BBM Naik, Ukuran Tahu dan Tempe Diperkecil
A
A
A
KENDAL - Sejumlah perajin tahu dan tempe di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, terpaksa mengurangi ukuran produk dari biasanya. Hal itu lantaran melonjaknya biaya produksi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Selain itu, pengurangan ukuran pada tahu dan tempe tersebut sebagai upaya penyesuaian harga dan keuntungan yang diperoleh dari perajin.
Suyanto, salah seorang mandor di perusahaan tahu di Kelurahan Ketapang, Kecamatan Kendal mengatakan, sudah tiga hari mengurangi ukuran produknya. Langkah ini dilakukan untuk menekan kerugian yang diakibatkan bertambahnya biaya produksi, khususnya untuk pengiriman barang.
“Transportasi pengiriman membutuhkan biaya yang banyak ketimbang sebelum BBM naik,” ujarnya, Minggu (23/11/2014).
Ukuran hasil produksi yang kian mengecil sempat mendapat protes dari pedagang, karena pembeli banyak yang beralih ke bahan produksi lain. Namun, hal itu menjadi pilihan daripada harus menanggung rugi.
“Kalau harga tempe dan tahu naik, malah ditakutkan tidak laku. Jadi, mengurangi ukuran menjadi solusinya,” jelasnya.
Dia mengakui, berkurangnya ukuran tahu membuat omzet dalam tiga hari terakhir mengalami penurunan. Sebelum harga bbm naik, bisa menghabiskan kedelai hingga 1 ton. Namun, pasca kenaikan BBM berkurang menjadi 8 kuintal saja.
Alasan lain, lanjut Suyanto, para perajin tahu dan tempe tidak menaikkan harga karena bahan baku atau kedelai harganya masih stabil sebesar Rp8.000 per kilogram.
“Ukuran tahu sendiri disesuaikan dengan pasar, biasanya dalam satu cetakan bisa dijadikan seratus hingga delapan puluh biji,” imbuhnya.
Sarinah, 43, seorang pedagang tahu di Pasar Kendal mengatakan, banyak para pembeli yang kecewa dengan ukuran tahu yang mengecil pasca kenaikan harga BBM.
“Banyak yang protes, karena pembeli bukan hanya dikonsumsi sendiri. Tapi, juga untuk usaha warung makan. Jadi, mereka butuh ukuran tahu yang seperti biasanya,” tandas Sarinah.
Selain itu, pengurangan ukuran pada tahu dan tempe tersebut sebagai upaya penyesuaian harga dan keuntungan yang diperoleh dari perajin.
Suyanto, salah seorang mandor di perusahaan tahu di Kelurahan Ketapang, Kecamatan Kendal mengatakan, sudah tiga hari mengurangi ukuran produknya. Langkah ini dilakukan untuk menekan kerugian yang diakibatkan bertambahnya biaya produksi, khususnya untuk pengiriman barang.
“Transportasi pengiriman membutuhkan biaya yang banyak ketimbang sebelum BBM naik,” ujarnya, Minggu (23/11/2014).
Ukuran hasil produksi yang kian mengecil sempat mendapat protes dari pedagang, karena pembeli banyak yang beralih ke bahan produksi lain. Namun, hal itu menjadi pilihan daripada harus menanggung rugi.
“Kalau harga tempe dan tahu naik, malah ditakutkan tidak laku. Jadi, mengurangi ukuran menjadi solusinya,” jelasnya.
Dia mengakui, berkurangnya ukuran tahu membuat omzet dalam tiga hari terakhir mengalami penurunan. Sebelum harga bbm naik, bisa menghabiskan kedelai hingga 1 ton. Namun, pasca kenaikan BBM berkurang menjadi 8 kuintal saja.
Alasan lain, lanjut Suyanto, para perajin tahu dan tempe tidak menaikkan harga karena bahan baku atau kedelai harganya masih stabil sebesar Rp8.000 per kilogram.
“Ukuran tahu sendiri disesuaikan dengan pasar, biasanya dalam satu cetakan bisa dijadikan seratus hingga delapan puluh biji,” imbuhnya.
Sarinah, 43, seorang pedagang tahu di Pasar Kendal mengatakan, banyak para pembeli yang kecewa dengan ukuran tahu yang mengecil pasca kenaikan harga BBM.
“Banyak yang protes, karena pembeli bukan hanya dikonsumsi sendiri. Tapi, juga untuk usaha warung makan. Jadi, mereka butuh ukuran tahu yang seperti biasanya,” tandas Sarinah.
(dmd)