Kadin Tolak Pembatasan BBM Bersubsidi

Rabu, 06 Agustus 2014 - 13:38 WIB
Kadin Tolak Pembatasan BBM Bersubsidi
Kadin Tolak Pembatasan BBM Bersubsidi
A A A
JAKARTA - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) telah mengeluarkan surat edaran mengenai pembatasan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Hal tersebut agar kuota BBM bersubsidi sebesar 46 juta kiloliter (kl) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 tidak jebol.

Dalam surat edarannya, BPH Migas mengatakan bahwa bahan bakar solar bersubisidi mulai 1 Agustus 2014 dilarang diperjualbelikan di daerah Jakarta Pusat. Selain itu, mulai 6 Agustus 2014 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang berada di rest area jalur tol dilarang menjual BBM jenis premium.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Daerah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Natsir Mansyur secara tegas menolak kebijakan mengenai pembatasan bahan bakar primadona tersebut.

"Kebijakan itu enggak benar, harusnya dicabut dulu kebijakannya. Peraturan ini kan BBM bersubsidi kaitannya dengan keputusan bangsa, tapi itu tiba-tiba diputuskan, hanya dikeluarkan oleh BPH Migas dan Pertamina. Harusnya keputusan itu setingkat Menteri atau Presiden karena Presiden bertanggung jawab sama APBN kita," tutur dia di Kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu (6/8/2014).

Sebab itu, dia meminta agar kebijakan tersebut dicabut, baru setelah itu direlaksasi. Natsir berdalih, bahwa BBM bersubsidi akan habis jika tidak dibatasi, namun kebijakannya jangan sepenggal.

"Kita pahami bahwa subsidi ini akan habis, kita memaklumi. Tapi jangan kebijakannya sepenggal-sepenggal, karena efek itu besar sekali seperti efek tsunami," terang dia.

Menurutnya, kebijakan tersebut tidak adil lantaran Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) tidak merata dibatasi. Hal ini dinilai akan menimbulkan diskriminasi dan kecemburuan pada salah satu pihak.

"Kemarin ada surat edaran yang mengatakan bahwa di setiap SPBU ada yang dapat BBM bersubsidi, ada yang enggak dapat. Ada yang naik ada yang enggak. Kadin minta kebijakan itu dicabut karena efeknya besar," pungkas Natsir.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3774 seconds (0.1#10.140)