Konsumsi Pemerintah Harus Dipacu

Jum'at, 07 November 2014 - 13:32 WIB
Konsumsi Pemerintah Harus Dipacu
Konsumsi Pemerintah Harus Dipacu
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2014 bisa lebih baik dibanding kuartal sebelumnya yang hanya 5,01%.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) Bank Indonesia Juda Agung mengatakan, membaiknya pertumbuhan pada kuartal keempat nanti akan sangat tergantung dari konsumsi pemerintah.

Dia menjelaskan, apabila konsumsi pemerintah positif, maka pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh lebih baik. Namun sebaliknya, jika konsumsi pemerintah negatif, maka pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah dibandingkan kuartal III. “Kuartal keempat sangat tergantung pada fiskal, tergantung pada konsumsi pemerintah. Jika konsumsi pemerintah seperti kuartal ketika, maka masih akan rebound ,” kata Juda saat Seminar Economic Outlook dengan tema “Indonesia 2015 and Beyond: Reinventing Economic Priorities” di Jakarta kemarin.

Di samping itu, dia memaparkan, saat ini kondisi perekonomian masih akan dipengaruhi oleh empat kekuatan ekonomi dunia yakni Eropa, Jepang, China, dan Amerika Serikat. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi China masih fluktuatif, bisa tumbuh sekitar 7,4% pada tahun ini namun bisa juga lebih rendah. “Mungkin bisa saja 2-3 tahun akan turun menjadi 5%,” paparnya. Adanya pelemahan China, akan berdampak pada negara lain seperti Eropa, dan negara-negara Asia Pasifik yang mengandalkan ekspor komoditas.

“Implikasi pelemahan China sebagai importir terbesar dari private komoditas yaitu harga komoditas mengalami penurunan secara terus menerus,” papardia. Dia juga menjelaskan, dari delapan komoditas terbesar, enam di antaranya mengalami penurunan seperti batu bara, palm oil , rubber, nikel , timah, dan tembaga. Sementara, alumunium serta kopi mengalami peningkatan.

Sementara, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Hendri Saparini menambahkan, pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun diprediksi hanya 5,1%, lebih rendah dari target APBN-P 2014 sebesar 5,5%. Dia menjelaskan, pilihan kebijakan fiskal kontraktif dan moneter ketat telah menyumbang perlambatan ekonomi tahun ini dengan cukup signifikan.

Dia menjelaskan, nanti ekonomi Indonesia ke depan sangat bergantung pada perkembanganpolitik. Namun, saat ini masih ada potensi konflik antara legislatif dan eksekutif yang mengganggu optimisme pertumbuhan ekonomi 2015. Bagi Indonesia, dukungan legislatif sangat penting karena sistem politik memberi peran yang cukup besar pada DPR.

Oleh karenanya, Presiden Jokowi-JK beserta tim kabinetnya harus memiliki strategi untuk mengelola potensi gesekan yang akan terjadi. “Selain itu, masih ada peluang bagi pemerintah presiden Jokowi-JK untuk menciptakan optimisme bagi pelaku bisnis,” tandasnya. Lebih lanjut dia menuturkan, pemerintahan baru diharapkan bisa merancang strategi untuk melakukan lompatan besar dalam pembangunan sebagaimana telah dilakukan oleh negara-negara yang berhasil seperti di Asia, Amerika Latin, maupun Amerika.

Menurutnya, selain perlu melakukan lompatan pertumbuhan ekonomi, Indonesia harus mengurangi kesenjangan seperti saat ini. Selama 10 tahun terakhir produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia telah meningkat dari USD1.076 menjadi USD3.475. Namun, kesenjangan pendapatan pada periode yang sama justru makin lebar. Porsi pendapatan 40% masyarakat dengan pendapatan terendah, terus menurun dari 21% (2004) menjadi 17% (2013).

“Indikator ini menunjukkan bahwa Indonesia mengarah pada kesenjangan yang makin lebar,” ujarnya. Hendri melanjutkan, tidak hanya syarat fokus dalam sektor ekonomi, presiden juga harus menetapkan positioning Indonesia dalam lima tahun ke depan, baik di pasar global maupun di pasar regional.

Kunthi fahmar sandy
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7780 seconds (0.1#10.140)