BI: Masih Banyak Perusahaan yang Belum Lakukan Hedging
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, masih banyak perusahaan yang belum melakukan lindung nilai rupiah (hedging).
Saat ini bisa dikatakan perusahaan-perusahaan di Indonesia 60% dari transaksi valasnya tidak dilakukan hedging padahal perusahaan tersebut mempunyai resiko miss match dari nilai tukarnya.
"Hal ini saya rasa yang perlu disikapi masing-masing perusahaan itu. Tapi untuk nilainya kita enggak bisa sampaikan, itu akan kelihatan di masing-masing perusahaan," ujar dia di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (16/10/2014).
Namun, Agus membantah bahwa yang 60% dari transaksi valas yang diungkapkan itu, akan berimbas ke rupiah atau perekonomian Indonesia.
"Enggak-enggak, enggak seperti itu. Itu beda, yang ada adalah kalau perusahaan itu mempunyai posisi yang terbuka, itu yang bisa jadi lost. Tapi kalau seandainya mereka melakukan hedging dengan betul, itu bisa ada keseimbangan sehingga tidak terjadi suatu resiko nilai tukar yang berakibat terhadap kerugian perusahaan," ujar Agus.
Namun, lanjut dia, perusahaan-perusahaan yang akan membeli valas juga bisa melakukan transaksi lindung nilai, ini terkait dengan neracanya. Kalau tidak dilakukan lindung nilai oleh perusahaannya, maka laporan keuangannya akan menunjukkan kerugian, tapi kalau yang lakukan lindung nilai sesuai dengan kewajiban membayar itu bisa membuat perusahaan-perusahaan kecil melakukan pembelian dolar secara on the spot.
"Tapi secara kontrak ya, sehingga sudah bisa direncanakan jauh hari sebelumnya. Sehingga tidak menimbulkan tekanan permintaan dolar yang tinggi dan akibatnya terjadi stabilitas nilai tukar yang lebih terjaga," tandasnya.
(Baca: SOP Lindung Nilai Diharap Yakinkan Semua BUMN)
Saat ini bisa dikatakan perusahaan-perusahaan di Indonesia 60% dari transaksi valasnya tidak dilakukan hedging padahal perusahaan tersebut mempunyai resiko miss match dari nilai tukarnya.
"Hal ini saya rasa yang perlu disikapi masing-masing perusahaan itu. Tapi untuk nilainya kita enggak bisa sampaikan, itu akan kelihatan di masing-masing perusahaan," ujar dia di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (16/10/2014).
Namun, Agus membantah bahwa yang 60% dari transaksi valas yang diungkapkan itu, akan berimbas ke rupiah atau perekonomian Indonesia.
"Enggak-enggak, enggak seperti itu. Itu beda, yang ada adalah kalau perusahaan itu mempunyai posisi yang terbuka, itu yang bisa jadi lost. Tapi kalau seandainya mereka melakukan hedging dengan betul, itu bisa ada keseimbangan sehingga tidak terjadi suatu resiko nilai tukar yang berakibat terhadap kerugian perusahaan," ujar Agus.
Namun, lanjut dia, perusahaan-perusahaan yang akan membeli valas juga bisa melakukan transaksi lindung nilai, ini terkait dengan neracanya. Kalau tidak dilakukan lindung nilai oleh perusahaannya, maka laporan keuangannya akan menunjukkan kerugian, tapi kalau yang lakukan lindung nilai sesuai dengan kewajiban membayar itu bisa membuat perusahaan-perusahaan kecil melakukan pembelian dolar secara on the spot.
"Tapi secara kontrak ya, sehingga sudah bisa direncanakan jauh hari sebelumnya. Sehingga tidak menimbulkan tekanan permintaan dolar yang tinggi dan akibatnya terjadi stabilitas nilai tukar yang lebih terjaga," tandasnya.
(Baca: SOP Lindung Nilai Diharap Yakinkan Semua BUMN)
(gpr)