Sulut Diprediksi Alami Inflasi Bulan Ini
A
A
A
MANADO - Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS) dan pengamat ekonomi Sulawesi Utara (Sulut) memprediksi, Juni ini kemungkinan terjadi inflasi di Sulut.
Kepala Kantor BI Perwakilan Sulut Luctor Tapiheru mengaku, jika April lalu Kota Manado mengalami deflasi 0,15%. Juni ini kemungkinan besar akan terjadi inflasi lebih tinggi lagi. "Faktor pemicu inflasi Juni ini adalah puasa dan liburan sekolah," jelasnya, Selasa (3/6/2014).
Secara psikologis pasti akan terjadi peningkatan permintaan kebutuhan, hal ini bisa memacu inflasi jika stok berkurang. Namun BI akan tetap berusaha untuk terus melakukan koordinasi pada tim pengendali inflasi daerah (TPID).
Sulut kata dia, adalah satu-satunya provinsi terunik di Indonesia, sebab sebagian besar penyumbang inflasinya adalah komoditas cabai. "Kebiasaan masyarakat Sulut mengonsumsi cabai secara berlebihan sulit dihilangkan. Cabai sepertinya sudah masuk makanan pokok warga Nyiur Melambai," ujarnya.
Untuk menekan inflasi cabai, lanjut dia, BI membentuk 'kabupaten cabai' di Minahasa. Selanjutnya, 14 kabupaten kota lainnya, pun direncanakan demikian.
Senada yang dikatakan Kepala BPS Sulut Faizal Anwar, Juni ini Sulut kemungkinan terjadi inflasi. "Menghadapi bulan Puasa, menurut pengalaman, tak menutup kemungkinan akan terjadi inflasi, demikian juga pada Natal, dan Tahun Baru nanti," jelas Anwar.
Pemicu terjadinya inflasi Juni mendatang, bisa jadi tran harga cabai. Jika stok cabai berkurang sedikit, bisa memicu kenaikan harga. Namun jika, pasokan cabai ke Sulut dari Gorontalo, Surabaya, dan Makassar lancar, kemungkinan kecil tak terjadi inflasi.
Cabai dari bulan bahkan pada tahun sebelumnya kerap menjadi trand utama penyumbang inflasi. Mei lalu, justru sebaliknya, cabai menyumbang 0,53% deflasi.
"Cabai mengalami deflasi lantaran, harga cabai pada Mei lalu berada dikisaran Rp36.000 per kilogram (kg), dibanding bulan sebelumnya menyentuh harga antara Rp70.000-Rp80.000 per kg," jelasnya.
Kelompok yang mengalami inflasi lainnya adalah sayur-sayuran 19,29% dan sub kelompok daging dan hasil-hasilnya 0,89%. "Intinya inflasi terjadi di Sulut itu sebagian besar dipengaruhi tingginya tingkat konsumsi, lantaran orang Sulut sebagian besar hobbi makan," pungkasnya.
Menanggapi hal demikian, Pemerhati Ekonomi Sulut Prof Robert Winerungan mengatakan, inflasi bisa terjadi di Sulut jika pasokan kurang, permintaan membengkak.
"Sulut mayoritas Kristen, pedagang siapa yang tidak tergiur menjual barang/komoditasnya di luar Sulut, apalagi harga di luar Sulut jelan puasa ini sangat menjanjikan," akunya.
Pemeritah kata dia, jangan hanya melihat stok dan harga. Tapi yang menjadi fenomena saat ini adalah infstruktur jalan dan Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Jalan dan BBM adalah nafas utama untuk kelancaran distribusi. Apalagi saat ini, kondisi jalan ke sentra bisnis Sulut (Manado) belum maksimal lantaran bencana alam Januari lalu," katanya.
"Jika hal ini tak secepatnya dioptimalkan, tak menutup kemungkinan Sulut akan mengalami inflasi tinggi di Juni ini, bahkan bulan-bulan berikutnya, belum lagi tarif listrik yang sudah naik," imbuh Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Manado (Unima) ini.
