Pengusaha Mamin Terpukul Kenaikan Gas Elpiji 12 Kg
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menuturkan, kenaikan gas elpiji 12 kilogram (kg) yang dilakukan PT Pertamina (Persero) atas restu Pemerintah tersebut memukul pengusaha makanan dan minuman (Mamin).
Dia menyebutkan, industri kecil seperti catering yang paling terdampak dari kenaikan tersebut.
"Kalau gas elpiji 12 kg itu kebanyakan yang pakai itu industri kecil dan catering. Pengaruhnya yang paling besar kesana. Kalo Perusahaan besar menengah udah nggak pake itu. Perusahaan yang mikro sekali pakainya 3kg. Jadi sekarang yang saya lihat, yang kasian memang yang kelas kecil itu," ujar dia di Pullman Hotel Jakarta, Senin (22/9/2014).
Adhi mengungkapkan, akibat kenaikan harga gas elpiji tersebut menyebabkan mereka mengalami kenaikan cost (biaya). Terlebih, kenaikan tersebut cukup memberatkan yaitu sekitar 50%.
"Dan persentase energi untuk energi kecil itu relatif lebih besar. Kalau industri bedsar itu 8-12%, kalau industri kecil itu 15%. Otomatis kalau dia naik 50%, otomatis tambahan biayanya naik 7,5%," sebutnya.
Menurut Adhi, para industri kecil tersebut memiliki Daya tahan yang masih rendah. Sehingga, kenaikan harga produk pun menjadi pilihan terakhirnya.
Adhi menambahkan, dampak dari kenaikan tersebut juga menyebabkan sebagian bermigrasi ke gas melon (elpiji 3 kg). "Ya sebagian saya lihat sudah migrasi ke 3 kg," jelasnya.
Proses migrasi ini, lanjut Adhi, menyebabkan masalah tersendiri bagi pemerintah. Menurutnya, perpindahan konsumsi dari gas elpiji 12 kg ke gas melon menyebabkan suplai gas melon berkurang.
"Karena saya amati, yang kecil-kecil sudah banyak migrasi kesana. Makanya Pemerintah harus antisipasi juga jangan sampai suplai yang 3 kg kurang," tandas dia.
Dia menyebutkan, industri kecil seperti catering yang paling terdampak dari kenaikan tersebut.
"Kalau gas elpiji 12 kg itu kebanyakan yang pakai itu industri kecil dan catering. Pengaruhnya yang paling besar kesana. Kalo Perusahaan besar menengah udah nggak pake itu. Perusahaan yang mikro sekali pakainya 3kg. Jadi sekarang yang saya lihat, yang kasian memang yang kelas kecil itu," ujar dia di Pullman Hotel Jakarta, Senin (22/9/2014).
Adhi mengungkapkan, akibat kenaikan harga gas elpiji tersebut menyebabkan mereka mengalami kenaikan cost (biaya). Terlebih, kenaikan tersebut cukup memberatkan yaitu sekitar 50%.
"Dan persentase energi untuk energi kecil itu relatif lebih besar. Kalau industri bedsar itu 8-12%, kalau industri kecil itu 15%. Otomatis kalau dia naik 50%, otomatis tambahan biayanya naik 7,5%," sebutnya.
Menurut Adhi, para industri kecil tersebut memiliki Daya tahan yang masih rendah. Sehingga, kenaikan harga produk pun menjadi pilihan terakhirnya.
Adhi menambahkan, dampak dari kenaikan tersebut juga menyebabkan sebagian bermigrasi ke gas melon (elpiji 3 kg). "Ya sebagian saya lihat sudah migrasi ke 3 kg," jelasnya.
Proses migrasi ini, lanjut Adhi, menyebabkan masalah tersendiri bagi pemerintah. Menurutnya, perpindahan konsumsi dari gas elpiji 12 kg ke gas melon menyebabkan suplai gas melon berkurang.
"Karena saya amati, yang kecil-kecil sudah banyak migrasi kesana. Makanya Pemerintah harus antisipasi juga jangan sampai suplai yang 3 kg kurang," tandas dia.
(gpr)