Swamitra Bank Bukopin Dinilai Stagnan
A
A
A
PALEMBANG - Pertumbuhan program pembinaan UMKM Bank Bukopin, Swamitra, di sepanjang 2014 dinilai stagnan. Pasalnya, tidak ada kenaikan jumlah nasabah maupun penyaluran dana dari tujuh unit yang ada.
Pemimpin Cabang Bank Bukopin Palembang, Dery Januar mengatakan, stagnannya pertumbuhan swamitra ini sudah berlangsung sejak dua tahun terakhir. Kendala utamanya yakni kantor Bank Bukopin saat ini hanya ada di Palembang, sementara nasabah kredit UMKM potensial banyak terdapat di daerah seperti Baturaja, Prabumulih, dan Sekayu.
“Kontrolnya yang jauh. Layanan penyimpanan dan penyaluran kredit swamitra ini kan dikelola pihak ketiga yakni bank-bank kecil di wilayah setempat, meski manajemennya tetap dari Bukopin,” jelas Dery di ruang kerjanya, Senin (11/10/2014).
Saat ini, lanjutnya, total sudah ada lima unit online dan dua unit offline swamitra Bukopin di Sumsel. Dengan kondisi stagnan ini, pihaknya masih belum akan menambah unit baru. Sebab, untuk membuka unit baru harus sesuai dengan syarat yang ditentukan, seperti permodalan, SDM, dan sistem. Yakni perlu ada lokasi pasar yang representatif, modal minimal Rp50juta, dan perekrutan karyawan.
“Kami terus lakukan evaluasi, diharapkan 2015 bisa ditambah unit swamitra atau cabang Bukopin lagi. Potensi besar untuk swamitra masih di daerah Sumsel, di Palembang lebih ke kredit ritel,” terangnya.
Meski stagnan di sektor swamitra, dana yang dihimpun Bukopin tetap bertumbuh. Diakuinya, kontribusi kredit mikro Bukopin sebesar 25% dengan nasabah sekitar 10.000 di Sumsel. Secara umum, pertumbuhan kredit mikro sendiri sebesar 40%, sedangkan kredit ritel sudah hampir mencapai 100% dari tahun lalu.
“Tapi, kami tetap selektif untuk nasabah kredit baru. Apalagi saat ini kondisi ekonomi memang sedang tidak baik dengan daya beli kurang,” beber dia.
Keberadaan swamitra, tambah Dery, merupakan salah satu bagian dari edukasi perbankan dari Bukopin guna mendukung financial inclution bagi masyarakat yang belum mengenal dunia perbankan. Selain swamitra, pihaknya juga menerima kunjungan anak sekolah paud yang ingin mengenal uang lebih dalam, bagaimana menabung di bank, dan bagaimana pihak bank menyortir dana nasabah.
Lalu adapula program atm mini yang menjangkau semua tempat secara mobile. Sistem ini bisa dimanfaatkan masyarakat daerah untuk mentransfer ataupun bertransaksi di merchant tertentu. “Kami ingin menjangkau masyarakat leih luas, karena kantor Bukopin hanya ada di kota,” ujar dia.
Sementara itu, salah satu nasabah Bukopin Arsyad mengatakan, saat ini dia dan keluarga masih memanfaatkan produk tabungan rencana Bukopin. Diakuinya belum akan mencoba kredit yang ditawarkan karena masih akan mempersiapkan pendidikan anak.
“Bukupon memang memberikan banyak edukasi bagi nasabahnya. Melalui tabungan saja, saya dapat banyak wawasan terkait asuransi pendidikan dan sejenisnya,” ujar warga 24 Ilir ini.
Pemimpin Cabang Bank Bukopin Palembang, Dery Januar mengatakan, stagnannya pertumbuhan swamitra ini sudah berlangsung sejak dua tahun terakhir. Kendala utamanya yakni kantor Bank Bukopin saat ini hanya ada di Palembang, sementara nasabah kredit UMKM potensial banyak terdapat di daerah seperti Baturaja, Prabumulih, dan Sekayu.
“Kontrolnya yang jauh. Layanan penyimpanan dan penyaluran kredit swamitra ini kan dikelola pihak ketiga yakni bank-bank kecil di wilayah setempat, meski manajemennya tetap dari Bukopin,” jelas Dery di ruang kerjanya, Senin (11/10/2014).
Saat ini, lanjutnya, total sudah ada lima unit online dan dua unit offline swamitra Bukopin di Sumsel. Dengan kondisi stagnan ini, pihaknya masih belum akan menambah unit baru. Sebab, untuk membuka unit baru harus sesuai dengan syarat yang ditentukan, seperti permodalan, SDM, dan sistem. Yakni perlu ada lokasi pasar yang representatif, modal minimal Rp50juta, dan perekrutan karyawan.
“Kami terus lakukan evaluasi, diharapkan 2015 bisa ditambah unit swamitra atau cabang Bukopin lagi. Potensi besar untuk swamitra masih di daerah Sumsel, di Palembang lebih ke kredit ritel,” terangnya.
Meski stagnan di sektor swamitra, dana yang dihimpun Bukopin tetap bertumbuh. Diakuinya, kontribusi kredit mikro Bukopin sebesar 25% dengan nasabah sekitar 10.000 di Sumsel. Secara umum, pertumbuhan kredit mikro sendiri sebesar 40%, sedangkan kredit ritel sudah hampir mencapai 100% dari tahun lalu.
“Tapi, kami tetap selektif untuk nasabah kredit baru. Apalagi saat ini kondisi ekonomi memang sedang tidak baik dengan daya beli kurang,” beber dia.
Keberadaan swamitra, tambah Dery, merupakan salah satu bagian dari edukasi perbankan dari Bukopin guna mendukung financial inclution bagi masyarakat yang belum mengenal dunia perbankan. Selain swamitra, pihaknya juga menerima kunjungan anak sekolah paud yang ingin mengenal uang lebih dalam, bagaimana menabung di bank, dan bagaimana pihak bank menyortir dana nasabah.
Lalu adapula program atm mini yang menjangkau semua tempat secara mobile. Sistem ini bisa dimanfaatkan masyarakat daerah untuk mentransfer ataupun bertransaksi di merchant tertentu. “Kami ingin menjangkau masyarakat leih luas, karena kantor Bukopin hanya ada di kota,” ujar dia.
Sementara itu, salah satu nasabah Bukopin Arsyad mengatakan, saat ini dia dan keluarga masih memanfaatkan produk tabungan rencana Bukopin. Diakuinya belum akan mencoba kredit yang ditawarkan karena masih akan mempersiapkan pendidikan anak.
“Bukupon memang memberikan banyak edukasi bagi nasabahnya. Melalui tabungan saja, saya dapat banyak wawasan terkait asuransi pendidikan dan sejenisnya,” ujar warga 24 Ilir ini.
(gpr)