BP Batam Akan Prioritaskan Jalan Tol Khusus Industri
A
A
A
BATAM - Pembangunan jalan tol khusus kendaraan industri akan menjadi infrastruktur terdepan yang menjadi prioritas BP Batam untuk segera direalisasikan, sebelum kepadatan jalan raya semakin sulit dicarikan jalan keluar.
Kepala BP Batam Mustofa Widjaja mengungkapkan pertumbuhan jalan sebagai akses jalur darat pengiriman produk industri dari pabrik ke pelabuhan belum mampu mengimbangi permintaan efesiensi lalu lintas barang dari industri yang ada di FTZ Batam.
Sehingga menurutnya pengembangan akses baru jalur darat di kawasan ini perlu diberikan strategi taktis sehingga bisa mempercepat proses lalu lintas barang dari segi waktu dan biaya.
"Kami akan terus melakukan pembangunan menuju infrastruktur modern, salah satunya membangun jalan tol khusus barang," paparnya, Rabu (29/10/2014).
Terlebih, sambungnya, distribusi barang industri melalui jalur darat menghadapi pertumbuhan kendaraan pribadi di kawasan ini.
Kendaraan industri kerap berbagi akses jalur darat dengan kendaraan pribadi sementara pengembangan infrastruktur jalan belum terlalu menggembirakan.
Maka dari itu, BP Batam melihat perlu ada strategi khusus untuk menyelesaikan kondisi tersebut guna mempercepat proses distribusi produksi dari pelabuhan ke kawasan industri.
"Akibatnya kecepatan akses barang menjadi rendah sehingga memberatkan biaya. Makanya lewat tol untuk mempercepat prosesnya," paparnya.
Selain jalan tol, BP Batam juga memiliki rencana pembangunan transportasi massal seperti monorel dan jalur kereta api untuk orang dan industri.
Mengenai monorel sendiri sejak lama sudah digaungkan dan kini masih dalam pembahasan dengan Kemenhub. Adapun jalur kereta api sudah terdapat nota kesepahaman dengan Dirjen Perkeretapian Kemenhub pada 2012.
Sebagai gambaran, dua proyek yang sudah digagas sejak 2011 yakni, pembangunan koridor jalan tol rute Pelabuhan Batu Ampar-Kawasan Industri Muka Kuning-Bandara Hang Nadim senilai Rp1,6 triliun dan pembangunan kereta rel tahap I rute Bandara Hang Nadim-Batu Ampar senilai Rp1,1 triliun.
Selain itu, FTZ Batam juga masih menanti realisasi proyek infrastruktur pelabuhan Tanjungsauh senilai Rp7 triliun. Ada juga pengembangan Pelabuhan Batuampar dengan perpanjangan dermaga utara senilai Rp366 miliar. Proyek itu rampung akhir tahun ini.
Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan Wendy Aritenang menuturkan pertumbuhan infrastruktur di FTZ Batam setiap tahun luar biasa. BP Batam juga semakin memiliki keleluasaan untuk mengelola bandara dan pelabuhan menyusul terbitnya PP pengelolaan dua infrastruktur tersebut.
"Meski pertumbuhannya luar biasa, pelabuhannya agak ketinggalan. Ke depannya harus ditingkatkan," kata dia.
Sebelumnya, Direktur PTSP dan Humas BP Batam Dwi Djoko Wiwoho mengungkapkan pihaknya saat ini sedang menunggu Perpres penetapan pelaksana proyek dari salah satu Holding BUMN.
Rencana untuk membangun jalan tol sepanjang 25 kilometer juga sudah disampaikan ke Menko Perekonomian semasa Chairul Tandjung sebagai solusi untuk mengatasi kemacetan dan mempercepat arus barang dari kawasan industri dan pintu masuk barang.
Dwi Djoko mengaku pihaknya masih serius untuk membangun jalan tol, seiring juga telah terbitnya SK Menteri Pekerjaan Umum (PU).
"Jalan tol sudah ada SK-nya. BUMN go publik yang ditunjuk langsung Perpres. Kami menunggu Perpres itu, setelah itu butuh persiapan sekitar satu tahun," tuturnya.
Dwi menyatakan pembangunan jalan tol harus segera dimulai terkait langkah pihaknya menambah kapasitas jalan di kota ini sekaligus mempercepat akses barang bagi industri.
Menurutnya, langkah ini lebih mungkin dilaksanakan daripada membatasi jumlah kendaraan bermotor dengan konsep one in one out guna mengantisipasi kemacetan. Apalagi untuk membatasi pemasukan kendaraan membutuhkan regulasi yang diatur dalam Undang-Undang.
"Ini harus segera di mulai. Jalan tol bukan untuk mencari untung, kalau mau membatasi kendaraan, tidak ada UU yang bisa mengatur itu. Kami memang punya pilihan dan kami membuat pilihan," imbuhnya.
Pengamat tansportasi Universitas Batam (Uniba) Lagat Siadari menilai pembangunan jalan tol di Batam sulit dilaksanakan karena luas kawasan ini tidak seluas koridor Sumatra yang memang butuh jalan tol. "Saya tidak setuju dengan jalan tol," tuturnya beberapa waktu lalu.
Lagat menyatakan seharusnya pemerintah menyediakan moda transportasi massal yang nyaman, murah dan ramah lingkungan sebagai solusi mengatasi kemacetan.
Transportasi massal dinilai solusi yang paling realistis ketimbang membangun jalan tol. Apalagi penyediaan modal transportasi massal juga akan mengurangi kesemrawutan kota dari kendaraan pribadi dan mengurangi kompleksitas masalah kemacetan.
