Hipmi Jaya Dukung UKM Masuk Mal
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPD Hipmi) Jakarta Jaya menyambut baik rencana Plt Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk mewajibkan mal mengakomodasi produk UKM.
Selama ini memang perlu diakui bahwa UKM mengalami kesulitan untuk bisa mengakses pasar mal. "UKM memang sulit bisa menjangkau pasar modern. Ini terobosan bagus bagi UKM di Jakarta pada khususnya," ungkap Ketua Umum BPD Hipmi Jaya Iskandarsyah Rama Datau, Rabu (11/6/2014).
Namun, untuk mewujudkan hal tersebut bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Saat ini daya saing produk UKM masih sangat variatif.
"Sektor UKM harus didorong untuk mampu bersaing. Jangan sampai kalau sudah difasilitasi, barang yang masuk kualitasnya tidak beda dengan kualitas pasar tradisional," ujarnya.
Karena itu, perlu ada pendampingan dari Dinas Koperasi dan UKM tentang standarisasi kualitas produk UKM. "Akses pasar merupakan salah satu bentuk affirmative action. Ditambah dengan pendampingan kualitas produk, maka akan menjaga kelangsungan UKM untuk bersaing dalam AEC 2015," kata dia.
Hipmi Jaya mengusulkan sebelum produk UKM dipaksakan masuk di mal, para pelaku UKM harus diberikan pelatihan atau pembinaan agar produk mereka bisa di beli para pengunjung mal dan dapat bersaing dengan prduk yang ada di mal itu.
Salah satu pembinaan yang bisa di berikan misalnya packaging. "Di kita itu banyak produk dari makanan jajanan yang sangat enak dan diminati pasar. Seperti dodol, semprong dan lain-lain. Tetapi karena kemasannya kurang menarik akhirnya pelanggan lebih memilih produk luar negeri/impor yang kemasannya lebih menarik," ujarnya.
Rama mencontohkan kalau di Jepang banyak kue yang sebenernya menyerupai kue-kue jajanan pasar di Indonesai. Bahkan dari segi rasa justru jajanan pasar di Indonesia lebih menarik. Namun, karena kita tidak dikemas menarik akhirnya menurunkan minat pasar untuk membelinya.
"Karena itu, Hipmi Jaya siap membantu pemerintah DKI dalam hal memberikan pelatihan dan pembinaan UKM. Contoh kecil dengan memberikan pemahaman tidak lagi menggunakan plastik kresek sebagai pembungkus, namun dengan kemasan yang lebih menarik," paparnya.
Ketua Bidang UMKM dan Koperasi BPD Hipmi Jaya Zack Sumendap mengatakan, salah satu kesulitan sektor UKM masuk pasar modern bukan hanya disebabkan kualitas produk, namun juga dikarenakan sewa tenant yang terlalu tinggi.
"Untuk masuk ke mal bukan perkara mudah bagi UKM. Modal menjadi perkara tersendiri bagi UKM. Pasalnya mal juga tidak bisa mengorbankan keuntungannya, hanya semata-mata untuk mewadahi UKM. Mal memiliki standar operasi mal tersendiri," ungkap Zack.
Karenanya, BPD Hipmi Jaya mengharapkan adanya alternatif solusi pembiayaan bagi sektor UKM untuk melakukan ekspansi ke pasar modern. "UKM bisa dijadikan sebagai anak asuh pasar modern. Atau memfasilitasi UKM masuk ke mal bisa dijadikan program CSR bagi para pemilik pusat perbelanjaan modern," ujarnya.
Namun, untuk mendesak terwujudnya hal tersebut, harus ada payung hukum jelas yang bisa mewadahi kepentingan pusat perbelanjaan modern dan pengusaha UKM.
"Jangan sampai pemprov ada program bagus, namun tidak bisa diimplementasikan. Jangan sampai kerja sama UKM dengan Mal memberatkan salah satu pihak. Jika itu terjadi maka kerja sama yang ada bukanlah solusi jangka panjang, namun hanya kebijakan sebentar yang akan menimbulkan permasalahan baru di masa datang," pungkas dia.
