Pelabuhan Batu Bara Perlu Dipertimbangkan
A
A
A
JAKARTA - Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) meminta pemerintah mempertimbangkan kembali rencana penetapan 14 titik pelabuhan di Sumatera dan Kalimantan sebagai jalur distribusi utama ekspor batu bara.
Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhapi Budi Santoso mengatakan, rencana pemerintah menertibkan pelabuhan untuk transportasi batu bara harus mempertimbangkan berbagai aspek.
Pertama, pemerintah harus melihat apakah pelabuhan yang ada memilki izin atau tidak, kedua apakah ekspor itu sendiri atau umum. "Selain itu yang ketiga harus dikaitkan dengan biaya shipping-nya," kata dia, di Jakarta, Kamis (5/6/2014).
Budi menjelaskan, penertiban pelabuhan ekspor batu bara harus mempertimbangkan ketiga aspek itu terlebih dahulu. Lantaran jika tidak maka akan merugikan perusahaan tambang.
"Tanpa mempertimbangkan biaya yang muncul untuk pengapalan akan merugikan perusahaan tambang itu sendiri," ujarnya.
Sebaiknya, lanjut Budi, penerintah saat ini lebih meningkatkan pengawasan ketimbang buru-buru membuat pelabuhan khusus batu bara. "Mekanisme pengawasan dan pemantauan yang harus lebih ditingkatkan," katanya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Sukhyar mengungkapkan, saat ini pemerintah kesulitan mendata pelabuhan yang sudah beroperasi. Hampir seluruh perusahaan tambang batu bara memiliki pelabuhan untuk mengangkut batu bara.
"Kita kesulitan untuk pendataan, terutama bea cukai yang berwenang dalam penarikan royalti batu bara, sehingga banyak batu bara ilegal," ungkap Sukhyar.
Dia mengatakan, atas pertimbangan tersebut pemerintah akan menertibkan pelabuhan jalur distribusi perdagangan batu bara. Pemerintah akan menetapkan 14 pelabuhan yang akan ditunjuk sebagai lokasi untuk ekspor batu bara.
Pelabuhan yang ditunjuk masing-masing tujuh pelabuhan di Kalimantan dan tujuh pelabuhan lainnya di Sumatera. "Setiap ekspor batu bara harus melewati pelabuhan tersebut," jelasnya.
Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhapi Budi Santoso mengatakan, rencana pemerintah menertibkan pelabuhan untuk transportasi batu bara harus mempertimbangkan berbagai aspek.
Pertama, pemerintah harus melihat apakah pelabuhan yang ada memilki izin atau tidak, kedua apakah ekspor itu sendiri atau umum. "Selain itu yang ketiga harus dikaitkan dengan biaya shipping-nya," kata dia, di Jakarta, Kamis (5/6/2014).
Budi menjelaskan, penertiban pelabuhan ekspor batu bara harus mempertimbangkan ketiga aspek itu terlebih dahulu. Lantaran jika tidak maka akan merugikan perusahaan tambang.
"Tanpa mempertimbangkan biaya yang muncul untuk pengapalan akan merugikan perusahaan tambang itu sendiri," ujarnya.
Sebaiknya, lanjut Budi, penerintah saat ini lebih meningkatkan pengawasan ketimbang buru-buru membuat pelabuhan khusus batu bara. "Mekanisme pengawasan dan pemantauan yang harus lebih ditingkatkan," katanya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Sukhyar mengungkapkan, saat ini pemerintah kesulitan mendata pelabuhan yang sudah beroperasi. Hampir seluruh perusahaan tambang batu bara memiliki pelabuhan untuk mengangkut batu bara.
"Kita kesulitan untuk pendataan, terutama bea cukai yang berwenang dalam penarikan royalti batu bara, sehingga banyak batu bara ilegal," ungkap Sukhyar.
Dia mengatakan, atas pertimbangan tersebut pemerintah akan menertibkan pelabuhan jalur distribusi perdagangan batu bara. Pemerintah akan menetapkan 14 pelabuhan yang akan ditunjuk sebagai lokasi untuk ekspor batu bara.
Pelabuhan yang ditunjuk masing-masing tujuh pelabuhan di Kalimantan dan tujuh pelabuhan lainnya di Sumatera. "Setiap ekspor batu bara harus melewati pelabuhan tersebut," jelasnya.
(gpr)