Apersi Nilai Kemenpera Kurang Koordinasi Perumahan
A
A
A
BANDUNG - Ketua Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (DPP Apersi) Ferry Sandhyana menilai, masalah perumahan masih belum juga terpecahkan.
Pihaknya tetap mengkritisi peran Kemenpera yang dinilai kurang mampu berkoordinasi untuk memperlancar program perumahan.
"Kemenpera tidak mampu berkoordinasi. Padahal, pemerintah menjadikan properti sebagai salah satu tolok ukur pertumbuhan ekonomi. Kita harus kritisi kemenpera," katanya, Kamis (28/8/2014).
Beberapa kendala perumahan saat ini, di antaranya kebijakan atau regulasi pemerintah yang menghambat pemenuhan kebutuhan perumahan. Pemerintah belum menjadikan perumahan rakyat sebagai prioritas. Pemda belum paham pentingnya peran para pelaku usaha properti.
"Saat ini harga lahan untuk pengembangan perumahan rakyat sangat tinggi, sedangkan alokasi dana APBN untuk perumahan masih kecil. Kondisi ini, menunjukkan minimnya keseriusan pemerintah terhadap perumahan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat," tuturnya.
Selain itu, ada fenomena berubahnya tata ruang menjadi tata uang. Hal ini tak terlepas dari banyaknya fungsi lahan yang tidak transparan yang akibatnya dapat terjadi praktik jual beli.
Di tempat yang sama, anggota DPRD Jabar Yomanius Untung mengatakan, terkait masalah politis jabatan menpera, sosok menpera harus memilki pemahaman cukup tentang APBN jika ingin sukses dalam program pengurangan backlog.
"Kemampuan menpera dalam melakukan lobi politik harus sangat kuat. Sebab, pengurangan backlog memerlukan alokasi anggaran yang besar. Perubahan signifikan tidak akan terjadi jika Menpera ke depan tidak memiliki kemampuan lobby politik yang kuat," katanya.
Pihaknya tetap mengkritisi peran Kemenpera yang dinilai kurang mampu berkoordinasi untuk memperlancar program perumahan.
"Kemenpera tidak mampu berkoordinasi. Padahal, pemerintah menjadikan properti sebagai salah satu tolok ukur pertumbuhan ekonomi. Kita harus kritisi kemenpera," katanya, Kamis (28/8/2014).
Beberapa kendala perumahan saat ini, di antaranya kebijakan atau regulasi pemerintah yang menghambat pemenuhan kebutuhan perumahan. Pemerintah belum menjadikan perumahan rakyat sebagai prioritas. Pemda belum paham pentingnya peran para pelaku usaha properti.
"Saat ini harga lahan untuk pengembangan perumahan rakyat sangat tinggi, sedangkan alokasi dana APBN untuk perumahan masih kecil. Kondisi ini, menunjukkan minimnya keseriusan pemerintah terhadap perumahan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat," tuturnya.
Selain itu, ada fenomena berubahnya tata ruang menjadi tata uang. Hal ini tak terlepas dari banyaknya fungsi lahan yang tidak transparan yang akibatnya dapat terjadi praktik jual beli.
Di tempat yang sama, anggota DPRD Jabar Yomanius Untung mengatakan, terkait masalah politis jabatan menpera, sosok menpera harus memilki pemahaman cukup tentang APBN jika ingin sukses dalam program pengurangan backlog.
"Kemampuan menpera dalam melakukan lobi politik harus sangat kuat. Sebab, pengurangan backlog memerlukan alokasi anggaran yang besar. Perubahan signifikan tidak akan terjadi jika Menpera ke depan tidak memiliki kemampuan lobby politik yang kuat," katanya.
(izz)