Satelit BRI ditargetkan mengorbitkan 2016
A
A
A
Sindonews.com - Sebagai bank dengan jaringan kerja terbesar dan terluas, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) memerlukan sarana komunikasi satelit untuk menghubungkan jaringannya.
Jaringan tersebut, seperti kantor pusat, kantor wilayah, kantor cabang, kantor cabang pembantu, BRI unit, kantor kas, Teras BRI dan Teras Keliling dengan jumlah lebih dari 9.800 outlet serta lebih dari 100.000 jaringan e-Channel.
Lokasi jaringan BRI tersebar di seluruh pelosok Tanah Air mulai dari daerah perkotaan sampai ke daerah terpencil. Sebagian dari jaringan kerja tersebut, secara ekonomis belum atau tidak dapat dijangkau oleh infrastruktur telekomunikasi terestrial.
Direktur Utama BRI Sofyan Basir mengatakan, karena itu bagi BRI, sarana komunikasi satelit sangat diperlukan untuk sarana komunikasi primer (utama) maupun sekunder (cadangan). Pada saat ini, skala operasional layanan BRI memerlukan dukungan jaringan komunikasi satelit yang setara dengan 23 transponder.
“Untuk jaringan komunikasi yang berbasis satelit, BRI telah menyewa dari sembilan penyelenggara jasa satelit di Indonesia,” kata Sofyan di Jakarta, Senin (28/4/2014).
Dia melanjutkan, kebutuhan BRI akan transponder satelit akan semakin meningkat di masa yang akan datang sehubungan dengan strategi pengembangan jaringan kerja yang diharapkan akan semakin menjangkau daerah-daerah pelosok Indonesia khususnya kepulauan terpencil. Kebutuhan akan sarana komunikasi satelit menjadi semakin mendesak karena variasi model jaringan kerja yang dikembangkan oleh BRI.
“Beberapa inovasi model jaringan kerja yang dikembangkan oleh BRI bersifat mobile, seperti Teras Keliling dan Teras Kapal yang hanya dapat dilakukan secara ekonomis melalui sarana komunikasi satelit,” terang dia.
Namun demikian, sebagai bagian dari Business Continuity Plan (BCP) dan kebutuhan BRI untuk memitigasi risiko operasional dengan menerapkan sistem redundansi dalam menjaga keberlangsungan operasional layanan sebagimana disyaratkan oleh otoritas, BRI tetap akan menggunakan jasa dari penyelenggara satelit Indonesia yang telah mendukung selama ini.
Dalam mendesain satelit, dia menjelaskan, BRI berusaha memaksimumkan filing satelit Indonesia di International Telecommunication Union (ITU), di mana salah satu filing satelitnya akan ditingkatkan statusnya dari coordinated menjadi notified, sehingga satelit BRI, yang disebut BRIsat diharapkan menjadi solusi dalam menjaga kesinambungan filing orbit satelit 150.5o BT.
“Program BRIsat tersebut juga kami lengkapi dengan program kontigensi dalam rangka menjaga kesinambungan filing orbit 150.5o BT,” ucapnya.
BRIsat kelak akan menjangkau wilayah layanan Indonesia dan negara-negara ASEAN, Asia Timur (termasuk sebagian Tiongkok), sebagian Pacific (Hawaii) serta Australia Barat (Perth) dan akan memiliki 36x36 MHz transponder C-Band dan 9 x 72 MHz Ku-Band.
Dia menuturkan, proses pengadaan BRIsat sesuai spesifikasi konfigurasi transponder di atas telah dilakukan selama kurang lebih enam bulan dengan melibatkan para konsultan teknis dan hukum, baik domestik dan internasional.
Proses dimulai dengan Request for Information (RFI) ke berbagai manufaktur satelit dan peluncur satelit yang kemudian dilanjutkan dengan Request for Proposal (RFP) kepada perusahaan-perusahaan yang masuk dalam shortlist.
Kemdian, proses penentuan pemenang dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip fairness dan Good Corporate Governance dengan memperhatikan opini independen dari para konsultan profesional. Akhirnya ditetapkan Space Systems/Loral, LLC (SSL) dari USA dan Arianespace dari Perancis sebagai pemenang.
Proses desain final dan pembuatan BRIsat akan dilaksanakan di pabrik SSL, Palo Alto California, yang diperkirakan akan memakan waktu 24 bulan, sehingga setelah memperhitungkan shipment dan launch campaign, satelit akan siap diluncurkan 25-26 bulan yang akan datang sejak tanggal efektif kontrak atau sekitar pertengahan tahun 2016 di Kourou, French Guiana.
