti di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (15/4/2014).
Lemahnya literasi tersebut berdampak pada lemahnya pemanfaatan produk jasa keuangan oleh masyarakat hingga saat ini. "Penggunaan produk 40,30 persen," imbuh dia.
Dia menuturkan, dari berbagai instrumen produk jasa keuangan, literasi di sektor pasar modal adalah yang paling rendah diantara instrumen-instrumen lainnya.
"Yang paling menonjol adalah dari sektor perbankan, kedua dari asuransi, ketiga pegadaian, keempat perusahaan pembiayaan dan seterusnya. Yang paling rendah itu literasi pasar modal cuma 3,8 persen. Penggunaannya juga kecil, hanya 0,1 persen," papar dia.
Untuk itu, Kusumaningtuti mengatakan, OJK akan bekerja keras agar literasi produks jasa keuangan ke masyarakat dapat ditingkatkan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat pemanfaatan berbagai instrumen produk jasa keuangan sejalan dengan telah beralihnya fungsi pengawasan dari Bapepam Lk dan BI ke OJK.
"Otoritas Jasa Keuangan memasuki tahun kedua. Salah satu hal yang baru adalah adanya bidang khusus bernama edukasi yang fokus pada masalah literasi keuangan masyarakat Indonesia. Bidang ini nantinya bertanggung jawab bagaimana literasi jasa keuangan dapat ditingkatkan," tutur dia.
(rna)