OJK Nilai Riset Dukung Pengembangan Jasa Keuangan Syariah
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai riset dan keterlibatan universitas sangat penting dalam menyiapkan SDM berkualitas untuk menjaga kesinambungan sektor jasa keuangan syariah, sehingga berkontribusi lebih besar bagi pembangunan ekonomi nasional.
Dewan Komisaris OJK Firdaus Djaelani mengatakan, berdasarkan undang-undang OJK memiliki mandat untuk mengatur dan mengawasi seluruh industri jasa keuangan termasuk keuangan syariah dan memiliki semangat kuat untuk menumbuhkembangkan sektor jasa keuangan syariah yang diselaraskan dengan tantangan dan permasalahan ekonomi nasional yang dihadapi saat ini.
“Sektor jasa keuangan syariah yang terdiri dari perbankan, industri keuangan non-bank dan pasar modal syariah yang memang baru kita secara formal sejak tahun sembilan puluhan memang telah bertumbuh dengan pesat kembangkan sejak secara proporsi masih memiliki pangsa pasar yang masih kecil, misalnya volume usaha industri perbankan syariah tumbuh rata-rata 35-40% selama lima tahun terakhir," katanya, Rabu (15/10/2014).
Namun hal yang menjadi sorotan stakeholders terkait ini adalah, potensi dan peluang bertumbuh yang kita miliki sebenarnya jauh lebih besar terutama melihat potensi penduduk yang belum terlayani oleh layanan jasa keuangan formal karena masalah akses layanan jasa keuangan dan tingkat literasi yang masih rendah.
Lebih lanjut pihaknya menjelaskan, peningkatan populasi penduduk, khususnya kelas menengah menjadi faktor untuk meningkatkan potential demand terhadap value added services yang ditawarkan industri keuangan syariah. Kelas menengah Indonesia tumbuh dari semula 93 juta orang atau 42,7% menjadi sekitar 134 juta orang atau 56,6% penduduk.
Menurutnya, kenaikan income akan mengubah preferensi keuangan masyarakat dari produk sederhana seperti simpanan dan pembiayaan umum, ke arah produk investasi dan pembiayaan yang lebih sophisticated, berbasis IT dan memiliki value added yang dibutuhkan pelanggan dan dunia usaha.
Selain itu, pertumbuhan berkelanjutan melalui kebijakan pengembangan sektor strategis antara lain terkait infrastruktur dan konektivitas, revitalisasi industri, dan konservasi energi, merupakan lading garapan sektor jasa keuangan syariah yang belum banyak dijamah. Pada sektor infrastruktur misalnya, dari kebutuhan pembiayaan sebesar Rp1.924 triliun hingga 2014, hanya sekitar 29% yang dapat dipenuhi APBN.
Dari sisi posistif berbagai kenyataan ini, memberikan optimis bahwa ruang bertumbuh dan peran kontribusi sector jasa keuangan syariah bagi pembangunan masih sangat luas. “Ini tantangan bagi stakeholders keuangan syariah nasional,” katanya.
Sebelumnya Kepala kantor OJK Wilayah VI Sulampapua Adnan Djuanda mengatakan, Rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan revisi Loan to Value (LTV) yang biasa disebut dengan Down Payment (DP) atau uang muka dalam bisnis pembiayaan syariah.
Kebijakan tersebut akan mendongkrak penyaluran Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Syariah. Dengan adanya kebijakan tersebut akan mendorong penyaluran KPR syariah lebih maksimal.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa pembiayaan bank syariah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Triwulan pertama tahun 2014 total pembiayaan bank syariah mencapai Rp4,4 triliun atau mengalami kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya mencapai Rp4,3 triliun.
Dewan Komisaris OJK Firdaus Djaelani mengatakan, berdasarkan undang-undang OJK memiliki mandat untuk mengatur dan mengawasi seluruh industri jasa keuangan termasuk keuangan syariah dan memiliki semangat kuat untuk menumbuhkembangkan sektor jasa keuangan syariah yang diselaraskan dengan tantangan dan permasalahan ekonomi nasional yang dihadapi saat ini.
“Sektor jasa keuangan syariah yang terdiri dari perbankan, industri keuangan non-bank dan pasar modal syariah yang memang baru kita secara formal sejak tahun sembilan puluhan memang telah bertumbuh dengan pesat kembangkan sejak secara proporsi masih memiliki pangsa pasar yang masih kecil, misalnya volume usaha industri perbankan syariah tumbuh rata-rata 35-40% selama lima tahun terakhir," katanya, Rabu (15/10/2014).
Namun hal yang menjadi sorotan stakeholders terkait ini adalah, potensi dan peluang bertumbuh yang kita miliki sebenarnya jauh lebih besar terutama melihat potensi penduduk yang belum terlayani oleh layanan jasa keuangan formal karena masalah akses layanan jasa keuangan dan tingkat literasi yang masih rendah.
Lebih lanjut pihaknya menjelaskan, peningkatan populasi penduduk, khususnya kelas menengah menjadi faktor untuk meningkatkan potential demand terhadap value added services yang ditawarkan industri keuangan syariah. Kelas menengah Indonesia tumbuh dari semula 93 juta orang atau 42,7% menjadi sekitar 134 juta orang atau 56,6% penduduk.
Menurutnya, kenaikan income akan mengubah preferensi keuangan masyarakat dari produk sederhana seperti simpanan dan pembiayaan umum, ke arah produk investasi dan pembiayaan yang lebih sophisticated, berbasis IT dan memiliki value added yang dibutuhkan pelanggan dan dunia usaha.
Selain itu, pertumbuhan berkelanjutan melalui kebijakan pengembangan sektor strategis antara lain terkait infrastruktur dan konektivitas, revitalisasi industri, dan konservasi energi, merupakan lading garapan sektor jasa keuangan syariah yang belum banyak dijamah. Pada sektor infrastruktur misalnya, dari kebutuhan pembiayaan sebesar Rp1.924 triliun hingga 2014, hanya sekitar 29% yang dapat dipenuhi APBN.
Dari sisi posistif berbagai kenyataan ini, memberikan optimis bahwa ruang bertumbuh dan peran kontribusi sector jasa keuangan syariah bagi pembangunan masih sangat luas. “Ini tantangan bagi stakeholders keuangan syariah nasional,” katanya.
Sebelumnya Kepala kantor OJK Wilayah VI Sulampapua Adnan Djuanda mengatakan, Rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan revisi Loan to Value (LTV) yang biasa disebut dengan Down Payment (DP) atau uang muka dalam bisnis pembiayaan syariah.
Kebijakan tersebut akan mendongkrak penyaluran Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Syariah. Dengan adanya kebijakan tersebut akan mendorong penyaluran KPR syariah lebih maksimal.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa pembiayaan bank syariah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Triwulan pertama tahun 2014 total pembiayaan bank syariah mencapai Rp4,4 triliun atau mengalami kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya mencapai Rp4,3 triliun.
(gpr)