Sistem Monopoli Cekik Ekonomi Nelayan
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Maritime Institute (IMI) Y Paonganan mengatakan, sistem monopoli cekik ekonomi nelayan tradisional.
"Selain masalah BBM solar yang merenggut kesejahteraan nelayan tradisional Indonesia, yang menjadi masalah serius adalah sistem monopoli turun-temurun," ungkapnya kepada Sindonews di Jakarta, Sabtu (13/9/2014)..
"Misalnya mereka tinggal di suatu desa atau kampung yang biasa disebut kampung nelayan. Nah, di sana ada satu orang yang kaya. Mereka bisniskan kekayaannya kepada nelayan tradisional," tutur Paonganan.
Pria yang akrab disapa Ongen ini menjelaskan, bahwa orang terkaya di sana adalah mereka yang memiliki akses keluar. Kemudian, nelayan-nelayan meminjam uang, dan solar di sana.
"Mereka itulah para punggawa yang minjamkan solar, minjamkan beras selama melaut. Nanti kalau sudah dapat ikannya, harga yang dipatok bukan berdasarkan harga nelayan, tapi harga si punggawa itu," bebernya.
Ongen menyebutkan, meskipun punggawa tersebut bisa dibilang sebagai mafia di kampung mereka, di sisi lain dianggap sebagai pahlawan. Ekonomi nelayan terbelenggu.
"Ya, karena mereka meminjamkan solar dan beras tadi kepada nelayan kecil. Nah, di sinilah peran pemerintah, gimana caranya dapat mengintervensi ke sana, supaya punggawa-punggawa tersebut tidak beraksi lebih jauh," ujarnya.
"Kasihan kan nelayan kecil kalau harga ikannya jatuh karena dibeli mereka. Kalau menolak ikan mereka tidak laku," tambah Ongen.
(Baca: Paling Menderita dari Krisis BBM Nelayan di Luar Pulau Jawa)
"Selain masalah BBM solar yang merenggut kesejahteraan nelayan tradisional Indonesia, yang menjadi masalah serius adalah sistem monopoli turun-temurun," ungkapnya kepada Sindonews di Jakarta, Sabtu (13/9/2014)..
"Misalnya mereka tinggal di suatu desa atau kampung yang biasa disebut kampung nelayan. Nah, di sana ada satu orang yang kaya. Mereka bisniskan kekayaannya kepada nelayan tradisional," tutur Paonganan.
Pria yang akrab disapa Ongen ini menjelaskan, bahwa orang terkaya di sana adalah mereka yang memiliki akses keluar. Kemudian, nelayan-nelayan meminjam uang, dan solar di sana.
"Mereka itulah para punggawa yang minjamkan solar, minjamkan beras selama melaut. Nanti kalau sudah dapat ikannya, harga yang dipatok bukan berdasarkan harga nelayan, tapi harga si punggawa itu," bebernya.
Ongen menyebutkan, meskipun punggawa tersebut bisa dibilang sebagai mafia di kampung mereka, di sisi lain dianggap sebagai pahlawan. Ekonomi nelayan terbelenggu.
"Ya, karena mereka meminjamkan solar dan beras tadi kepada nelayan kecil. Nah, di sinilah peran pemerintah, gimana caranya dapat mengintervensi ke sana, supaya punggawa-punggawa tersebut tidak beraksi lebih jauh," ujarnya.
"Kasihan kan nelayan kecil kalau harga ikannya jatuh karena dibeli mereka. Kalau menolak ikan mereka tidak laku," tambah Ongen.
(Baca: Paling Menderita dari Krisis BBM Nelayan di Luar Pulau Jawa)
(dmd)