Asosiasi Migas Sebut Indonesia Darurat Energi

Sabtu, 18 Oktober 2014 - 11:41 WIB
Asosiasi Migas Sebut Indonesia Darurat Energi
Asosiasi Migas Sebut Indonesia Darurat Energi
A A A
BANDUNG - Indonesia dianggap tengah menghadapi masalah darurat energi. Hal ini diperlihatkan dengan sedikitnya persedian minyak dari dalam negeri.

Ketua Umum Asosiasi Migas Indonesia (AMI) Effendi Sirajuddin mengatakan, dua pertiga kebutuhan minyak dalam negeri masih mengandalkan impor.

“Status darurat energi tersebut akan membahayakan keamanan dan kesatuan nasional, karena tanpa minyak impor, Indonesia hanya mampu bertahan 2 hingga 3 minggu saja. Bahkan, ada sumber yang mengatakan bahwa Indonesia hanya bertahan 1 minggu tanpa minyak impor,” ungkapnya, belum lama ini.

Menurut dia, untuk mengatasi darurat energi harus ada revolusi energi alternatif atau pun energi lainnya. Dia mengatakan, sumber dari segala masalah yang ada kini bukan berakar dari masalah ekonomi, melainkan dari politik.

“Sebelum membenahi ekonomi, sebaiknya benahi dulu sistem perpolitikan di negara kita sendiri. Karena ini secara langsung berdampak pada ekonomi, termasuk yang ada kaitannya dengan sumber daya alam,” paparnya.

Dia menuturkan, untuk menyelesaikan permasalahan energi bisa dengan cara menaikkan pajak bahan bakar minyak (BBM) hingga 50%, terutama untuk golongan ekonomi kelas atas, menghentikan pembangunan jalan tol dengan mengalihkan anggarannya untuk membuat transportasi massal, dan konversi penggunaan BBM pada kendaraan menjadi listrik atau gas.

Pengamat Energi Universitas Padjajaran (Unpad) Yanyan Satyaki berpendapat, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi mendorong konsumsi energi yang tinggi pula. Menurutnya, ini tidak diimbangi dengan produksi energi, seperti minyak, yang seharusnya digunakan untuk negara sendiri.

“Indonesia itu memproduksi minyak tetapi bukan untuk penggunaan sendiri. Mereka lebih mementingkan eksport ke negara lain, tapi kitanya sendiri masih harus impor dari asing,” jelasnya.

Menurutnya, konsumsi masyarakat terhadap minyak terutama minyak yang disubsidi harus segera dihentikan. Pasalnya, jika dibiarkan terus menerus maka Indonesia akan ketergantungan minyak impor.

“Kualitas minyak kita itu lebih bagus dari luar. Seharusnya kita bisa mengelolanya sendiri dan dipergunakan untuk masyarakat kita sendiri juga, bukan malah diekspor supaya dapat devisa, tapi kitanya masih kekurangan,” tuturnya,

Menurut dia, selain membuat kilang-kilang barum infrastruktur dan sistem pendistribusiannya pun harus lebih baik. Dia menjelaskan, ketika hal itu sudah berjalan maka perlu adanya lembaga transparansi penggunaan sumber daya alam.

Energi alternatif, tambah Yanyan, juga menjadi salah satu solusi efektif mengerem konsumsi minyak secara berlebihan.

“Masyarakat harus diedukasi soal energi alternatif. Di sini seharusnya peran pemerintah. Dengan menyetop subsidi BBM maka masyarakat dilatih untuk berpikir bagaimana mendapatkan energi selain minyak, untuk aktivitas sehari-hari,” jelasnya.

Tak hanya menyetop subsidi BBM, dia menyarakan agar pemerintah secara bertahap mempermudah akses masyarakat agar mendapatkan teknologi-teknologi pembuat energi alternatf.

“Dengan kemudahan mengakses teknologi tersebut maka hal ini bisa menstimulus masyarakat supaya berpindah ketergantungan,” pungkasnya.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5658 seconds (0.1#10.140)