Pengamat Migas Memperingatkan: Krisis Energi Sudah di Depan Mata
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengembangan energi baru dan terbarukan harus dilakukan secara konsisten dengan perhatian khusus pemerintah. Praktisi Migas, Elan Biantoro mengatakan, hal ini diperlukan karena menjadi bagian dari ketahanan nasional.
"Krisis energi di negara kita sudah di depan mata. Dimana kita sudah jadi net importir minyak, dan sebentar lagi akan menjadi importir gas alam," ujarnya kepada wartawan, Minggu (1/11/2020).
(Baca Juga: 75 Tahun Hari Pertambangan, Energi Bersih Masih Sebatas Cita-Cita )
Menurut Elan, menurunnya produksi minyak nasional secara konsisten merupakan hal wajar. Karena tidak ada upaya dari pihak terkait meningkatkan kapasitas lapangan eksisting. Mau pun upaya menemukan cadangan baru melalui eksplorasi.
"Sejak tahun 2000-an, produksi minyak kita konsisten menurun. Kecuali tahun 2013/2014 sedikit naik, lalu turun lagi. Kenaikan 2013/2014 itu pun karena mulai berproduksinya Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu, yang saat ini masih menyumbangkan lebih dari 25 persen produksi minyak nasional," terang Elan.
Lalu bagaimana caranya untuk upaya menaikkan produksi nasional? Ada tiga hal yang disampaikan Elan. "Pertama, untuk menahan laju penurunan produksi supaya tidak terlalu tajam, lakukan optimalisasi lapangan eksisting secara tepat dan good engineering practices. Melalui well service, work over, perawatan dan penggantian sufface facilities agar efisien dan mencegah adanya unplanned shutdown," terangnya.
(Baca Juga: Manfaatkan Angin Hingga Sawit, Pengembangan Energi Hijau Terus Dipacu )
Langkah Kedua, lanjut Elan, lakukan upaya secondary recovery di lapangan. Secara tepat teknologi, tepat anggaran, tepat sasaran, dan target. Hal ini tidak mudah. Karena perlu dipegang oleh para profesional yang tepat. "Mulai dari pemberi kebijakan alias regulator (ESDM), pengawas dan pengendali KKKS (SKK Migas), para KKKS, dan perusahaan pendukung usaha hulu migas," tuturnya.
Upaya Ketiga, sejarah peningkatan produksi di Indonesia, hampir selalu diawali dengan adanya penemuan berskala raksasa (giant discovery) yang kemudian dikembangkan menjadi giant fields. Contohnya, Minas, Duri, Mahakam, Suban, Arun, Tangguh BP, Banyu Urip. Namun, ada juga peningkatan produksi signifikan karena penerapan EOR Duri Steam Flood di Blok Rokan.
"Upaya-upaya ketiga hal ini, punya prasyarat utama yaitu kondusifnya iklim investasi hulu migas yang baik. Ditunjang kondisi global seperti harga crude oil yang bagus (tinggi)," urai mantan Kabag Humas SKK Migas tersebut.
"Krisis energi di negara kita sudah di depan mata. Dimana kita sudah jadi net importir minyak, dan sebentar lagi akan menjadi importir gas alam," ujarnya kepada wartawan, Minggu (1/11/2020).
(Baca Juga: 75 Tahun Hari Pertambangan, Energi Bersih Masih Sebatas Cita-Cita )
Menurut Elan, menurunnya produksi minyak nasional secara konsisten merupakan hal wajar. Karena tidak ada upaya dari pihak terkait meningkatkan kapasitas lapangan eksisting. Mau pun upaya menemukan cadangan baru melalui eksplorasi.
"Sejak tahun 2000-an, produksi minyak kita konsisten menurun. Kecuali tahun 2013/2014 sedikit naik, lalu turun lagi. Kenaikan 2013/2014 itu pun karena mulai berproduksinya Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu, yang saat ini masih menyumbangkan lebih dari 25 persen produksi minyak nasional," terang Elan.
Lalu bagaimana caranya untuk upaya menaikkan produksi nasional? Ada tiga hal yang disampaikan Elan. "Pertama, untuk menahan laju penurunan produksi supaya tidak terlalu tajam, lakukan optimalisasi lapangan eksisting secara tepat dan good engineering practices. Melalui well service, work over, perawatan dan penggantian sufface facilities agar efisien dan mencegah adanya unplanned shutdown," terangnya.
(Baca Juga: Manfaatkan Angin Hingga Sawit, Pengembangan Energi Hijau Terus Dipacu )
Langkah Kedua, lanjut Elan, lakukan upaya secondary recovery di lapangan. Secara tepat teknologi, tepat anggaran, tepat sasaran, dan target. Hal ini tidak mudah. Karena perlu dipegang oleh para profesional yang tepat. "Mulai dari pemberi kebijakan alias regulator (ESDM), pengawas dan pengendali KKKS (SKK Migas), para KKKS, dan perusahaan pendukung usaha hulu migas," tuturnya.
Upaya Ketiga, sejarah peningkatan produksi di Indonesia, hampir selalu diawali dengan adanya penemuan berskala raksasa (giant discovery) yang kemudian dikembangkan menjadi giant fields. Contohnya, Minas, Duri, Mahakam, Suban, Arun, Tangguh BP, Banyu Urip. Namun, ada juga peningkatan produksi signifikan karena penerapan EOR Duri Steam Flood di Blok Rokan.
"Upaya-upaya ketiga hal ini, punya prasyarat utama yaitu kondusifnya iklim investasi hulu migas yang baik. Ditunjang kondisi global seperti harga crude oil yang bagus (tinggi)," urai mantan Kabag Humas SKK Migas tersebut.