Wamendag: Minyak Sawit Juga Sebagai Pengentas Kemiskinan
A
A
A
JAKARTA - Dalam kunjungan kerja ke London, Inggris, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, berkesempatan menyampaikan pandangannya pada pertemuan tahunan European Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) beberapa waktu lalu di London.
Pertemuan yang dihadiri oleh lebih dari 100 anggota RSPO ini mengambil tema “100% Certified Sustainable Palm Oil: Our Shared Responsibility”.
Sebagai produsen dan eksportir terbesar minyak sawit dunia, Wamendag menekankan kembali pentingnya minyak sawit bagi Indonesia, sebagaimana pentingnya industri Airbus di Perancis, otomotif di Jerman, atau jasa keuangan di Inggris.
“Minyak sawit bagi Indonesia tidak hanya penting bagi perekonomian nasional, namun menjadi sarana pula bagi pengentasan kemiskinan, pembangunan pedesaan dan sumber mata pencaharian bagi petani,” jelas Bayu dalam siaran persnya, Sabtu (7/6/2014).
Bayu juga menjelaskan bahwa,RSPO merupakan salah satu jenis dari beragam sertifikasi minyak sawit yang keberterimaannya paling tinggi di pasar ekspor. Walaupun demikian, tercatat baru 16% dari produksi minyak sawit dunia memiliki sertifikasi RSPO.
“Dari 9,7 juta ton minyak sawit yang bersertifikasi RSPO, Indonesia menyumbang sekitar 48% atau 4,6 juta ton produksi minyak sawit bersertifikasi (certified sustainable palm oil/CSPO) RSPO," jelas Wamendag.
Namun, RSPO bersifat sukarela. Untuk mendukung komitmen Indonesia terhadap produksi minyak sawit berkelanjutan, maka diimplementasikan regulasi yang mewajibkan perkebunan kelapa sawit di Indonesia untuk memiliki sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) paling lambat 2014.
“Melalui ISPO, target jangka menengah Indonesia untuk dapat mengekspor 100% produksi CSPO diyakini dapat dicapai dalam jangka pendek," ungkap Bayu.
Pertemuan yang dihadiri oleh lebih dari 100 anggota RSPO ini mengambil tema “100% Certified Sustainable Palm Oil: Our Shared Responsibility”.
Sebagai produsen dan eksportir terbesar minyak sawit dunia, Wamendag menekankan kembali pentingnya minyak sawit bagi Indonesia, sebagaimana pentingnya industri Airbus di Perancis, otomotif di Jerman, atau jasa keuangan di Inggris.
“Minyak sawit bagi Indonesia tidak hanya penting bagi perekonomian nasional, namun menjadi sarana pula bagi pengentasan kemiskinan, pembangunan pedesaan dan sumber mata pencaharian bagi petani,” jelas Bayu dalam siaran persnya, Sabtu (7/6/2014).
Bayu juga menjelaskan bahwa,RSPO merupakan salah satu jenis dari beragam sertifikasi minyak sawit yang keberterimaannya paling tinggi di pasar ekspor. Walaupun demikian, tercatat baru 16% dari produksi minyak sawit dunia memiliki sertifikasi RSPO.
“Dari 9,7 juta ton minyak sawit yang bersertifikasi RSPO, Indonesia menyumbang sekitar 48% atau 4,6 juta ton produksi minyak sawit bersertifikasi (certified sustainable palm oil/CSPO) RSPO," jelas Wamendag.
Namun, RSPO bersifat sukarela. Untuk mendukung komitmen Indonesia terhadap produksi minyak sawit berkelanjutan, maka diimplementasikan regulasi yang mewajibkan perkebunan kelapa sawit di Indonesia untuk memiliki sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) paling lambat 2014.
“Melalui ISPO, target jangka menengah Indonesia untuk dapat mengekspor 100% produksi CSPO diyakini dapat dicapai dalam jangka pendek," ungkap Bayu.
(gpr)