Pembahasan RPP Pemberdayaan Nelayan Tidak Ideal
A
A
A
BANDUNG - Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pemberdayaan nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil dinilai tidak ideal. Tidak hanya itu, pembahasannya pun dianggap sudah telat.
Mestinya, sebagaimana dikatakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Budi Laksana, pembahasan RPP tersebut dilakukan setelah adanya Undang-Undang Perikanan No. 31 Tahun 2004.
"Bahkan setelah UU Perikanan no. 31 tahun 2004 ditetapkan, peraturan pemerintah tentang pemberdayaan nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil harusnya sudah digulirkan," katanya kepada wartawan, Selasa (2/9/2014).
Menurutnya, semangat perjuangannya memang ada, tetapi inisiatifnya sudah dilakukan oleh nelayan sejak mengajukan gugatan ke mahkamah konstitusi tentang UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terkait hak penguasahaan perairan pesisir.
Dia menambahkan, sejak saat itu, bersama organisasi nelayan lainnya, SNI lantas menyusun pedoman tentang perlindungan nelayan kecil. Namun, dia menyayangkan sikap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang tidak menunjukkan respon yang sungguh-sungguh.
"Baru sejak ada pertemuan di Roma yang difasilitasi FAO, KKP seperti kebakaran jenggot dan seolah mencari pengharapan di pemerintahan Jokowi-JK dengan semangat poros kemaritimannya," sambungnya.
Meski dirasa sudah terlambat, katanya, upaya pemerintah patut diapresiasi dan didukung untuk dilanjutkan. Dan SNI akan berupaya mendukung penuh yang berpihak pada nasih nelayan.
"Semoga saja pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan pro nelayan. Yang mengakomodir agar nelayan tidak tergantung dengan tengkulak sehingga bisa menjual ikan dengan bebas tanpa intervensi pemilik modal," katanya.
Mestinya, sebagaimana dikatakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Budi Laksana, pembahasan RPP tersebut dilakukan setelah adanya Undang-Undang Perikanan No. 31 Tahun 2004.
"Bahkan setelah UU Perikanan no. 31 tahun 2004 ditetapkan, peraturan pemerintah tentang pemberdayaan nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil harusnya sudah digulirkan," katanya kepada wartawan, Selasa (2/9/2014).
Menurutnya, semangat perjuangannya memang ada, tetapi inisiatifnya sudah dilakukan oleh nelayan sejak mengajukan gugatan ke mahkamah konstitusi tentang UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terkait hak penguasahaan perairan pesisir.
Dia menambahkan, sejak saat itu, bersama organisasi nelayan lainnya, SNI lantas menyusun pedoman tentang perlindungan nelayan kecil. Namun, dia menyayangkan sikap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang tidak menunjukkan respon yang sungguh-sungguh.
"Baru sejak ada pertemuan di Roma yang difasilitasi FAO, KKP seperti kebakaran jenggot dan seolah mencari pengharapan di pemerintahan Jokowi-JK dengan semangat poros kemaritimannya," sambungnya.
Meski dirasa sudah terlambat, katanya, upaya pemerintah patut diapresiasi dan didukung untuk dilanjutkan. Dan SNI akan berupaya mendukung penuh yang berpihak pada nasih nelayan.
"Semoga saja pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan pro nelayan. Yang mengakomodir agar nelayan tidak tergantung dengan tengkulak sehingga bisa menjual ikan dengan bebas tanpa intervensi pemilik modal," katanya.
(gpr)