Penyediaan Rumah Murah Mengalami Penurunan Kuantitas

Selasa, 03 Juni 2014 - 18:08 WIB
Penyediaan Rumah Murah...
Penyediaan Rumah Murah Mengalami Penurunan Kuantitas
A A A
JAKARTA - Penyediaan rumah, khususnya bagi pemenuhan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui subsidi pembiayaan perumahan terus menerus mengalami penurunan kuantitas.

Berdasarkan catatan dari sumber BLU FLPP, realisasi rumah murah subsidi tahun 2012 dan tahun 2013 lebih kecil dibanding tahun 2011. Tahun 2011 tercatat sebanyak 109 ribu unit, tahun berikutnya turun drastis menjadi 64 ribu unit dan tahun 2013 sebesar 102 ribu unit.

Ironisnya, porsi terbesar realisasi rumah murah subsidi bukanlah dari pemerintah karena 70% justru berasal dari APERSI (Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia). Hal ini diketahui dalam audiensi APERSI dengan Komisi V DPR RI.

Anggota Komisi V DPR RI, Sigit Sosiantomo prihatin dengan capaian pemerintah dalam bidang perumahan ini, mengingat kecilnya porsi pemerintah dalam realisasi.

Pada kuartal pertama tahun ini, realisasi KPR bersubsidi terhambat oleh perubahan status BLU PPP yang berpengaruh terhadap proses pencairan anggaran. Kondisi ini terkatung-katung sehingga Bank Pelaksana Penyalur KPR FLPP menghentikan untuk sementara pelayanan KPR bersubsidi.

Belum lagi ditambah faktor-faktor lainnya, berakibat tersendatnya pasokan rumah sejahtera tapak untuk MBR. Kondisi seperti ini dipastikan akan menambah backlog penyedian rumah bagi MBR, dan diperkirakan akhir tahun ini lebih besar dari 15 juta unit.

Padahal UUD 1945 sudah mengamanatkan, tiap-tiap warga negara berhak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Salah satu aspek mendasar dalam kehidupan yang layak dan sesuai dengan martabat kemanusiaan adalah setiap warga negara harus memiliki rumah tempat berteduh dan bermukim.

"Pasal 28H Ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dan melihat backlog yang sangat besar saat ini, berarti pemerintah telah gagal dalam memenuhi target terkait penyediaan papan khususnya bagi MBR," kata Sigit dalam rilisnya Selasa, (3/6/2014).

Banyak faktor diduga menjadi penyebab makin besarnya backlog perumahan. Pertama adalah tidak tegaknya aturan hunian berimbang sebagaimana diamanatkan dalam pasal 34 UU No 1/2011 yang mewajibkan setiap orang/badan usaha yang membangun perumahan dan kawasan pemukiman dengan jumlah minimal 50 unit untuk membangun hunian berimbang dengan komposisi yaitu 3:2:1, yaitu tiga rumah sederhana, dua rumah menengah dan satu rumah mewah.

Faktor berikutnya adalah biaya perizinan plus pengenaan pajak untuk rumah subsidi hingga sepuluh persen dianggap sangat memberatkan. Hal ini masih ditambah dengan adanya inkonsistensi dalam peraturan, minimnya koordinasi dan ketiadaan sinergi lintas instansi pemerintah. Pengenaan pajak untuk penjualan rumah bersubsidi yang seharusnya dibebaskan dari PPN hanyalah sebuah contoh.

Pemerintah juga belum punya standar waktu maksimal untuk mendapatkan perizinan, yang saat ini bisa sampai enam bulan bahkan satu tahun.

Pemerintah daerah di berbagai wilayah juga belum membuat program yang pro-perumahan dengan menyediakan tata ruang dan menetapkan lokasi perumahan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Padahal adanya area perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang dimiliki pemerintah daerah, bakal meminimalkan aksi spekulan dan membuat harga tanah terkontrol.

Penduduk Indonesia menurut Sensus 2010 berjumlah 237,7 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49% per tahun. Backlog perumahan akhir tahun ini diperkirakan 15 juta unit. Jika rata-rata satu rumah dihuni oleh empat jiwa, berarti masih ada 60 juta jiwa atau satu dari empat penduduk Indonesia yang belum mempunyai rumah.

"Jika tidak ada perbaikan atas iklim penyediaan perumahan seperti yang terjadi saat ini, maka upaya pemerintah dalam pemenuhan perumahan bagi MBR ibarat fatamorgana. Backlog perumahan tidak akan menyusut, justru semakin besar," pungkasnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1038 seconds (0.1#10.140)