Industri Jamu di Jateng Siap Hadapi MEA
A
A
A
SEMARANG - Industri jamu tradisional di Jawa Tengah (Jateng) siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Para produsen jamu tradisional menjadikan MEA sebagai tantangan dan peluang besardan harus mampu menjadi produk unggulan di negeri sendiri.
Ketua Gabungan Pengusaha (GP) Jamu dan Obat Tradisional Indonesia DPD Jateng Nyoto Wardoyo menegaskan, secara industri produk jamu dan obat tradisional saat ini sudah siap menghadapai MEA.
Menurutnya, potensi UMKM khusunya industri jamu di Jateng memiliki potensi sangat besar dibandingkan daerah lain. Hal ini menempatkan Jateng memiliki posisi yang sangat strategis bagi Indonesia, meski beberapa tantangan masih dihadapi di Jateng.
"Semakin pesat kerja sama di negara ASEAN akan menciptakan peluang dan tantangan baru bagai industri jamu," katanya disela-sela Seminar Tantangan Industri Jamu dalam Menghadapi MEA 2015 di Semarang, Rabu (15/10/2014).
Dia mengatakan, salah satu tantangan industri jamu adalah meningkatkan persaiangan produk UMKM di negara ASEAN. Untuk menyikapinya perlu menjaga dan meningkatkan daya saing sebagai industri kreatif dan inovatif.
Untuk menguatkan produk dalam negeri, masyarakat Indonesia harus bangga dengan produk dalam negeri. Karena itu, pelaku usaha industri jamu harus mampu menjaga kualitas.
"Masyarkat semakin pandai memilih produk yang baik, edukasi masyarakat dan ekonomi yang terus meningkat. Maka, daya pilihnya meningkat, artinya tidak sembarangan memilih produk, karena itu untuk bersaing nomor satu tetapa harus kualitas," tutur dia.
Namun, kata Nyoto, untuk menghadapi MEA 2015, tidak bisa dipungkiri, bahwa industri jamu terbagi dalam beberapa klasifikasi, yakni mikro, kecil dan skala industri atau industri besar.
Bagi indutri jamu untuk skala besar kemungkinan tidak akan ada kendala, namun untuk indusrti mikro dan kecil, harus dilindungi dengan cara terus diberikan bimbingan dan arahan dari pemerinta agar mampu survive.
"Meski pada dasarnya pelaku usaha harus tetap mengembangkan pasar sendiri, untuk usaha mikro dan kecil tetap membutuhkan pendampingan," katanya.
Saat ini di Jateng ada sekitar 271 industri jamu, terdiri dari 17 industri besar, kecil dan menengah ada sekitar 70 pelaku industri dan sisanya adalah industi mikro.
Kepala Balai Besar POM Semarang Agus Prabowo melihat melihat industri jamu dan obat tradisonal sudah sangat siap menghadapi pasar bebas ASEAN.
Hal ini dikarenakan, sudah banyak pelaku usaha yang sudah mendapatkan sertifikasi halal dan sertifikasi lainnya, sehingga mampu mendukung kepercayaan konsumen.
Hanya saja terkadang masih ada pelaku usaha industri jamu dan obat tradisional memiliki pemahaman terhadap bisnis yang kurang lengkap, sehingga ujung-ujungnya tidak mampu besaing.
"Banyak juga yang hanya berpikir bisnisnya saja tetapi melupakan persayaratan dan prosedur pendirian industri jamu dan obat tradisonal yang diminta negara," jelasnya.
Balai Besar POM sendiri terus melakukan pengawasan terhadap peredaran obat dan makanan, untuk mencegah beredarnya obat berbahaya bagi masyarakat.
Para produsen jamu tradisional menjadikan MEA sebagai tantangan dan peluang besardan harus mampu menjadi produk unggulan di negeri sendiri.
Ketua Gabungan Pengusaha (GP) Jamu dan Obat Tradisional Indonesia DPD Jateng Nyoto Wardoyo menegaskan, secara industri produk jamu dan obat tradisional saat ini sudah siap menghadapai MEA.
Menurutnya, potensi UMKM khusunya industri jamu di Jateng memiliki potensi sangat besar dibandingkan daerah lain. Hal ini menempatkan Jateng memiliki posisi yang sangat strategis bagi Indonesia, meski beberapa tantangan masih dihadapi di Jateng.
"Semakin pesat kerja sama di negara ASEAN akan menciptakan peluang dan tantangan baru bagai industri jamu," katanya disela-sela Seminar Tantangan Industri Jamu dalam Menghadapi MEA 2015 di Semarang, Rabu (15/10/2014).
Dia mengatakan, salah satu tantangan industri jamu adalah meningkatkan persaiangan produk UMKM di negara ASEAN. Untuk menyikapinya perlu menjaga dan meningkatkan daya saing sebagai industri kreatif dan inovatif.
Untuk menguatkan produk dalam negeri, masyarakat Indonesia harus bangga dengan produk dalam negeri. Karena itu, pelaku usaha industri jamu harus mampu menjaga kualitas.
"Masyarkat semakin pandai memilih produk yang baik, edukasi masyarakat dan ekonomi yang terus meningkat. Maka, daya pilihnya meningkat, artinya tidak sembarangan memilih produk, karena itu untuk bersaing nomor satu tetapa harus kualitas," tutur dia.
Namun, kata Nyoto, untuk menghadapi MEA 2015, tidak bisa dipungkiri, bahwa industri jamu terbagi dalam beberapa klasifikasi, yakni mikro, kecil dan skala industri atau industri besar.
Bagi indutri jamu untuk skala besar kemungkinan tidak akan ada kendala, namun untuk indusrti mikro dan kecil, harus dilindungi dengan cara terus diberikan bimbingan dan arahan dari pemerinta agar mampu survive.
"Meski pada dasarnya pelaku usaha harus tetap mengembangkan pasar sendiri, untuk usaha mikro dan kecil tetap membutuhkan pendampingan," katanya.
Saat ini di Jateng ada sekitar 271 industri jamu, terdiri dari 17 industri besar, kecil dan menengah ada sekitar 70 pelaku industri dan sisanya adalah industi mikro.
Kepala Balai Besar POM Semarang Agus Prabowo melihat melihat industri jamu dan obat tradisonal sudah sangat siap menghadapi pasar bebas ASEAN.
Hal ini dikarenakan, sudah banyak pelaku usaha yang sudah mendapatkan sertifikasi halal dan sertifikasi lainnya, sehingga mampu mendukung kepercayaan konsumen.
Hanya saja terkadang masih ada pelaku usaha industri jamu dan obat tradisional memiliki pemahaman terhadap bisnis yang kurang lengkap, sehingga ujung-ujungnya tidak mampu besaing.
"Banyak juga yang hanya berpikir bisnisnya saja tetapi melupakan persayaratan dan prosedur pendirian industri jamu dan obat tradisonal yang diminta negara," jelasnya.
Balai Besar POM sendiri terus melakukan pengawasan terhadap peredaran obat dan makanan, untuk mencegah beredarnya obat berbahaya bagi masyarakat.
(izz)