Hama Wereng Ganggu Produktivitas Padi di Bandung
A
A
A
BANDUNG - Produktivitas dan hasil panen padi di sejumlah wilayah di Kabupaten Bandung sedikit terganggu. Hal ini disebabkan oleh hama wereng yang menyerang tanaman padi para petani. Akibatnya, para petani mengalami kerugian selain produktivitas padinya yang berkurang, juga kerugian material.
Hal ini diakui oleh salah seorang petani di Desa Tarajusari, Kecamatan Banjaran Endang, 37. Ia dan para petani lainnya yang sudah mulai memasuki panen raya terancam gagal panen karena bulir gabah yang hampir semua kopong.
"Tanaman padi saya memang sudah terserang wereng sebelum panen. Padahal, berbagai cara sudah saya gunakan. Bahkan dengan menggunakan obat-obatan untuk memberantasnya," ujarnya, Selasa (7/10/2014).
Tetapi, hasil yang didapat tidak sesuai dengan harapan. Terlihat dari pertumbuhan bulir padi tetap tidak optimal sampai tiba waktu panen. Dari sekitar 300 meter persegi sawah yang ia garap, ia mendapatkan hasil 300 kg gabah pada musim panen sebelumnya.
"Dengan kondisi seperti ini (bulir yang kopong), paling banyak hasilnya sekitar 200 kg gabah," ungkapnya.
Petani lainnya mengalami kerugian yang lebih parah lagi. Salah satunya adalah Rohman, 50. Dari sekitar dua hektar sawah yang ia garap, ia hanya mendapatkan hasil sekitar 3 ton gabah. Padahal sebelumnya produktivitas sawah Rohman bisa mencapai 3-4 ton gabah/hektar.
"Kalau harga jual gabah di tingkat petani Rp 4.500/kg, kerugian yang akan saya alami sedikitnya sekitar Rp 13,5 juta pada panen kali ini. Menurunnya produktivitas pada musim panen kali ini memang karena hama yang menyerang. Sebab, pasokan air dan pupuk cukup lancar," tuturnya.
Di Desa Malakasari, Kecamatan Baleendah pun tampak terjadi hal serupa. Meskipun belum memasuki masa panen, tanaman padi di wilayah itu terlihat tidak tumbuh optimal. Daun padi di Malakasari terlihat memerah dan nyaris layu bahkan persentasenya hampir mencapai 50%. Belum lagi bulir padinya terlihat kecil dan tak berisi.
Menurut salah seorang petani, Hadijah, 46, puluhan hektar sawah di wilayah itu terserang hama wereng sejak tanaman padi berumur sekitar 50 hari. karena tak ingin rugi besar, mereka menggunakan obat-obatan dan membiarkan tanaman padi terus tumbuh.
"Dengan begitu, ada yang bisa kami panen dalam beberapa hari ke depan. Walaupun jumlahnya tidak banyak. Saat ini pun sebenarnya sudah ada yang mulai menyemai benih untuk musim tanam berikutnya. Kami harap kemarau tak mengganggu pertumbuhan padi agar kerugian panen kali ini bisa tertutupi oleh hasil panen berikutnya," paparnya.
Sementara itu, Badan Pusat Statistika Jawa Barat mencatat, Nilai tukar petani (NTP) Jawa Barat pada September 2014 tercatat sebesar 104,16 atau mengalami penurunan sebesar 0,04% dibandingkan Agustus yang memiliki indeks 104,20.
Menurut Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Jabar Dody Gunawan Yusuf, penurunan NTP disebabkan indeks harga petani diterima petani (IT) mengalami kenaikan 0,25%, lebih rendah dibandingkan kenaikan indeks harga dibayar petani (IB) sebesar 0,29%.
"Pada September ini ada tiga subsektor yang mengalami penurunan antara lain tanaman perkebunan rakyat turun 1,89%, hortikultura 0,68%, perikanan 0,10% . Sementara NTP yang mengalami kenaikan yakni peternakan sebesar 1,31% dan tanaman pangan 0,24%," katanya.
Adapun dari pengamatan 195 transaksi gabah selama September 2014 seluruh transaksi berada di atas harga pembelian pemerintah. Rata-rata harga gabah kering panen di tingkat petani mencapai Rp4.438,9/kg, sementara gabah kering giling mencapai Rp4.877,78/kg.