"Kalau angkutan umum sudah baik maka konsumerisme kendaraan akan berkurang, penambahan jalan tidak urgent lagi, tinggal peningkatan kualitas jalan," paparnya.
Kepala BP Batam Mustofa Widjaja mengungkapkan pertumbuhan jalan sebagai akses jalur darat pengiriman produk industri dari pabrik ke pelabuhan belum mampu mengimbangi permintaan efesiensi lalu lintas barang dari industri yang ada di FTZ Batam.
Sehingga menurutnya pengembangan akses baru jalur darat di kawasan ini perlu diberikan strategi taktis sehingga bisa mempercepat proses lalu lintas barang dari segi waktu dan biaya.
"Kami akan terus melakukan pembangunan menuju infrastruktur modern, salah satunya membangun jalan tol khusus barang," paparnya, Rabu (29/10/2014).
Terlebih, sambungnya, distribusi barang industri melalui jalur darat menghadapi pertumbuhan kendaraan pribadi di kawasan ini.
Kendaraan industri kerap berbagi akses jalur darat dengan kendaraan pribadi sementara pengembangan infrastruktur jalan belum terlalu menggembirakan.
Maka dari itu, BP Batam melihat perlu ada strategi khusus untuk menyelesaikan kondisi tersebut guna mempercepat proses distribusi produksi dari pelabuhan ke kawasan industri.
"Akibatnya kecepatan akses barang menjadi rendah sehingga memberatkan biaya. Makanya lewat tol untuk mempercepat prosesnya," paparnya.
Selain jalan tol, BP Batam juga memiliki rencana pembangunan transportasi massal seperti monorel dan jalur kereta api untuk orang dan industri.
Mengenai monorel sendiri sejak lama sudah digaungkan dan kini masih dalam pembahasan dengan Kemenhub. Adapun jalur kereta api sudah terdapat nota kesepahaman dengan Dirjen Perkeretapian Kemenhub pada 2012.
Sebagai gambaran, dua proyek yang sudah digagas sejak 2011 yakni, pembangunan koridor jalan tol rute Pelabuhan Batu Ampar-Kawasan Industri Muka Kuning-Bandara Hang Nadim senilai Rp1,6 triliun dan pembangunan kereta rel tahap I rute Bandara Hang Nadim-Batu Ampar senilai Rp1,1 triliun.
Selain itu, FTZ Batam juga masih menanti realisasi proyek infrastruktur pelabuhan Tanjungsauh senilai Rp7 triliun. Ada juga pengembangan Pelabuhan Batuampar dengan perpanjangan dermaga utara senilai Rp366 miliar. Proyek itu rampung akhir tahun ini.
Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan Wendy Aritenang menuturkan pertumbuhan infrastruktur di FTZ Batam setiap tahun luar biasa. BP Batam juga semakin memiliki keleluasaan untuk mengelola bandara dan pelabuhan menyusul terbitnya PP pengelolaan dua infrastruktur tersebut.
"Meski pertumbuhannya luar biasa, pelabuhannya agak ketinggalan. Ke depannya harus ditingkatkan," kata dia.
Sebelumnya, Direktur PTSP dan Humas BP Batam Dwi Djoko Wiwoho mengungkapkan pihaknya saat ini sedang menunggu Perpres penetapan pelaksana proyek dari salah satu Holding BUMN.
Rencana untuk membangun jalan tol sepanjang 25 kilometer juga sudah disampaikan ke Menko Perekonomian semasa Chairul Tandjung sebagai solusi untuk mengatasi kemacetan dan mempercepat arus barang dari kawasan industri dan pintu masuk barang.
Dwi Djoko mengaku pihaknya masih serius untuk membangun jalan tol, seiring juga telah terbitnya SK Menteri Pekerjaan Umum (PU).
"Jalan tol sudah ada SK-nya. BUMN go publik yang ditunjuk langsung Perpres. Kami menunggu Perpres itu, setelah itu butuh persiapan sekitar satu tahun," tuturnya.
Dwi menyatakan pembangunan jalan tol harus segera dimulai terkait langkah pihaknya menambah kapasitas jalan di kota ini sekaligus mempercepat akses barang bagi industri.
Menurutnya, langkah ini lebih mungkin dilaksanakan daripada membatasi jumlah kendaraan bermotor dengan konsep one in one out guna mengantisipasi kemacetan. Apalagi untuk membatasi pemasukan kendaraan membutuhkan regulasi yang diatur dalam Undang-Undang.
"Ini harus segera di mulai. Jalan tol bukan untuk mencari untung, kalau mau membatasi kendaraan, tidak ada UU yang bisa mengatur itu. Kami memang punya pilihan dan kami membuat pilihan," imbuhnya.
Pengamat tansportasi Universitas Batam (Uniba) Lagat Siadari menilai pembangunan jalan tol di Batam sulit dilaksanakan karena luas kawasan ini tidak seluas koridor Sumatra yang memang butuh jalan tol. "Saya tidak setuju dengan jalan tol," tuturnya beberapa waktu lalu.
Lagat menyatakan seharusnya pemerintah menyediakan moda transportasi massal yang nyaman, murah dan ramah lingkungan sebagai solusi mengatasi kemacetan.
Transportasi massal dinilai solusi yang paling realistis ketimbang membangun jalan tol. Apalagi penyediaan modal transportasi massal juga akan mengurangi kesemrawutan kota dari kendaraan pribadi dan mengurangi kompleksitas masalah kemacetan.
"Kalau angkutan umum sudah baik maka konsumerisme kendaraan akan berkurang, penambahan jalan tidak urgent lagi, tinggal peningkatan kualitas jalan," paparnya.
(gpr)