DPR Sarankan Menteri ESDM Era Jokowi dari Parpol
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha menyarankan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk merekrut menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dari kalangan partai politik (Parpol).
Sebab, kata dia, jika menteri ESDM dijabat oleh profesional non partai maka akan bahaya untuk negara.
Kalangan profesional non partai, menurut Satya, kinerjanya akan sulit untuk diawasi. Mereka juga bisa saja melakukan lobi ke semua partai sehingga menimbulkan pemborosan.
Menurutnya, posisi menteri tidak boleh didikotomikan profesional dan non profesional. Ketika jadi menteri posisinya politik.
"Profesional tapi di partai bagus daripada profesional tidak berpartai. Warnanya jelas, kalau ada punishment jelas," terangnya, di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (18/9/2014).
Dia mengatakan, jabatan menteri ESDM juga harus diisi orang yang benar-benar mengerti energi. Orang tersebut kemudian dimasukkan ke partai dan diberi bendera partai agar bisa diketahui arah jalannya.
"Kalau betul-betul profesional tanpa partai bisa melobi ke banyak partai. Jadi kemana-mana nantinya. Dia tidak punya partai karu-karuan, gimana mengawasi. Lebih berbahaya," tegasnya.
Sebab, lanjut Satya, pimpinan ESDM tidak cukup hanya dengan latar belakang yang mumpuni. Namun harus tetap diberi bendera partai.
"Misalnya Pak Milton Pakpahan jelas warnanya Demokrat dan ini bisa ditelusuri. Jadi, jangan didikotomikan partai dan tidak partai akan mendukung tugasnya," pungkas dia.
Seperti diketahui, pemerintahan baru di tangan Jokowi telah mengumumkan struktur kabinetnya melalui pembentukan 34 kementerian dengan susunan 18 dari kalangan profesional dan 16 dari kalangan parpol.
Sebab, kata dia, jika menteri ESDM dijabat oleh profesional non partai maka akan bahaya untuk negara.
Kalangan profesional non partai, menurut Satya, kinerjanya akan sulit untuk diawasi. Mereka juga bisa saja melakukan lobi ke semua partai sehingga menimbulkan pemborosan.
Menurutnya, posisi menteri tidak boleh didikotomikan profesional dan non profesional. Ketika jadi menteri posisinya politik.
"Profesional tapi di partai bagus daripada profesional tidak berpartai. Warnanya jelas, kalau ada punishment jelas," terangnya, di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (18/9/2014).
Dia mengatakan, jabatan menteri ESDM juga harus diisi orang yang benar-benar mengerti energi. Orang tersebut kemudian dimasukkan ke partai dan diberi bendera partai agar bisa diketahui arah jalannya.
"Kalau betul-betul profesional tanpa partai bisa melobi ke banyak partai. Jadi kemana-mana nantinya. Dia tidak punya partai karu-karuan, gimana mengawasi. Lebih berbahaya," tegasnya.
Sebab, lanjut Satya, pimpinan ESDM tidak cukup hanya dengan latar belakang yang mumpuni. Namun harus tetap diberi bendera partai.
"Misalnya Pak Milton Pakpahan jelas warnanya Demokrat dan ini bisa ditelusuri. Jadi, jangan didikotomikan partai dan tidak partai akan mendukung tugasnya," pungkas dia.
Seperti diketahui, pemerintahan baru di tangan Jokowi telah mengumumkan struktur kabinetnya melalui pembentukan 34 kementerian dengan susunan 18 dari kalangan profesional dan 16 dari kalangan parpol.
(izz)