"Rata-rata beras di penggilingan sebesar Rp8.351,61 per kilogram atau turun 0,71% dibandingkan bulan sebelumnya," ujarnya.
Hal ini diakui oleh salah seorang petani di Desa Tarajusari, Kecamatan Banjaran Endang, 37. Ia dan para petani lainnya yang sudah mulai memasuki panen raya terancam gagal panen karena bulir gabah yang hampir semua kopong.
"Tanaman padi saya memang sudah terserang wereng sebelum panen. Padahal, berbagai cara sudah saya gunakan. Bahkan dengan menggunakan obat-obatan untuk memberantasnya," ujarnya, Selasa (7/10/2014).
Tetapi, hasil yang didapat tidak sesuai dengan harapan. Terlihat dari pertumbuhan bulir padi tetap tidak optimal sampai tiba waktu panen. Dari sekitar 300 meter persegi sawah yang ia garap, ia mendapatkan hasil 300 kg gabah pada musim panen sebelumnya.
"Dengan kondisi seperti ini (bulir yang kopong), paling banyak hasilnya sekitar 200 kg gabah," ungkapnya.
Petani lainnya mengalami kerugian yang lebih parah lagi. Salah satunya adalah Rohman, 50. Dari sekitar dua hektar sawah yang ia garap, ia hanya mendapatkan hasil sekitar 3 ton gabah. Padahal sebelumnya produktivitas sawah Rohman bisa mencapai 3-4 ton gabah/hektar.
"Kalau harga jual gabah di tingkat petani Rp 4.500/kg, kerugian yang akan saya alami sedikitnya sekitar Rp 13,5 juta pada panen kali ini. Menurunnya produktivitas pada musim panen kali ini memang karena hama yang menyerang. Sebab, pasokan air dan pupuk cukup lancar," tuturnya.
Di Desa Malakasari, Kecamatan Baleendah pun tampak terjadi hal serupa. Meskipun belum memasuki masa panen, tanaman padi di wilayah itu terlihat tidak tumbuh optimal. Daun padi di Malakasari terlihat memerah dan nyaris layu bahkan persentasenya hampir mencapai 50%. Belum lagi bulir padinya terlihat kecil dan tak berisi.
Menurut salah seorang petani, Hadijah, 46, puluhan hektar sawah di wilayah itu terserang hama wereng sejak tanaman padi berumur sekitar 50 hari. karena tak ingin rugi besar, mereka menggunakan obat-obatan dan membiarkan tanaman padi terus tumbuh.
"Dengan begitu, ada yang bisa kami panen dalam beberapa hari ke depan. Walaupun jumlahnya tidak banyak. Saat ini pun sebenarnya sudah ada yang mulai menyemai benih untuk musim tanam berikutnya. Kami harap kemarau tak mengganggu pertumbuhan padi agar kerugian panen kali ini bisa tertutupi oleh hasil panen berikutnya," paparnya.
Sementara itu, Badan Pusat Statistika Jawa Barat mencatat, Nilai tukar petani (NTP) Jawa Barat pada September 2014 tercatat sebesar 104,16 atau mengalami penurunan sebesar 0,04% dibandingkan Agustus yang memiliki indeks 104,20.
Menurut Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Jabar Dody Gunawan Yusuf, penurunan NTP disebabkan indeks harga petani diterima petani (IT) mengalami kenaikan 0,25%, lebih rendah dibandingkan kenaikan indeks harga dibayar petani (IB) sebesar 0,29%.
"Pada September ini ada tiga subsektor yang mengalami penurunan antara lain tanaman perkebunan rakyat turun 1,89%, hortikultura 0,68%, perikanan 0,10% . Sementara NTP yang mengalami kenaikan yakni peternakan sebesar 1,31% dan tanaman pangan 0,24%," katanya.
Adapun dari pengamatan 195 transaksi gabah selama September 2014 seluruh transaksi berada di atas harga pembelian pemerintah. Rata-rata harga gabah kering panen di tingkat petani mencapai Rp4.438,9/kg, sementara gabah kering giling mencapai Rp4.877,78/kg.
"Rata-rata beras di penggilingan sebesar Rp8.351,61 per kilogram atau turun 0,71% dibandingkan bulan sebelumnya," ujarnya.
(gpr)