Selama ini memang perlu diakui bahwa UKM mengalami kesulitan untuk bisa mengakses pasar mal. "UKM memang sulit bisa menjangkau pasar modern. Ini terobosan bagus bagi UKM di Jakarta pada khususnya," ungkap Ketua Umum BPD Hipmi Jaya Iskandarsyah Rama Datau, Rabu (11/6/2014).
Namun, untuk mewujudkan hal tersebut bukanlah semudah membalikkan telapak tangan. Saat ini daya saing produk UKM masih sangat variatif.
"Sektor UKM harus didorong untuk mampu bersaing. Jangan sampai kalau sudah difasilitasi, barang yang masuk kualitasnya tidak beda dengan kualitas pasar tradisional," ujarnya.
Karena itu, perlu ada pendampingan dari Dinas Koperasi dan UKM tentang standarisasi kualitas produk UKM. "Akses pasar merupakan salah satu bentuk affirmative action. Ditambah dengan pendampingan kualitas produk, maka akan menjaga kelangsungan UKM untuk bersaing dalam AEC 2015," kata dia.
Hipmi Jaya mengusulkan sebelum produk UKM dipaksakan masuk di mal, para pelaku UKM harus diberikan pelatihan atau pembinaan agar produk mereka bisa di beli para pengunjung mal dan dapat bersaing dengan prduk yang ada di mal itu.
Salah satu pembinaan yang bisa di berikan misalnya packaging. "Di kita itu banyak produk dari makanan jajanan yang sangat enak dan diminati pasar. Seperti dodol, semprong dan lain-lain. Tetapi karena kemasannya kurang menarik akhirnya pelanggan lebih memilih produk luar negeri/impor yang kemasannya lebih menarik," ujarnya.
Rama mencontohkan kalau di Jepang banyak kue yang sebenernya menyerupai kue-kue jajanan pasar di Indonesai. Bahkan dari segi rasa justru jajanan pasar di Indonesia lebih menarik. Namun, karena kita tidak dikemas menarik akhirnya menurunkan minat pasar untuk membelinya.
"Karena itu, Hipmi Jaya siap membantu pemerintah DKI dalam hal memberikan pelatihan dan pembinaan UKM. Contoh kecil dengan memberikan pemahaman tidak lagi menggunakan plastik kresek sebagai pembungkus, namun dengan kemasan yang lebih menarik," paparnya.
Ketua Bidang UMKM dan Koperasi BPD Hipmi Jaya Zack Sumendap mengatakan, salah satu kesulitan sektor UKM masuk pasar modern bukan hanya disebabkan kualitas produk, namun juga dikarenakan sewa tenant yang terlalu tinggi.
"Untuk masuk ke mal bukan perkara mudah bagi UKM. Modal menjadi perkara tersendiri bagi UKM. Pasalnya mal juga tidak bisa mengorbankan keuntungannya, hanya semata-mata untuk mewadahi UKM. Mal memiliki standar operasi mal tersendiri," ungkap Zack.
Karenanya, BPD Hipmi Jaya mengharapkan adanya alternatif solusi pembiayaan bagi sektor UKM untuk melakukan ekspansi ke pasar modern. "UKM bisa dijadikan sebagai anak asuh pasar modern. Atau memfasilitasi UKM masuk ke mal bisa dijadikan program CSR bagi para pemilik pusat perbelanjaan modern," ujarnya.
Namun, untuk mendesak terwujudnya hal tersebut, harus ada payung hukum jelas yang bisa mewadahi kepentingan pusat perbelanjaan modern dan pengusaha UKM.
"Jangan sampai pemprov ada program bagus, namun tidak bisa diimplementasikan. Jangan sampai kerja sama UKM dengan Mal memberatkan salah satu pihak. Jika itu terjadi maka kerja sama yang ada bukanlah solusi jangka panjang, namun hanya kebijakan sebentar yang akan menimbulkan permasalahan baru di masa datang," pungkas dia.
(izz)