BBM Naik, Inflasi Diprediksi Tak Lampaui 7%
Senin, 17 November 2014 - 12:50 WIB

BBM Naik, Inflasi Diprediksi Tak Lampaui 7%
A
A
A
JAKARTA - Chief Country Officer Citi Indonesia Tigor M. Siahaan mengatakan bahwa dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mendorong kenaikan inflasi, namun tidak akan melebihi 7%.
"Kenaikan harga BBM akan menimbulkan inflasi, tapi tidak akan melebihi 7% pada akhir tahun, tergantung kapan diumumkan dan kapan dinaikkannya. Tapi ini merupakan level yang wajar dari beberapa kejadian kenaikan BBM yang terjadi sebelumnya," ujarnya di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Senin (17/11/2014).
Ditemui dalam sela acara 10th Annual Capital Market Outlook Citi Securities Service Indonesia, Tigor menambahkan bahwa terkait dampak inflasi tersebut, BI tidak perlu menaikkan suku bunga karena efeknya kenaikan tersebut hanya bersifat sementara, diperkirakan hanya sekitar 3-6 bulan ke depan.
"Kalau untuk suku bunga ada kemungkinan BI tidak perlu menaikkannya jika dampak inflasi tersebut cuma 3-6 bulan," ujarnya.
Selain itu, menurut Tigor, yang harus dipahami walaupun ada kenaikan BBM bersubsidi adalah sektor produktif yang memberikan dampak yang positif. Selanjutnya akan membuat ekonomi Indonesia menjadi lebih baik dibanding tidak menaikkan BBM bersubsidi.
Sekadar informasi, badan Pusat Statsistik (BPS) pada awal bulan ini mengumumkan bahwa inflasi Oktober sebesar 0,47% dan laju inflasi tahun kalender 4,19%.
Angka tersebut lebih tinggi dibanding September yang tercatat sebesar 0,27%. Dibanding Oktober tahun lalu, inflasi bulan lalu juga masih lebih tinggi, di mana pada Oktober 2013 tercatat hanya 0,09%.
Sementara BPS sebelumnya sempat memprediksi, jika BBM bersubsidi naik Rp3.000 per liter, maka laju inflasi bisa meningkat 1,5%. Dengan begitu, jika BBM jadi naik, maka inflasi hingga penghujung tahun ini bisa melebihi 7% atau melampuai target dalam APBN Perubahan 2014 sebesar 5,3%.
(Baca: Citi Sebut Kenaikan Harga BBM Dinanti Pasar)
"Kenaikan harga BBM akan menimbulkan inflasi, tapi tidak akan melebihi 7% pada akhir tahun, tergantung kapan diumumkan dan kapan dinaikkannya. Tapi ini merupakan level yang wajar dari beberapa kejadian kenaikan BBM yang terjadi sebelumnya," ujarnya di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Senin (17/11/2014).
Ditemui dalam sela acara 10th Annual Capital Market Outlook Citi Securities Service Indonesia, Tigor menambahkan bahwa terkait dampak inflasi tersebut, BI tidak perlu menaikkan suku bunga karena efeknya kenaikan tersebut hanya bersifat sementara, diperkirakan hanya sekitar 3-6 bulan ke depan.
"Kalau untuk suku bunga ada kemungkinan BI tidak perlu menaikkannya jika dampak inflasi tersebut cuma 3-6 bulan," ujarnya.
Selain itu, menurut Tigor, yang harus dipahami walaupun ada kenaikan BBM bersubsidi adalah sektor produktif yang memberikan dampak yang positif. Selanjutnya akan membuat ekonomi Indonesia menjadi lebih baik dibanding tidak menaikkan BBM bersubsidi.
Sekadar informasi, badan Pusat Statsistik (BPS) pada awal bulan ini mengumumkan bahwa inflasi Oktober sebesar 0,47% dan laju inflasi tahun kalender 4,19%.
Angka tersebut lebih tinggi dibanding September yang tercatat sebesar 0,27%. Dibanding Oktober tahun lalu, inflasi bulan lalu juga masih lebih tinggi, di mana pada Oktober 2013 tercatat hanya 0,09%.
Sementara BPS sebelumnya sempat memprediksi, jika BBM bersubsidi naik Rp3.000 per liter, maka laju inflasi bisa meningkat 1,5%. Dengan begitu, jika BBM jadi naik, maka inflasi hingga penghujung tahun ini bisa melebihi 7% atau melampuai target dalam APBN Perubahan 2014 sebesar 5,3%.
(Baca: Citi Sebut Kenaikan Harga BBM Dinanti Pasar)
(rna)