Matematika Memberikan Nilai Lebih

Minggu, 14 Desember 2014 - 11:59 WIB
Matematika Memberikan Nilai Lebih
Matematika Memberikan Nilai Lebih
A A A
Apa gunanya kita belajar Matematika dan mengapa Matematika diujikan sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi? Itulah pertanyaan yang kerap diajukan mahasiswa dan orang tua.

Setelah menjalani kuliah belasan tahun di jurusan matematika, akuntansi, dan keuangan di tiga benua dan pengalaman bekerja sebagai profesional dan akademisi, saya mempunyai penilaian yang lebih bijak mengenai pentingnya matematika ini. Pandangan saya ini mungkin bermanfaat untuk mereka yang masih salah dalam memandang matematika dan mereka yang tertarik dengan dunia keuangan, namun kurang kuat dalam matematika.

Logika Abstrak

Matematika dan bahasa adalah ilmu dasar yang dibutuhkan setiap anak sekolah mulai dari usia dini. Inilah dua mata pelajaran yang ada sejak kelas satu sekolah dasar dari dulu hingga sekarang di negara mana pun. Di sekolah kita di sini siswa tidak cukup hanya mempelajari keduanya. Mereka juga masih dijejali seabrek mata pelajaran lain mulai dari pendidikan kewarganegaraan sampai sejarah sehingga porsi untuk dua kemampuan utama ini menjadi berkurang.

Sangat disayangkan jika matematika dan bahasa hanya dipandang sebagai mata pelajaran dan bukan sebagai kompetensi utama yang harus diperoleh siswa. Ini berbeda dengan yang dialami putri saya yang menghabiskan tiga tahun terakhir pendidikan dasarnya di sebuah sekolah internasional favorit.

Di sekolahnya hampir setiap hari ada pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia karena mata pelajaran yang diujikan hanya empat dengan saint sebagai yang keempat. Tes masuk di sekolah dasar ini juga soal-soal matematika dan mengarang dalam bahasa Inggris. Sebelumnya di sekolah nasional plus dia hanya belajar bahasa Inggris sebatas pada perbendaharaan kata, anak saya tidak lulus pada tes pertama bahasa Inggris meski sudah menyiapkan diri dengan baik.

Untunglah dia lolos pada kesempatan kedua setelah bersusah-payah lagi selama satu bulan. Syarat kenaikan kelas di sekolah ini juga hanya nilai Matematika dan Bahasa Inggris yaitu masingmasing minimal 50 atau D dan tidak ada syarat lain. Tidak hanya untuk kelas empat sekolah dasar, tes Matematika juga dipersyaratkan untuk masuk SMP, SMA, S-1, S-2, dan S-3 perguruan tinggi.

Dua pelajaran utama yang diujikan untuk program sarjana di fakultas atau jurusan sosial terutama ekonomi adalah Matematika dan Bahasa Inggris serta Matematika dan IPA untuk Fakultas Eksakta. Demikian juga untuk melanjutkan ke program magister dan doktoral, seseorang harus melewati tes potensi akademik (TPA) yang isinya tidak lain adalah Bahasa, Matematika, dan Pengetahuan Umum.

Nilai TPA dan TOEFL yang memadai menjadi syarat mutlak untuk bisa diterima menjadi mahasiswa magister dan doktoral di perguruan tinggi favorit dalam negeri. Di luar negeri juga sama. Di Amerika Serikat (AS) misalnya nilai kemampuan dasar itu diukur lewat skor scholastic aptitude test (SAT ) untuk S-1 dan GRE & GMAT untuk S-2 dan S-3 dan menjadi syarat utama penerimaan.

Sewaktu melamar officer development bank sebuah bank swasta besar di awal 1990-an saya juga harus melewati psikotes yang isinya tidak banyak berbeda dengan TPA untuk memilih sekitar 30 pegawai dari 2.500 orang peminat. Mengapa semua jenjang studi bahkan seleksi kerja memerlukan tes matematika dan bahasa? Karena, yang namanya kecerdasan sejatinya terdiri atas dua komponen utama yaitu logika abstrak dan logika verbal.

Materi tes IQ (intelligence quotient), yang sangat populer zaman saya masih sekolah dulu, tidak lain mengenai bahasa, pengetahuan umum, kecepatan berhitung, dan soal-soal matematika yang bersifat nalar atau logika. Tes itu untuk mengukur kemampuan atau skor logika verbal dan logika abstrak seseorang yang jika digabungkan akan menjadi nilai kecerdasan atau IQ.

Mana yang lebih penting antara kedua logika ini? Tidak ada yang lebih penting mengingat ada profesi yang lebih memerlukan logika verbal dan lainnya sangat menuntut logika abstrak. Untuk menjadi insinyur atau ahli komputer, seseorang lebih memerlukan logika abstrak.

Tetapi, untuk menjadi pengacara, penulis profesional, dan politisi, saya pikir logika verbal lebih penting. Mereka yang tidak kuat dalam matematika tidak perlu bersedih karena masih lebih banyak profesi yang tidak mempersyaratkan kemampuan eksakta ini. Pekerjaan-pekerjaan itu umumnya lebih menyenangkan dan tidak kalah dalam bayarannya.

Passion Lebih Penting

Bagaimana dengan matematika untuk menjadi akuntan dan ahli keuangan? Untuk dapat diterima menjadi mahasiswa akuntansi dan keuangan di PTN favorit, Anda memang perlu menguasai matematika. Namun, setelah itu, matematika yang diperlukan akuntan hanya berhitung plus sedikit matematika keuangan.

Namun, Anda akan bernilai lebih tinggi jika mampu berpikir logis, matematis, dan analitis berbekal matematika terutama matematika keuangan. Kemampuan matematika akan menjadi nilai lebih seorang akuntan atau lulusan keuangan. Salah kaprah yang terjadi di masyarakat saat ini adalah pandangan bahwa yang menguasai matematika atau mempunyai IQ tinggi akan berpenghasilan besar dan bahwa bekerja di bidang eksakta lebih menjanjikan.

Saya pun dulunya berpikir begitu sehingga hampir saja memaksakan diri masuk ke Fakultas Teknik atau menjadi ilmuwan matematika. Yang benar adalah IQ itu tidak ada artinya tanpa kemampuan emosi dan pengendalian diri atau emotional quotient (EQ) yang baik. IQ dan EQ tinggi pun tidak menjanjikan kesuksesan jika tidak disertai kemauan keras dan minat besar (passion).

Thomas Alfa Edison, sang penemu listrik, bahkan pernah berkata bahwa menjadi seorang genius itu hanya 1% saja bakat, sisanya 99% adalah kerja keras. Menurutnya, passion atau semangat dan ketekunan itu necessary condition sekaligus sufficient condition. Kemampuan matematika dan IQ hanyalah nilai tambah.

Budi frensidy
Staf Pengajar FEUI dan Perencana Keuangan,
www.fund-and-fun.com
@BudiFrensidy
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5867 seconds (0.1#10.140)