Utang Luar Negeri Meningkat Signifikan

Senin, 15 Desember 2014 - 10:44 WIB
Utang Luar Negeri Meningkat Signifikan
Utang Luar Negeri Meningkat Signifikan
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyatakan dalam kurun waktu kurang satu dekade, jumlah utang luar negeri (ULN) swasta meningkat tiga kali lipat. Tercatat pada akhir 2005 ULN swasta USD50,6 miliar.

Jumlah tersebut meningkat menjadi USD156,2 miliar akhir Agustus 2014 atau sekitar 53,8% dari total ULN Indonesia.

Terkait dengan ULN yang terus meningkat tersebut, Bank Indonesia (BI) meminta perusahaan swasta maupun BUMN agar mewaspadainya. Peringatan ini dilakukan seiring adanya risiko nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang dalam beberapa pekan terakhir terus mengalami pelemahan. Tercatat kurs tengah BI pada Jumat 12/12 lalu mencapai level Rp12.432 per dolar.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, untuk memitigasi nilai tukar maka ULN swasta diminta untuk melakukan hedging. Menurutnya, meskipun untuk melakukan hedging memerlukan biaya yang lebih mahal namun bisa membuat kepastian bagi perhitungan.

“Memang karena kita banyak korporasi yang mempunyai utang luar negeri, pelemahan rupiah ini harus terus kita waspadai,” kata Mirza di Jakarta akhir pekan lalu. Maka itu, lanjut dia, BI datang dengan aturan hedging karena ULN sesuatu yang tidak bisa dihindari. “Ini juga karena LDR sudah tinggi, funding terbatas, sehingga perbankan Indonesia juga mulai berutang di luar negeri. Nah, sekarang tinggal bagaimana mereka mengelola risiko itu,” ujar dia.

Mirza menganggap pelemahan rupiah ini masih terbilang wajar. Pasalnya, hal ini dialami juga oleh mata uang dari negara lain. Dia mencontohkan, yen melemah sekitar 15% terhadap dolar AS dan ringgit Malaysia juga melemah sekitar 6%.“Jadi terlihat semua melemah terhadap dolar, ini hal yang wajar,” katanya.

Mirza menuturkan, rupiah yang sudah mencapai level Rp12.400 per USD ini masih dipandang positif jika dilihat dari daya saing ekspor dan impor. Diakuinya, pelemahan rupiah akan berdampak positif pada membaiknya kinerja ekspor perdagangan nonmigas.

Analis PT Woori Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada menilai wajar penguatan nilai tukar dolar AS terhadap semua mata uang. Pasalnya, beberapa indikator ekonomi AS dalam kondisi yang positif. Dalam beberapa bulan terakhir, kata Reza, di AS banyak terjadi penyerapan tenaga kerja sehingga pengangguran menurun.

Hal ini sebagai imbas pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Kondisi inilah yang menjadikan acuan bagi investor lebih tertarik untuk menahan dolar. Di sisi lain, belum ada hal positif di Asia yang bisa mendongkrak nilai tukar mata uangnya terhadap dolar.

“Untuk Indonesia, belum adanya sentimen positif terhadap laju rupiah dan sikap tenang yang ditunjukkan oleh BI sehingga menimbulkan persepsi di kalangan pelaku pasar bahwa seolah-olah BI menyetujui pelemahan rupiah tersebut karena dianggap sudah sesuai dengan fundamental ekonomi Indonesia,” kata Reza.

Menurut Reza, untuk mendorong penguatan rupiah, tahun depan BI dan pemerintah hendaknya memberikan sentimen positif pada pasar di dalam negeri. Misalnya dengan mengendalikan inflasi, mempercepat pertumbuhan investasi, dan merealisasikan programprogram yang bisa membuat stimulus penguatan nilai rupiah.

Kunthi fahmar sandy
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6463 seconds (0.1#10.140)