Kepala Kantor BI Perwakilan Sulut Luctor Tapiheru mengaku, jika April lalu Kota Manado mengalami deflasi 0,15%. Juni ini kemungkinan besar akan terjadi inflasi lebih tinggi lagi. "Faktor pemicu inflasi Juni ini adalah puasa dan liburan sekolah," jelasnya, Selasa (3/6/2014).
Secara psikologis pasti akan terjadi peningkatan permintaan kebutuhan, hal ini bisa memacu inflasi jika stok berkurang. Namun BI akan tetap berusaha untuk terus melakukan koordinasi pada tim pengendali inflasi daerah (TPID).
Sulut kata dia, adalah satu-satunya provinsi terunik di Indonesia, sebab sebagian besar penyumbang inflasinya adalah komoditas cabai. "Kebiasaan masyarakat Sulut mengonsumsi cabai secara berlebihan sulit dihilangkan. Cabai sepertinya sudah masuk makanan pokok warga Nyiur Melambai," ujarnya.
Untuk menekan inflasi cabai, lanjut dia, BI membentuk 'kabupaten cabai' di Minahasa. Selanjutnya, 14 kabupaten kota lainnya, pun direncanakan demikian.
Senada yang dikatakan Kepala BPS Sulut Faizal Anwar, Juni ini Sulut kemungkinan terjadi inflasi. "Menghadapi bulan Puasa, menurut pengalaman, tak menutup kemungkinan akan terjadi inflasi, demikian juga pada Natal, dan Tahun Baru nanti," jelas Anwar.
Pemicu terjadinya inflasi Juni mendatang, bisa jadi tran harga cabai. Jika stok cabai berkurang sedikit, bisa memicu kenaikan harga. Namun jika, pasokan cabai ke Sulut dari Gorontalo, Surabaya, dan Makassar lancar, kemungkinan kecil tak terjadi inflasi.
Cabai dari bulan bahkan pada tahun sebelumnya kerap menjadi trand utama penyumbang inflasi. Mei lalu, justru sebaliknya, cabai menyumbang 0,53% deflasi.
"Cabai mengalami deflasi lantaran, harga cabai pada Mei lalu berada dikisaran Rp36.000 per kilogram (kg), dibanding bulan sebelumnya menyentuh harga antara Rp70.000-Rp80.000 per kg," jelasnya.
Kelompok yang mengalami inflasi lainnya adalah sayur-sayuran 19,29% dan sub kelompok daging dan hasil-hasilnya 0,89%. "Intinya inflasi terjadi di Sulut itu sebagian besar dipengaruhi tingginya tingkat konsumsi, lantaran orang Sulut sebagian besar hobbi makan," pungkasnya.
Menanggapi hal demikian, Pemerhati Ekonomi Sulut Prof Robert Winerungan mengatakan, inflasi bisa terjadi di Sulut jika pasokan kurang, permintaan membengkak.
"Sulut mayoritas Kristen, pedagang siapa yang tidak tergiur menjual barang/komoditasnya di luar Sulut, apalagi harga di luar Sulut jelan puasa ini sangat menjanjikan," akunya.
Pemeritah kata dia, jangan hanya melihat stok dan harga. Tapi yang menjadi fenomena saat ini adalah infstruktur jalan dan Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Jalan dan BBM adalah nafas utama untuk kelancaran distribusi. Apalagi saat ini, kondisi jalan ke sentra bisnis Sulut (Manado) belum maksimal lantaran bencana alam Januari lalu," katanya.
"Jika hal ini tak secepatnya dioptimalkan, tak menutup kemungkinan Sulut akan mengalami inflasi tinggi di Juni ini, bahkan bulan-bulan berikutnya, belum lagi tarif listrik yang sudah naik," imbuh Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Manado (Unima) ini.
(gpr)