Pasangan Capres Diminta Perhatikan Masalah Energi

Jum'at, 20 Juni 2014 - 14:43 WIB
Pasangan Capres Diminta Perhatikan Masalah Energi
Pasangan Capres Diminta Perhatikan Masalah Energi
A A A
JAKARTA - Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) menyarankan kepada masyarakat agar memilih calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang berkomitmen membangun kilang minyak untuk mewujudkan ketahanan energi nasional.

Direktur Puskepi Sofyano Zakaria mengatakan, kilang minyak sebagai pondasi ketahanan energi nasional dalam rangka menekan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) yang selama ini sebagai biang kerok penggerus APBN menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan presiden baru.

"Sampai saat ini belum mendapat perhatian serius dari kedua pasangan calon. Padahal, kilang BBM sebagai penopang ketahan energi merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi yang saat ini sedang digembar gemborkan," kata dia, Jakarta, Jumat (20/6/2014).

Menurutnya, pembangunan kilang terakhir sejak 1990. Setelah itu, tidak ada lagi progres serius pembangunan kilang.

"Jangan dilihat dari nilai keekonomian atau keuntungan bagi investor saja, tapi harus diutamakan sebagai upaya untuk ketahanan energi Indonesia. Sehingga tergantung dengan negara lain dan menekanlarinya devisa ke luar negeri serta mengurangi pengangguran," kata dia.

Seharusnya, lanjut Sofyano, pemerintah iri dengan Singapura yang tidak memiliki sumur minyak tapi mempunyai banyak kilang BBM. Namun yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya harus membeli BBM dari Singapura.

"Artinya, kebutuhan BBM kita terus bergantung dengan luar yang dibeli NOC (National Oil Company) dan menimbulkan dugaan BBM kita dikuasai mafia. Tapi anehnya kemudian yang menjadi sasaran tembak adalah Pertamina bukan pemerintah," ujarnya.

Sofyano menjelaskan, untuk membangun kilang membutuhkan dana besar. Peramina tidak mungkin bisa mewujudkan pembangunan kilang jika pemerintah tidak memberikan dorongan dan persetujuan.

Adapun kapasitas kilang saat ini sekitar 1,2 juta barel per hari (bph). Sementara produksi minyak Indonesia yang dapat diolah di kilang dalam negeri hanya sekitar 649.000 bph masih jauh di bawah konsumsi bahan bakar domestik sekitar 1,5 juta bph.

Bahkan, dibandingkan Malaysia, produksi BBM dari kilang Indonesia masih lebih rendah. Malaysia kini mampu memproduksi di atas 800.000 bph, padahal tingkat konsumsi BBMnya hanya sekitar 600.000 bph.

"Untuk itu, sebenarnya sudah tidak ada alasan lagi proyek pembangunan kilang di dalam negeri kembali tertunda atau mengalami kendala teknis. Misalnya, rencana pembangunan kilang baru di Bontang, Kalimantan Timur yang saat ini masih dalam proses harus bisa direalisasikan," katanya.

Selain itu, mendesaknya pembangunan kilang mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diiringi dengan tingginya konsumsi BBM. Kondisi itu harus segera disikapi serius dan diselesaikan oleh pemerintahan baru hasil Pilpres 2014.

"Berdasarkan BPS, Indonesia mengimpor minyak pada Maret 2014 sebesar 2,3 miliar atau naik 11,51% atau USD3 juta, dibandingkan dengan Februari 2014 yang mencapai USD2 miliar sehingga akan terus menggrogoti ketahanan ekonomi negara," katanya.

Dia mengatakan, harapan rakyat bertumpu kepada pemimpin baru hasil Pilpres 9 Juli 2014, yang mungkin dapat merealisasikan pembangunan kilang baru di dalam negeri.

"Kemandirian energi dan martabat bangsa, hendaknya tidak hanya pemanis kampanye para capres. Tetapi akan ditinggalkan ketika mereka terpilih," pungkasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7776 seconds (0.1#10.140)