Usaha Ayam Vakum dari Kaki Lima Masuk Supermarket
A
A
A
AYAM merupakan salah satu makanan favorit bagi sebagian banyak orang di Indonesia. Rata-rata masyarakat di tanah air menjadikan ayam sebagai lauk utama dalam keseharian dengan berbagai macam olahan.
Peni Nitigusti, seorang mahasiswi asal Bandung, Jawa Barat, melihat peluang besar ini. Dia sukses mengembangkan usaha orang tuanya dengan membuat produk ayam vakum olahan dari kelas kaki lima ke supermarket.
"Ini awalnya usaha orang tua. Karena orang tua saya kan pedagang kaki lima. Saya berusaha bagaimana caranya meningkatkan produk ayam ini supaya bisa naik kelas," ujarnya kepada Sindonews di Gedung Sindo, belum lama ini.
Peni mengatakan, setelah mendapatkan banyak pelajaran dan pelatihan kiat menjadi entrepreneur, dirinya tahu bagaimana mengolah ayam agar bisa diterima pasar yang lebih besar.
"Dengan adanya pelatihan, saya jadi tahu bagaimana caranya membuat produk ayam menjadi tahan lama dan bisa masuk ke pasar Indonesia yang lebih besar. Misalnya, ayam itu divakum kemudian didistribusikan di seluruh Indonesia," terang gadis berusia 21 tahun ini.
Peni berkisah awal dalam menjalankan usahanya dilakukan sendiri di warung orang tua yang berdiri sejak 1990. Berkat kegigihannya, tahun ini dia berhasil memasukkan produknya ke supermarket Carrefour.
Namun, jalan yang dilaluinya tidak semudah seperti yang dibayangkan. Banyak kendala yang dihadapi gadis berhijab ini, terutama masalah perizinan.
"Kendala awalnya itu terbentur di masalah perizinan. Kita tahu kan perizinan lewat pemerintah agak ribet. Kalau untuk masalah produk, karena kita sudah lama, jadi sudah bisa terkendali. Paling untuk kendala di ayam. Jika barangnya telat dikirim, itu akan mempengaruhi jumlah produksi dan waktu pemasaran," ujarnya.
Jenis ayam yang dipilih Peni adalah pejantan berusia 6 minggu, yang diambil dari peternak-peternak di Bandung. Bermodal awal 200 juta, dia yakin produknya mampu bersaing di pasar besar.
Peni menargetkan penghasilan per bulan produk ayam vakum dihitung per ekor. "Untuk proyeksinya sendiri 100 ekor itu dikali Rp35.000 untuk di warung. Kemudian 100 ekor dikali Rp55.000 untuk masuk Carrefournya, itu per hari. Tinggal dikali saja per bulan. Berarti proyeksi kita sekitar Rp165 juta. Tapi, sekarang di warung itu target kita masih 50 ekor dengan Rp35.000/ekor," jelasnya.
Dalam mempromosikan usaha, Peni memanfaatkan jejaring sosial, seperti Path dan Facebook. Melalui upaya ini, dia mengharapkan, orang-orang terutama ibu-ibu rumahan dapat lebih mengenal produknya.
Peni Nitigusti, seorang mahasiswi asal Bandung, Jawa Barat, melihat peluang besar ini. Dia sukses mengembangkan usaha orang tuanya dengan membuat produk ayam vakum olahan dari kelas kaki lima ke supermarket.
"Ini awalnya usaha orang tua. Karena orang tua saya kan pedagang kaki lima. Saya berusaha bagaimana caranya meningkatkan produk ayam ini supaya bisa naik kelas," ujarnya kepada Sindonews di Gedung Sindo, belum lama ini.
Peni mengatakan, setelah mendapatkan banyak pelajaran dan pelatihan kiat menjadi entrepreneur, dirinya tahu bagaimana mengolah ayam agar bisa diterima pasar yang lebih besar.
"Dengan adanya pelatihan, saya jadi tahu bagaimana caranya membuat produk ayam menjadi tahan lama dan bisa masuk ke pasar Indonesia yang lebih besar. Misalnya, ayam itu divakum kemudian didistribusikan di seluruh Indonesia," terang gadis berusia 21 tahun ini.
Peni berkisah awal dalam menjalankan usahanya dilakukan sendiri di warung orang tua yang berdiri sejak 1990. Berkat kegigihannya, tahun ini dia berhasil memasukkan produknya ke supermarket Carrefour.
Namun, jalan yang dilaluinya tidak semudah seperti yang dibayangkan. Banyak kendala yang dihadapi gadis berhijab ini, terutama masalah perizinan.
"Kendala awalnya itu terbentur di masalah perizinan. Kita tahu kan perizinan lewat pemerintah agak ribet. Kalau untuk masalah produk, karena kita sudah lama, jadi sudah bisa terkendali. Paling untuk kendala di ayam. Jika barangnya telat dikirim, itu akan mempengaruhi jumlah produksi dan waktu pemasaran," ujarnya.
Jenis ayam yang dipilih Peni adalah pejantan berusia 6 minggu, yang diambil dari peternak-peternak di Bandung. Bermodal awal 200 juta, dia yakin produknya mampu bersaing di pasar besar.
Peni menargetkan penghasilan per bulan produk ayam vakum dihitung per ekor. "Untuk proyeksinya sendiri 100 ekor itu dikali Rp35.000 untuk di warung. Kemudian 100 ekor dikali Rp55.000 untuk masuk Carrefournya, itu per hari. Tinggal dikali saja per bulan. Berarti proyeksi kita sekitar Rp165 juta. Tapi, sekarang di warung itu target kita masih 50 ekor dengan Rp35.000/ekor," jelasnya.
Dalam mempromosikan usaha, Peni memanfaatkan jejaring sosial, seperti Path dan Facebook. Melalui upaya ini, dia mengharapkan, orang-orang terutama ibu-ibu rumahan dapat lebih mengenal produknya.
(dmd)