Bank BJB Teken Kerja Sama dengan BPKP
A
A
A
BANDUNG - Guna menjadikan perusahaan yang bersih dan terus meningkatkan kinerja serta performa, PT Bank Pembangunan Daerah Jabar-Banten Tbk (BJBR) bekerja sama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan (BPKP) Provinsi Jawa Barat.
Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman mengenai Pengembangan, Penerapan dan Penguatan Tata Kelola Perusahaan yang baik.
Upaya ini dilakukan bank BJB untuk terus berusaha keras guna mewujudkan skema good corporate govermance (GCG). Sebelumnya, perbankan milik BUMD ini juga menjalin kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tujuannya sebagai langkah antisipasi terjadinya praktik gratifikasi, sekaligus meningkatkan citra dan kinerja perbankan yang berkantor pusat di Jalan Naripan Bandung tersebut.
Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Bank BJB, Zaenal Aripin, yang menandatangani MoU itu mengatakan, pihaknya menggandeng BPKP sebagai bentuk tanggung jawab kepada publik terhadap setiap yang dilaksanakan BJB.
"Kami tidak hanya harus memberikan laporan pertanggungjawaban di hadapan para pemegang saham, tetapi juga kepada publik dan seluruh stakeholder. Karena kami merupakan perbankan milik publik," tutur Zaenal selepas penandatanganan MoU akhir pekan lalu.
Zaenal mengatakan, ruang lingkup kerja sama antara Bank BJB dengan BPKP Perwakilan Jawa Barat meliputi bantuan pelaksanaan audit, evaluasi/assesment, dan pemberian pendapat professional lainnya.
"Kemudian bantuan bimbingan teknis/asistensi pengembangan dan penerapan perangkat manajerial. Serta bantuan lainnya berupa bimbingan teknis di bidang pengawasan, evaluasi dan pembangunan struktur pengendalian internal, kajian atau analisa sebagai second opinion," sambung dia.
Saat ini, Bank BJB sudah termasuk bank dengan kategori BUKU 3. Pada akhir 2013 modal inti bank BJB tumbuh 16,8% menjadi Rp5,34 triliun. Seiring peningkatan tersebut, Zaenal berharap, bank BJB dapat meningkatkan pula bisnis proses yang telah dimiliki terutama peningkatan pengelolaan perusahaan secara GCG.
Kepala perwakilan BPKP Jabar, Hamonangan Simarmata, mengingatkan, jangan sampai penandatangan MoU ini hanya terbatas pada penandatanganan tanpa implementasi.
"Selama ini banyak MoU yang ditandatangani oleh pihak satu dan dua, namun adakalanya hanya masuk laci. Harapannya MoU dengan bank BJB ini bisa diimplementasikan," ujarnya.
Kerja sama ini, kata dia, memerlukan komitmen di antara kedua belah pihak. Implementasinya bukan hanya dengan direktur, tetapi merupakan tanggung jawab bersama, sehingga menghasilkan yang lebih baik di masa mendatang.
Sementara itu, Deputi Kepala Bidang Akuntan Negara BPKP Gatot Darmasto mengatakan, seringkali terjadinya kekeliruan dalam lembaga BUMD terjadi karena lemahnya pengendalian, tidak mematuhi peraturan perundang-undangan, tidak efisien dalam pengoperasiannya, dan pelanggaran administratif.
Kerja sama ini, kata dia, untuk membantu aparat penegak hukum dalam pencegahan terjadinya tindak pindana korupsi dan sejenisnya. Gatot menyebutkan, hasil investigasi yang dilakukan sejak 2005-Mei 2014 menunjukkan, sekitar 184 kasus yang terjadi pada lingkungan BUMD.
"Taksiran nilai kerugian negara Rp85,94 miliar, USD48,5 juta. Kami sudah memberikan semua temuan ini kepada aparat penegak hukum. Karena, kerja sama ini merupakan hal positif. Kami ingin ada evaluasi MoU ini secara periodik," terangnya.
