Okupansi Naik, INACA Harap Operator Maskapai dan Bandara Patuhi Protokol Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia National Air Carrier Association (INACA) mengharapkan semua pemangku kepentingan transportasi udara menerapkan dan mematuhi aturan protokol Covid-19 sehingga masyarakat nyaman untuk kembali menggunakan transportasi udara.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2020, telah menyetujui bahwa kapasitas angkutan transportasi udara ditingkatkan dari 50% ke 70%.
Kebijakan ini diterapkan untuk maskapai berjadwal, baik itu commercial jet, narrow-body aircraft, dan wide-body aircraft. Sementara itu, untuk penerbangan charter, okupansi penumpang bisa mencapai 100%.
"Hal ini karena penerbangan charter biasanya dilakukan oleh perusahaan, misal perusahaan tambang. Rapid test dan keperluan lainnya ditanggung oleh perusahaan dalam lingkungan kerja yang sama, jadi dibolehkan," ujar Chairman INACA Denon Berri Klinsky Prawiraatmadja kepada SINDONews di Jakarta, Rabu (1/7/2020). (Baca juga : Garuda dan Inaca Apresiasi Pembatasan Kapasitas Pesawat 70% )
Untuk penerbangan komersil, persyaratan penumpang ditanggung secara individu, sehingga para penumpang berkewajiban membawa semua dokumen dan hasil tes negatif Covid-19 yang diperlukan. Okupansi di pesawat terbang hanya 70% dengan bagian tengah tempat duduk yang dikosongkan antar penumpang.
"Dari sisi penumpang, sudah berangsur pulih dan aktivitasnya mulai meningkat walaupun belum kembali seperti di akhir tahun 2019. Angka aktivitas penumpang saat ini berkisar di 10-20%," ungkap Denon.
Dia berharap, protokol Covid-19 yang sudah tertulis dalam SE Menhub 13/2020 yang mengatur aturan-aturan operasional baik untuk operator bandara, maskapai, dan navigasi, bisa dipatuhi agar masyarakat bisa kembali mempercayai transportasi udara untuk digunakan.
"Kedua, saya ingin simplifikasi proses dan prosedur menjadi perhatian. Simplifikasi ini dalam artian pemesanan tiket bisa dilakukan secara online sepanjang masyarakat memiliki kesadaran bahwa mereka tidak menunjukkan gejala, seperti batuk, demam, atau sesak nafas, sehingga mempermudah prosedur di bandara," jelas Denon.
Dia berpesan, untuk di bandara, diharapkan ada beberapa otoritas yang bisa menentukan orang atau penumpang boleh melakukan kegiatan penerbangan atau tidak. Sebagai contoh, metal detector di seluruh bandara di seluruh dunia merupakan cara untuk mencegah aksi terorisme.
"Sekarang dengan situasi Covid-19, dengan adanya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang diwakili Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), harus bisa menentukan apakah orang layak untuk terbang atau tidak. Simplifikasi proses ini yang harus diperhatikan efektivitas dan efisiensinya, kita nggak bisa terus-terusan seperti ini. Pemeriksaan secara digital harus dipikirkan," pungkas Denon.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2020, telah menyetujui bahwa kapasitas angkutan transportasi udara ditingkatkan dari 50% ke 70%.
Kebijakan ini diterapkan untuk maskapai berjadwal, baik itu commercial jet, narrow-body aircraft, dan wide-body aircraft. Sementara itu, untuk penerbangan charter, okupansi penumpang bisa mencapai 100%.
"Hal ini karena penerbangan charter biasanya dilakukan oleh perusahaan, misal perusahaan tambang. Rapid test dan keperluan lainnya ditanggung oleh perusahaan dalam lingkungan kerja yang sama, jadi dibolehkan," ujar Chairman INACA Denon Berri Klinsky Prawiraatmadja kepada SINDONews di Jakarta, Rabu (1/7/2020). (Baca juga : Garuda dan Inaca Apresiasi Pembatasan Kapasitas Pesawat 70% )
Untuk penerbangan komersil, persyaratan penumpang ditanggung secara individu, sehingga para penumpang berkewajiban membawa semua dokumen dan hasil tes negatif Covid-19 yang diperlukan. Okupansi di pesawat terbang hanya 70% dengan bagian tengah tempat duduk yang dikosongkan antar penumpang.
"Dari sisi penumpang, sudah berangsur pulih dan aktivitasnya mulai meningkat walaupun belum kembali seperti di akhir tahun 2019. Angka aktivitas penumpang saat ini berkisar di 10-20%," ungkap Denon.
Dia berharap, protokol Covid-19 yang sudah tertulis dalam SE Menhub 13/2020 yang mengatur aturan-aturan operasional baik untuk operator bandara, maskapai, dan navigasi, bisa dipatuhi agar masyarakat bisa kembali mempercayai transportasi udara untuk digunakan.
"Kedua, saya ingin simplifikasi proses dan prosedur menjadi perhatian. Simplifikasi ini dalam artian pemesanan tiket bisa dilakukan secara online sepanjang masyarakat memiliki kesadaran bahwa mereka tidak menunjukkan gejala, seperti batuk, demam, atau sesak nafas, sehingga mempermudah prosedur di bandara," jelas Denon.
Dia berpesan, untuk di bandara, diharapkan ada beberapa otoritas yang bisa menentukan orang atau penumpang boleh melakukan kegiatan penerbangan atau tidak. Sebagai contoh, metal detector di seluruh bandara di seluruh dunia merupakan cara untuk mencegah aksi terorisme.
"Sekarang dengan situasi Covid-19, dengan adanya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang diwakili Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), harus bisa menentukan apakah orang layak untuk terbang atau tidak. Simplifikasi proses ini yang harus diperhatikan efektivitas dan efisiensinya, kita nggak bisa terus-terusan seperti ini. Pemeriksaan secara digital harus dipikirkan," pungkas Denon.
(ind)