Pengusaha Cemaskan Kebijakan Pendekatan Tarif Pelabuhan
A
A
A
JAKARTA - Pelaku usaha mempertanyakan kebijakan logistik kepelabuhanan yang cenderung memprioritaskan pendekatan tarif dalam mengatasi hambatan arus barang.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai, kondisi tersebut tidak mendukung pengembangan perekonomian nasional melalui penurunan biaya logistik.
Wakil Ketua Komite Tetap bidang Kebijakan Publik Kadin Indonesia Iskandar Zulkarnain mengatakan, pihaknya sudah mengamati adanya kebijakan pendekatan tarif dalam mengatasi masalah ekonomi logistik, khususnya sektor kepelabuhanan di Indonesia.
Menurutnya, kebijakan ini sudah dilakukan sejak beberapa tahun terakhir, sehingga berimplikasi terhadap kenaikan biaya-biaya pengiriman barang, baik domestik maupun internasional.
Padahal, lanjut dia, biaya-biaya tersebut berimplikasi terhadap kepentingan publik. Contohnya, kebijakan pendekatan tariff terhadap masalah dwelling time (waktu tunggu barang) di Pelabuhan Tanjung Priok yang sempat memburuk pada 2013.
Saat itu, biaya penumpukan peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok dinaikkan secara progresif tetapi signifikan. Setelah tarif meningkat drastis, kondisi Pelabuhan Tanjung Priok tidak mengalami perubahan signifikan meski dwelling time diklaim menurun.
"Tarif pengiriman barang sudah terlanjur mahal akibat dari tarif pelabuhan meningkat. Sementara Pelabuhan Tanjung Priok belum juga bisa keluar dari lingkaran masalahnya," kata dia dalam rilisnya, Jumat (6/6/2014).
Bahkan, kata Iskandar dalam situasi pelayanan yang masih sama, operator pelabuhan Tanjung Priok mengusulkan kenaikan Container Handling Charge (CHC) kepada Kementerian Perhubungan sebesar 10%.
Hal tersebut justru kontradiktif dengan rencana besar pemerintah untuk menurunkan biaya logistik nasional yang masih boros (26% terhadap PDB).
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai, kondisi tersebut tidak mendukung pengembangan perekonomian nasional melalui penurunan biaya logistik.
Wakil Ketua Komite Tetap bidang Kebijakan Publik Kadin Indonesia Iskandar Zulkarnain mengatakan, pihaknya sudah mengamati adanya kebijakan pendekatan tarif dalam mengatasi masalah ekonomi logistik, khususnya sektor kepelabuhanan di Indonesia.
Menurutnya, kebijakan ini sudah dilakukan sejak beberapa tahun terakhir, sehingga berimplikasi terhadap kenaikan biaya-biaya pengiriman barang, baik domestik maupun internasional.
Padahal, lanjut dia, biaya-biaya tersebut berimplikasi terhadap kepentingan publik. Contohnya, kebijakan pendekatan tariff terhadap masalah dwelling time (waktu tunggu barang) di Pelabuhan Tanjung Priok yang sempat memburuk pada 2013.
Saat itu, biaya penumpukan peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok dinaikkan secara progresif tetapi signifikan. Setelah tarif meningkat drastis, kondisi Pelabuhan Tanjung Priok tidak mengalami perubahan signifikan meski dwelling time diklaim menurun.
"Tarif pengiriman barang sudah terlanjur mahal akibat dari tarif pelabuhan meningkat. Sementara Pelabuhan Tanjung Priok belum juga bisa keluar dari lingkaran masalahnya," kata dia dalam rilisnya, Jumat (6/6/2014).
Bahkan, kata Iskandar dalam situasi pelayanan yang masih sama, operator pelabuhan Tanjung Priok mengusulkan kenaikan Container Handling Charge (CHC) kepada Kementerian Perhubungan sebesar 10%.
Hal tersebut justru kontradiktif dengan rencana besar pemerintah untuk menurunkan biaya logistik nasional yang masih boros (26% terhadap PDB).
(izz)