KKP: Sertifikat MSC tidak wajib

Jum'at, 25 April 2014 - 15:00 WIB
KKP: Sertifikat MSC...
KKP: Sertifikat MSC tidak wajib
A A A
Sindonews.com - Indonesia belum memiliki sertifikat Marine Stewardship Council (MSC). Namun, sertifikat tersebut dinilai tidak wajib untuk usaha-usaha di Indonesia.

"Sertifikat MSC belum dimiliki Indonesia, tapi hukumnya tidak wajib untuk usaha-usaha di Indonesia, tidak disarankan negara. Namun diwajibkan untuk pembelinya. Apakah importir atau pasar retailnya," ujar Dirjen Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Saut Hutagalung, Jumat (25/4/2014).

Menurutnya, di Indonesia tidak mewajibkan untuk semua perusahaan. Tapi bagi perusahaan yang memerlukan, pihaknya siap memfasilitasi. Karena, ini berkaitan dengan biaya. "Akan banyak peraturan baru yang muncul besok. Masa semua kita wajibkan, kasihan mereka, mau usaha malah repot ngurus ini-itu," katanya.

Saut mengatakan, saat ini belum ada produk Indonesia yang memiliki sertifikat MSC. Namun hal itu tidak masalah. Pihaknya berkomitmen memfasilitasi lima komoditas untuk saat ini.

"Lima ini sekarang tidak diganggu meskipun belum MSC. Tapi karena mereka sudah dijalur yang benar, maka importir tidak masalah," jelasnya.

Lima komoditas tersebut yaitu cakalang, yellow fin, big eye, rajungan dan kerapu. Semuanya sedang difasilitasi sejak 2010. KKP terus mendorong lima komoditas tersebut hingga saat ini.

Dia menuturkan saat ini bukan untuk masuk ke dalam MSC, tapi semakin banyak pelaku usaha yang menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam hal menangkap hasil laut.

Conothnya, tidak diperbolehkan menggunakan alat penangkap yang merusak lingkungan, menangkap bahan laut dibawah umur dan ukuran.

"Sekarang baru dua negara di Asia yang ada MSC-nya. Pertama Maladewa untuk cakalang, kemudian kerang di Vietnam. Jadi tak perlu kita terlalu sedih untuk itu. Yang perlu kita lakukan adalah kerjakan yang betul sesuai koridor, itu yang penting," tuturnya.

Sementara, terkait dengan SNI saat ini sudah ada 180 yang terdiri dari 160 untuk pangan dan 20 untuk non pangan. "Yang harus kita dorong ke depan, memperluas yang lain, produk-produk yang belum ada SNI nya, kemudian kita harus masuk ke standar ASEAN. Jadi, mendorong standar kita supaya menjadi standar ASEAN," pungkasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1162 seconds (0.1#10.140)