Pertamina Akui Pengendalian BBM Bersubsidi Gagal
A
A
A
JAKARTA - Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Afdal Bahaudin mengakui, cara mengendalikan BBM bersubsidi gagal.
"Penyaluran BBM subsidi tidak boleh over kuota. Ada inisiatif kementerian, Pertamina memastikan kuota cukup. Penegasan datang dari Menteri Keuangan. Dari inisiatif ini muncul surat edaran BP Migas empat. Tapi ini tidak ada dampak sama sekali," ujar Afdal dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (18/9/2014).
Menurutnya, larangan penjualan premium yang diberlakukan di jalan tol tidak memberikan dampak apapun kepada masyarakat.
Mereka justru membeli premium sebelum atau sesudah masuk jalan tol. Begitu juga dengan solar, banyak masyarakat yang membeli solar di luar Jakarta Pusat.
"Ini tidak ada dampak sama sekali. Termasuk pembatasan penjualan solar bersubsidi di Jakarta Pusat, pengguna menggunakan dan membeli di daerah lain," jelasnya.
Pengendalian BBM subsidi di kluster industri, lanjut dia, juga tak memberikan efek apapun ke masyarakat. Truk-truk tersebut lebih rela menginap di SPBU untuk menunggu kembali dijualnya solar subsidi.
"Truk itu ngantre, daripada mereka membayar lebih Rp600.000, mereka memilih menunggu sampai menginap. Ini juga sudah dilaporkan Pak Kapolri ke Wapres beberapa waktu lalu," ungkapnya.
Sekadar mengingatkan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas melakukan sejumlah upaya untuk mengendalikan harga BBM bersubsidi.
Setidaknya ada empat kebijakan yang sudah dikeluarkan, yaitu melarang penjualan solar di Jakarta Pusat, tidak dijualnya premium di jalan tol, membatasi operasional penjualan BBM subsidi di beberapa klaster, serta pemotongan kuota untuk penyalur ke nelayan.
(Baca: Pertamina Minta Jokowi Ubah Kuota BBM Bersubsidi)
"Penyaluran BBM subsidi tidak boleh over kuota. Ada inisiatif kementerian, Pertamina memastikan kuota cukup. Penegasan datang dari Menteri Keuangan. Dari inisiatif ini muncul surat edaran BP Migas empat. Tapi ini tidak ada dampak sama sekali," ujar Afdal dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (18/9/2014).
Menurutnya, larangan penjualan premium yang diberlakukan di jalan tol tidak memberikan dampak apapun kepada masyarakat.
Mereka justru membeli premium sebelum atau sesudah masuk jalan tol. Begitu juga dengan solar, banyak masyarakat yang membeli solar di luar Jakarta Pusat.
"Ini tidak ada dampak sama sekali. Termasuk pembatasan penjualan solar bersubsidi di Jakarta Pusat, pengguna menggunakan dan membeli di daerah lain," jelasnya.
Pengendalian BBM subsidi di kluster industri, lanjut dia, juga tak memberikan efek apapun ke masyarakat. Truk-truk tersebut lebih rela menginap di SPBU untuk menunggu kembali dijualnya solar subsidi.
"Truk itu ngantre, daripada mereka membayar lebih Rp600.000, mereka memilih menunggu sampai menginap. Ini juga sudah dilaporkan Pak Kapolri ke Wapres beberapa waktu lalu," ungkapnya.
Sekadar mengingatkan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas melakukan sejumlah upaya untuk mengendalikan harga BBM bersubsidi.
Setidaknya ada empat kebijakan yang sudah dikeluarkan, yaitu melarang penjualan solar di Jakarta Pusat, tidak dijualnya premium di jalan tol, membatasi operasional penjualan BBM subsidi di beberapa klaster, serta pemotongan kuota untuk penyalur ke nelayan.
(Baca: Pertamina Minta Jokowi Ubah Kuota BBM Bersubsidi)
(dmd)