Tujuh Poin Permasalahan Penerbangan Nasional
A
A
A
JAKARTA - Indonesian National Air Carrier Association (INACA) berupaya meningkatkan daya saing penerbangan nasional dengan merekomendasikan tujuh poin permasalahan di dunia kedirgantaraan.
Ketua Umum INACA, Arief Wibowo mengatakan, tujuh pokok masalah tersebut meliputi sektor regulasi, infrastruktur dan aspek komersialisasi dalam dunia penerbangan.
"Tujuh pokok poin ini sudah kami sampaikan untuk diselesaikan bersama-sama antara dunia usaha penerbangan bersama pemerintah. Pak Menteri Perhubungan Ignasius Jonan juga berjanji akan mendukung penuh dunia usaha penerbangan nasional," ujarnya, Kamis (13/11/2014).
"Pak Menteri bilang bahwa pemerintah tidak akan mencampuri bisnis usaha penerbangan swasta dan hanya konsen bidang regulasi," ujarnya.
Tujuh pokok poin yang harus diselesaikan tersebut, pertama, perlunya menaikkan kelas dalam hal safety dari kategori dua menjadi kategori satu dalam standar The Federal Aviation Administration (FAA). Hal ini dilakukan untuk menurunkan country safety risk yang pada akhirnya berimplikasi terhadap penurunan biaya asuransi pesawat.
Kedua, soal penataan bandara agar terbentuk intekonektivitas yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang efektif, baik dalam hal pengaturan pungutan tambahan yang tidak relevan dalam bandara, sehingga tetap berdasar pada standar International Civil Aviation Organization (ICAO 9082) yang tercakup dalam airport tax.
Ketiga, penurunan terhadap struktur biaya avtur Indonesia yang masih tergolong tinggi dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN.
Keempat, Kebijakan 0% untuk bea masuk komponen pesawat, mengingat sudah adanya surat keputusan menteri keuangan mengenai hal tersebut yang implementasinya belum baik.
Kelima, perlu kebijakan pro pasar yang selektif guna melindungi kepentingan konsumen sekaligus melindungi bisnis maskapai penerbangan selaku operator angkutan udara sesuai Undang-undang (UU) Penerbangan.
Keenam, perlunya regulasi yang memenuhi kebutuhan sumber daya manusia antara lain pilot, instruktur, inspektur mekanik. Hal tersebut mendesak seiring perkembangan teknologi dan jenis pesawat yang kian canggih.
Ketujuh, pemerintah diminta memperhatikan penerbangan tidak berjadwal atau carter dengan ditetapkannya Fixed Based Operation (FBO) untuk setiap penerbangan carter setiap bandara disamping perlunya regulasi penerbangan malam untuk helikopter.
Arief berharap tujuh poin yang disampaikan kepada pemerintah bisa menghasilkan formula dalam menciptakan atmosfir bisnis penerbangan yang kuat dan berdaya saing global.
"Saya kira ini waktu yang tepat untuk menyampaikan dan mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi dunia penerbangan nasional saat ini. Dan kami optimis pemerintah bersama swasta penerbangan bisa menghasilkan solusi bersama," tandasnya.
Ketua Umum INACA, Arief Wibowo mengatakan, tujuh pokok masalah tersebut meliputi sektor regulasi, infrastruktur dan aspek komersialisasi dalam dunia penerbangan.
"Tujuh pokok poin ini sudah kami sampaikan untuk diselesaikan bersama-sama antara dunia usaha penerbangan bersama pemerintah. Pak Menteri Perhubungan Ignasius Jonan juga berjanji akan mendukung penuh dunia usaha penerbangan nasional," ujarnya, Kamis (13/11/2014).
"Pak Menteri bilang bahwa pemerintah tidak akan mencampuri bisnis usaha penerbangan swasta dan hanya konsen bidang regulasi," ujarnya.
Tujuh pokok poin yang harus diselesaikan tersebut, pertama, perlunya menaikkan kelas dalam hal safety dari kategori dua menjadi kategori satu dalam standar The Federal Aviation Administration (FAA). Hal ini dilakukan untuk menurunkan country safety risk yang pada akhirnya berimplikasi terhadap penurunan biaya asuransi pesawat.
Kedua, soal penataan bandara agar terbentuk intekonektivitas yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang efektif, baik dalam hal pengaturan pungutan tambahan yang tidak relevan dalam bandara, sehingga tetap berdasar pada standar International Civil Aviation Organization (ICAO 9082) yang tercakup dalam airport tax.
Ketiga, penurunan terhadap struktur biaya avtur Indonesia yang masih tergolong tinggi dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN.
Keempat, Kebijakan 0% untuk bea masuk komponen pesawat, mengingat sudah adanya surat keputusan menteri keuangan mengenai hal tersebut yang implementasinya belum baik.
Kelima, perlu kebijakan pro pasar yang selektif guna melindungi kepentingan konsumen sekaligus melindungi bisnis maskapai penerbangan selaku operator angkutan udara sesuai Undang-undang (UU) Penerbangan.
Keenam, perlunya regulasi yang memenuhi kebutuhan sumber daya manusia antara lain pilot, instruktur, inspektur mekanik. Hal tersebut mendesak seiring perkembangan teknologi dan jenis pesawat yang kian canggih.
Ketujuh, pemerintah diminta memperhatikan penerbangan tidak berjadwal atau carter dengan ditetapkannya Fixed Based Operation (FBO) untuk setiap penerbangan carter setiap bandara disamping perlunya regulasi penerbangan malam untuk helikopter.
Arief berharap tujuh poin yang disampaikan kepada pemerintah bisa menghasilkan formula dalam menciptakan atmosfir bisnis penerbangan yang kuat dan berdaya saing global.
"Saya kira ini waktu yang tepat untuk menyampaikan dan mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi dunia penerbangan nasional saat ini. Dan kami optimis pemerintah bersama swasta penerbangan bisa menghasilkan solusi bersama," tandasnya.
(dmd)