Inalum Utamakan Pembangunan PLTA
A
A
A
JAKARTA - PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) akan menggenjot pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Hal ini agar target peningkatan kapasitas produksi aluminiun ingot sebesar 500 ribu ton pada 2019 bisa terealisasi.
Direktur Utama Inalum Winardi mengatakan, untuk pembangunan PLTA dengan kapasitas produksi listrik sebesar 600 MW ini, diperkirakan membutuhkan dana sebesar USD700 juta.
Dia menyatakan, alasan perusahaan untuk mendahulukan pembangunan pembangkit listik ini karena proses pembangunannya paling memakan waktu jika dibandingkan dengan membangun pelabuhan atau smelter yang juga masuk dalam rencana pengembangan perusahaan.
"Yang paling lama pembangunannya itu kan pembangkit listrik, sekitar 36 bulan. Tahun depan paling tidak kita sudah mulai memilih kontraktornya. Itu prioritas utama," ujarnya di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2014).
Semantara, untuk pembangunan pelabuhan dan smelter akan dilakukan setelah pembangunan pembangkit listrik berjalan. "Kalau pelabuhan sebenarnya relatif cepat ya, bisa nanti sambil jalan PLTU-nya. Smelter juga relatif cepat. Itu (smelter) nanti belakangan karena smelter itu paling dua tahun," lanjutnya.
Winardi mengungkapkan pentingnya pasokan listrik bagi Inalum karena produksi aluminium ingot yang dihasilkan akan tergantung dari kuat arus yang digunakan. Saat ini kuat arus yang digunakan untuk produksi mencapai 205 kilo ampere.
"Padahal desainnya dulu kan hanya 175 kilo ampere. Pelan-pelan kita naikkan. Kita kan punya 3 line, 3 jalur, ada gedung 1, gedung 2, gedung 3. Yang gedung 1 kita sudah sampai 205 kilo ampere. Itu bertahap nanti kita naikkan. Kalau bisa sampai 225 kilo ampere, 3 gedung itu semua, kita bisa mencapai 300 ribu ton per tahun (kapasitas produksi)," jelasnya.
Selain itu, dengan pembangunan pembangkit listrik ini, perusahaan tidak perlu terganggu dengan kenaikan tarif listrik yang diputuskan pemerintah.
"Kita kan punya PLTA sendiri, jadi kita memiliki PLTA untuk kebutuhan kita sendiri. Eksesnya itu kita kirim, kita pasok ke PLN," pungkas Winardi.
Direktur Utama Inalum Winardi mengatakan, untuk pembangunan PLTA dengan kapasitas produksi listrik sebesar 600 MW ini, diperkirakan membutuhkan dana sebesar USD700 juta.
Dia menyatakan, alasan perusahaan untuk mendahulukan pembangunan pembangkit listik ini karena proses pembangunannya paling memakan waktu jika dibandingkan dengan membangun pelabuhan atau smelter yang juga masuk dalam rencana pengembangan perusahaan.
"Yang paling lama pembangunannya itu kan pembangkit listrik, sekitar 36 bulan. Tahun depan paling tidak kita sudah mulai memilih kontraktornya. Itu prioritas utama," ujarnya di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2014).
Semantara, untuk pembangunan pelabuhan dan smelter akan dilakukan setelah pembangunan pembangkit listrik berjalan. "Kalau pelabuhan sebenarnya relatif cepat ya, bisa nanti sambil jalan PLTU-nya. Smelter juga relatif cepat. Itu (smelter) nanti belakangan karena smelter itu paling dua tahun," lanjutnya.
Winardi mengungkapkan pentingnya pasokan listrik bagi Inalum karena produksi aluminium ingot yang dihasilkan akan tergantung dari kuat arus yang digunakan. Saat ini kuat arus yang digunakan untuk produksi mencapai 205 kilo ampere.
"Padahal desainnya dulu kan hanya 175 kilo ampere. Pelan-pelan kita naikkan. Kita kan punya 3 line, 3 jalur, ada gedung 1, gedung 2, gedung 3. Yang gedung 1 kita sudah sampai 205 kilo ampere. Itu bertahap nanti kita naikkan. Kalau bisa sampai 225 kilo ampere, 3 gedung itu semua, kita bisa mencapai 300 ribu ton per tahun (kapasitas produksi)," jelasnya.
Selain itu, dengan pembangunan pembangkit listrik ini, perusahaan tidak perlu terganggu dengan kenaikan tarif listrik yang diputuskan pemerintah.
"Kita kan punya PLTA sendiri, jadi kita memiliki PLTA untuk kebutuhan kita sendiri. Eksesnya itu kita kirim, kita pasok ke PLN," pungkas Winardi.
(izz)