Ini Cara Mendag Genjot Ekspor
A
A
A
JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel mengaku, banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan di sektor perdagangan Indonesia, salah satunya ekspor.
Salah satunya, menggenjot ekspor untuk meningkatkan neraca perdagangan. Untuk menggenjot ekspor, pabrik-pabrik di Indonesia sebenarnya memiliki kendala, yakni inefisiensi yang cukup besar.
Menurutnya, ada tiga inefisiensi saat ini yang berkecamuk di pabrik-pabrik Indonesia.
"Contohnya, ada satu perusahaan yang saya datangi punya ekspor USD27 juta. Untuk menjaga ekspornya, dia harus menyimpan stok bahan baku enam bulan. Kalau dia menyimpan enam bulan, berarti dia harus punya lahan untuk menyimpan enam bulan, berarti inefisiensi," jelasnya di Jakarta, Senin (27/10/2014) malam.
Untuk inefisiensi yang kedua, lanjut dia, terkait beberapa pabrik yang harus meminjam uang dari bank. Inefisiensi ketiga, pabrik juga harus memiliki mesin agar bisa melanjutkan usaha mereka, padahal hal itu menelan biaya dan waktu tak sedikit.
Inefisiensi ini yang nantinya akan membuat produk-produk ekspor Indonesia masih tertinggal dari negara seperti Vietnam yang tidak lebih kaya bahan bakunya dari Indonesia.
"Karena itu, kita coba menekan inefisiensi mereka, misalnya dengan membuat trading house, sehingga mereka tak perlu pusing. Sudah ada jaminan," pungkas Rachmat.
Salah satunya, menggenjot ekspor untuk meningkatkan neraca perdagangan. Untuk menggenjot ekspor, pabrik-pabrik di Indonesia sebenarnya memiliki kendala, yakni inefisiensi yang cukup besar.
Menurutnya, ada tiga inefisiensi saat ini yang berkecamuk di pabrik-pabrik Indonesia.
"Contohnya, ada satu perusahaan yang saya datangi punya ekspor USD27 juta. Untuk menjaga ekspornya, dia harus menyimpan stok bahan baku enam bulan. Kalau dia menyimpan enam bulan, berarti dia harus punya lahan untuk menyimpan enam bulan, berarti inefisiensi," jelasnya di Jakarta, Senin (27/10/2014) malam.
Untuk inefisiensi yang kedua, lanjut dia, terkait beberapa pabrik yang harus meminjam uang dari bank. Inefisiensi ketiga, pabrik juga harus memiliki mesin agar bisa melanjutkan usaha mereka, padahal hal itu menelan biaya dan waktu tak sedikit.
Inefisiensi ini yang nantinya akan membuat produk-produk ekspor Indonesia masih tertinggal dari negara seperti Vietnam yang tidak lebih kaya bahan bakunya dari Indonesia.
"Karena itu, kita coba menekan inefisiensi mereka, misalnya dengan membuat trading house, sehingga mereka tak perlu pusing. Sudah ada jaminan," pungkas Rachmat.
(izz)