Sawit Masa Depan Biofuel
A
A
A
BANDUNG - Peranan industri kelapa sawit akan semakin strategis dalam mempercepat pengembangan biofuel di Indonesia. Sebab, kelapa sawit merupakan sumber bioenergi utama yang akan mengurangi penggunaan dan impor bahan bakar minyak (BBM).
“Selain itu, penggunaan minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) untuk bioenergi berdampak positif terhadap perekonomian nasional,” ujar Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana pada acara “10th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2015 Price Outlook” di Bandung kemarin.
Sejalan dengan itu, kata dia, pemerintah juga mendorong peningkatan penggunaan bioenergi melalui Biofuel Mandatory Roadmap. Seiring dengan itu, penggunaan biofuel dari tahun ke tahun juga terus meningkat. Pada 2013 biofuel sudah digunakan sebanyak 1,05 juta kilo liter, naik 52,26% dari penggunaan 2012. Menurutnya, penggunaan biodiesel hingga 10% (B-10) akan ditingkatkan menjadi B- 20 pada 2016 dan B-30 pada 2020.
Kebijakan ini akan meningkatkan permintaan biodiesel menjadi dua kali lipat pada 2016 dan meningkat 1,5 kali lagi pada 2020. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Hari Priyono mengatakan, selama ini hilirisasi produk dari komoditas andalan Indonesia ini belum maksimal. “Ke depan, produk-produk hilirisasi yang dihasilkan dari sawit harus lebih banyak lagi,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Hari menyebutkan bahwa industri kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar pada perekonomian nasional. Salah satunya bisa dilihat dari pencapaian devisa ekspor Indonesia yang nilainya mencapai USD15,8 miliar atau setara dengan Rp175 triliun pada 2013. “Kinerja ekspor produk pertanian dari tahun ke tahun selalu positif (surplus). Ini terjadi karena ditopang nilai ekspor CPO,” kata Hari.
Hari mengingatkan, daya saing sawit sangat ditentukan oleh produk-produk hilir. Untuk itu, ia berharap konferensi sawit tahunan ini dapat menghasilkan pemikiran-pemikiran maupun saran yang dapat disampaikan ke pemerintah agar hilirisasi dapat berkembang dengan baik. Pada kesempatan itu Hari menepis tudingan bahwa kelapa sawit hanya dimiliki perusahaan- perusahaan besar. Dari data yang dimiliki Kementerian Pertanian, dari total lahan sawit 10,5 juta hektare (ha), sekitar 4,4 juta dimiliki oleh petani.
Isu Tenaga Kerja
Prospek bisnis industri kelapa sawit juga sangat terkait dengan masalah ketenagakerjaan. Menurut Ketua Apindo Bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial Haryadi B Sukamdani, isu utama yang dihadapi industri adalah tingginya ongkos ketenagakerjaan, upah minimum, regional dan sektoral, masalah alih daya dan jaminan sosial. Terkait dengan persoalan tenaga kerja ini, Haryadi mendukung program mekanisasi yang diterapkan di perkebunan kelapa sawit.
“Besarnya upah pada tahun ini mengalami kenaikan 16,89%. Dengan kenaikan tersebut, maka ongkos produksi yang ditanggung perusahaan untuk upah mencapai 31, 24–32, 74%. Untuk 2015 bahkan akan naik 10% walau belum final karena masih ada serikat buruh yang belum sepakat,” katanya.
Sudarsono
“Selain itu, penggunaan minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) untuk bioenergi berdampak positif terhadap perekonomian nasional,” ujar Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana pada acara “10th Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) and 2015 Price Outlook” di Bandung kemarin.
Sejalan dengan itu, kata dia, pemerintah juga mendorong peningkatan penggunaan bioenergi melalui Biofuel Mandatory Roadmap. Seiring dengan itu, penggunaan biofuel dari tahun ke tahun juga terus meningkat. Pada 2013 biofuel sudah digunakan sebanyak 1,05 juta kilo liter, naik 52,26% dari penggunaan 2012. Menurutnya, penggunaan biodiesel hingga 10% (B-10) akan ditingkatkan menjadi B- 20 pada 2016 dan B-30 pada 2020.
Kebijakan ini akan meningkatkan permintaan biodiesel menjadi dua kali lipat pada 2016 dan meningkat 1,5 kali lagi pada 2020. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Hari Priyono mengatakan, selama ini hilirisasi produk dari komoditas andalan Indonesia ini belum maksimal. “Ke depan, produk-produk hilirisasi yang dihasilkan dari sawit harus lebih banyak lagi,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Hari menyebutkan bahwa industri kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar pada perekonomian nasional. Salah satunya bisa dilihat dari pencapaian devisa ekspor Indonesia yang nilainya mencapai USD15,8 miliar atau setara dengan Rp175 triliun pada 2013. “Kinerja ekspor produk pertanian dari tahun ke tahun selalu positif (surplus). Ini terjadi karena ditopang nilai ekspor CPO,” kata Hari.
Hari mengingatkan, daya saing sawit sangat ditentukan oleh produk-produk hilir. Untuk itu, ia berharap konferensi sawit tahunan ini dapat menghasilkan pemikiran-pemikiran maupun saran yang dapat disampaikan ke pemerintah agar hilirisasi dapat berkembang dengan baik. Pada kesempatan itu Hari menepis tudingan bahwa kelapa sawit hanya dimiliki perusahaan- perusahaan besar. Dari data yang dimiliki Kementerian Pertanian, dari total lahan sawit 10,5 juta hektare (ha), sekitar 4,4 juta dimiliki oleh petani.
Isu Tenaga Kerja
Prospek bisnis industri kelapa sawit juga sangat terkait dengan masalah ketenagakerjaan. Menurut Ketua Apindo Bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial Haryadi B Sukamdani, isu utama yang dihadapi industri adalah tingginya ongkos ketenagakerjaan, upah minimum, regional dan sektoral, masalah alih daya dan jaminan sosial. Terkait dengan persoalan tenaga kerja ini, Haryadi mendukung program mekanisasi yang diterapkan di perkebunan kelapa sawit.
“Besarnya upah pada tahun ini mengalami kenaikan 16,89%. Dengan kenaikan tersebut, maka ongkos produksi yang ditanggung perusahaan untuk upah mencapai 31, 24–32, 74%. Untuk 2015 bahkan akan naik 10% walau belum final karena masih ada serikat buruh yang belum sepakat,” katanya.
Sudarsono
(ars)