Peraturan Peminjaman Luar Negeri Swasta Masih Digodok
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) masih menggodok peraturan mengenai proses peminjaman luar negeri untuk perusahaan swasta.
" Bank Indonesia (BI) dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang membahas bersama-bersama tentang pola, ini masih dalam proses pembahasan," ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri di Kantor Kemenkeu Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, perusahaan swasta tidak dapat menggunakan mekanisme Pinjaman Komersil Luar Negeri (PKLN), seperti yang dilakukan perusahaan berplat merah di Indonesia.
Dia mencontohkan, peraturan tata Cara peminjaman utang luar negeri untuk perusahaan swasta dapat mencontoh dan melakukan perbandingan peraturan yang ada di negara-negara di Asia.
"Cara yang paling baik adalah dibuat peraturan, dibuat perbandingan dengan negara lain. Apa model seperti Korea, Singapura atau dimana dibuat ratio ini kemudian nanti dpelajari dimana mekanismenya mudah dan tidak rumit," tutur Chatib.
Chatib menuturkan, utang yang berbahaya adalah ketika utang luar negeri tersebut digunakan untuk membeli produk sektor properti di dalam negeri.
"Karena peningkatan utang luar negeri akan diikuti dengan peningkatan risiko perekonomian suatu negara termasuk risiko nilai tukar dan risiko over leverage," tandasnya.
" Bank Indonesia (BI) dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang membahas bersama-bersama tentang pola, ini masih dalam proses pembahasan," ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri di Kantor Kemenkeu Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, perusahaan swasta tidak dapat menggunakan mekanisme Pinjaman Komersil Luar Negeri (PKLN), seperti yang dilakukan perusahaan berplat merah di Indonesia.
Dia mencontohkan, peraturan tata Cara peminjaman utang luar negeri untuk perusahaan swasta dapat mencontoh dan melakukan perbandingan peraturan yang ada di negara-negara di Asia.
"Cara yang paling baik adalah dibuat peraturan, dibuat perbandingan dengan negara lain. Apa model seperti Korea, Singapura atau dimana dibuat ratio ini kemudian nanti dpelajari dimana mekanismenya mudah dan tidak rumit," tutur Chatib.
Chatib menuturkan, utang yang berbahaya adalah ketika utang luar negeri tersebut digunakan untuk membeli produk sektor properti di dalam negeri.
"Karena peningkatan utang luar negeri akan diikuti dengan peningkatan risiko perekonomian suatu negara termasuk risiko nilai tukar dan risiko over leverage," tandasnya.
(gpr)