Hal ini, lanjut dia, karena dalam beberapa kasus, penandatanganan MoU hanya untuk kepentingan tertentu. Ini agar tata kelola Bank BJB menjadi semakin baik, sehingga kinerjanya terus meningkat," pungkas Gatot.
Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman mengenai Pengembangan, Penerapan dan Penguatan Tata Kelola Perusahaan yang baik.
Upaya ini dilakukan bank BJB untuk terus berusaha keras guna mewujudkan skema good corporate govermance (GCG). Sebelumnya, perbankan milik BUMD ini juga menjalin kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tujuannya sebagai langkah antisipasi terjadinya praktik gratifikasi, sekaligus meningkatkan citra dan kinerja perbankan yang berkantor pusat di Jalan Naripan Bandung tersebut.
Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Bank BJB, Zaenal Aripin, yang menandatangani MoU itu mengatakan, pihaknya menggandeng BPKP sebagai bentuk tanggung jawab kepada publik terhadap setiap yang dilaksanakan BJB.
"Kami tidak hanya harus memberikan laporan pertanggungjawaban di hadapan para pemegang saham, tetapi juga kepada publik dan seluruh stakeholder. Karena kami merupakan perbankan milik publik," tutur Zaenal selepas penandatanganan MoU akhir pekan lalu.
Zaenal mengatakan, ruang lingkup kerja sama antara Bank BJB dengan BPKP Perwakilan Jawa Barat meliputi bantuan pelaksanaan audit, evaluasi/assesment, dan pemberian pendapat professional lainnya.
"Kemudian bantuan bimbingan teknis/asistensi pengembangan dan penerapan perangkat manajerial. Serta bantuan lainnya berupa bimbingan teknis di bidang pengawasan, evaluasi dan pembangunan struktur pengendalian internal, kajian atau analisa sebagai second opinion," sambung dia.
Saat ini, Bank BJB sudah termasuk bank dengan kategori BUKU 3. Pada akhir 2013 modal inti bank BJB tumbuh 16,8% menjadi Rp5,34 triliun. Seiring peningkatan tersebut, Zaenal berharap, bank BJB dapat meningkatkan pula bisnis proses yang telah dimiliki terutama peningkatan pengelolaan perusahaan secara GCG.
Kepala perwakilan BPKP Jabar, Hamonangan Simarmata, mengingatkan, jangan sampai penandatangan MoU ini hanya terbatas pada penandatanganan tanpa implementasi.
"Selama ini banyak MoU yang ditandatangani oleh pihak satu dan dua, namun adakalanya hanya masuk laci. Harapannya MoU dengan bank BJB ini bisa diimplementasikan," ujarnya.
Kerja sama ini, kata dia, memerlukan komitmen di antara kedua belah pihak. Implementasinya bukan hanya dengan direktur, tetapi merupakan tanggung jawab bersama, sehingga menghasilkan yang lebih baik di masa mendatang.
Sementara itu, Deputi Kepala Bidang Akuntan Negara BPKP Gatot Darmasto mengatakan, seringkali terjadinya kekeliruan dalam lembaga BUMD terjadi karena lemahnya pengendalian, tidak mematuhi peraturan perundang-undangan, tidak efisien dalam pengoperasiannya, dan pelanggaran administratif.
Kerja sama ini, kata dia, untuk membantu aparat penegak hukum dalam pencegahan terjadinya tindak pindana korupsi dan sejenisnya. Gatot menyebutkan, hasil investigasi yang dilakukan sejak 2005-Mei 2014 menunjukkan, sekitar 184 kasus yang terjadi pada lingkungan BUMD.
"Taksiran nilai kerugian negara Rp85,94 miliar, USD48,5 juta. Kami sudah memberikan semua temuan ini kepada aparat penegak hukum. Karena, kerja sama ini merupakan hal positif. Kami ingin ada evaluasi MoU ini secara periodik," terangnya.
Hal ini, lanjut dia, karena dalam beberapa kasus, penandatanganan MoU hanya untuk kepentingan tertentu. Ini agar tata kelola Bank BJB menjadi semakin baik, sehingga kinerjanya terus meningkat," pungkas Gatot.
(izz)