“BRIsat akan dimiliki dan dioperasikan sendiri oleh BRI, sehingga seluruh proses enkripsi dan kontrol saluran komunikasi akan sepenuhnya dikelola oleh institusi Indonesia,” tukas dia.
Jaringan tersebut, seperti kantor pusat, kantor wilayah, kantor cabang, kantor cabang pembantu, BRI unit, kantor kas, Teras BRI dan Teras Keliling dengan jumlah lebih dari 9.800 outlet serta lebih dari 100.000 jaringan e-Channel.
Lokasi jaringan BRI tersebar di seluruh pelosok Tanah Air mulai dari daerah perkotaan sampai ke daerah terpencil. Sebagian dari jaringan kerja tersebut, secara ekonomis belum atau tidak dapat dijangkau oleh infrastruktur telekomunikasi terestrial.
Direktur Utama BRI Sofyan Basir mengatakan, karena itu bagi BRI, sarana komunikasi satelit sangat diperlukan untuk sarana komunikasi primer (utama) maupun sekunder (cadangan). Pada saat ini, skala operasional layanan BRI memerlukan dukungan jaringan komunikasi satelit yang setara dengan 23 transponder.
“Untuk jaringan komunikasi yang berbasis satelit, BRI telah menyewa dari sembilan penyelenggara jasa satelit di Indonesia,” kata Sofyan di Jakarta, Senin (28/4/2014).
Dia melanjutkan, kebutuhan BRI akan transponder satelit akan semakin meningkat di masa yang akan datang sehubungan dengan strategi pengembangan jaringan kerja yang diharapkan akan semakin menjangkau daerah-daerah pelosok Indonesia khususnya kepulauan terpencil. Kebutuhan akan sarana komunikasi satelit menjadi semakin mendesak karena variasi model jaringan kerja yang dikembangkan oleh BRI.
“Beberapa inovasi model jaringan kerja yang dikembangkan oleh BRI bersifat mobile, seperti Teras Keliling dan Teras Kapal yang hanya dapat dilakukan secara ekonomis melalui sarana komunikasi satelit,” terang dia.
Namun demikian, sebagai bagian dari Business Continuity Plan (BCP) dan kebutuhan BRI untuk memitigasi risiko operasional dengan menerapkan sistem redundansi dalam menjaga keberlangsungan operasional layanan sebagimana disyaratkan oleh otoritas, BRI tetap akan menggunakan jasa dari penyelenggara satelit Indonesia yang telah mendukung selama ini.
Dalam mendesain satelit, dia menjelaskan, BRI berusaha memaksimumkan filing satelit Indonesia di International Telecommunication Union (ITU), di mana salah satu filing satelitnya akan ditingkatkan statusnya dari coordinated menjadi notified, sehingga satelit BRI, yang disebut BRIsat diharapkan menjadi solusi dalam menjaga kesinambungan filing orbit satelit 150.5o BT.
“Program BRIsat tersebut juga kami lengkapi dengan program kontigensi dalam rangka menjaga kesinambungan filing orbit 150.5o BT,” ucapnya.
BRIsat kelak akan menjangkau wilayah layanan Indonesia dan negara-negara ASEAN, Asia Timur (termasuk sebagian Tiongkok), sebagian Pacific (Hawaii) serta Australia Barat (Perth) dan akan memiliki 36x36 MHz transponder C-Band dan 9 x 72 MHz Ku-Band.
Dia menuturkan, proses pengadaan BRIsat sesuai spesifikasi konfigurasi transponder di atas telah dilakukan selama kurang lebih enam bulan dengan melibatkan para konsultan teknis dan hukum, baik domestik dan internasional.
Proses dimulai dengan Request for Information (RFI) ke berbagai manufaktur satelit dan peluncur satelit yang kemudian dilanjutkan dengan Request for Proposal (RFP) kepada perusahaan-perusahaan yang masuk dalam shortlist.
Kemdian, proses penentuan pemenang dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip fairness dan Good Corporate Governance dengan memperhatikan opini independen dari para konsultan profesional. Akhirnya ditetapkan Space Systems/Loral, LLC (SSL) dari USA dan Arianespace dari Perancis sebagai pemenang.
Proses desain final dan pembuatan BRIsat akan dilaksanakan di pabrik SSL, Palo Alto California, yang diperkirakan akan memakan waktu 24 bulan, sehingga setelah memperhitungkan shipment dan launch campaign, satelit akan siap diluncurkan 25-26 bulan yang akan datang sejak tanggal efektif kontrak atau sekitar pertengahan tahun 2016 di Kourou, French Guiana.
“BRIsat akan dimiliki dan dioperasikan sendiri oleh BRI, sehingga seluruh proses enkripsi dan kontrol saluran komunikasi akan sepenuhnya dikelola oleh institusi Indonesia,” tukas dia.
(rna)