Izin Ekspor Freeport Terancam Dicabut

Jum'at, 26 Desember 2014 - 11:21 WIB
Izin Ekspor Freeport Terancam Dicabut
Izin Ekspor Freeport Terancam Dicabut
A A A
JAKARTA - Pemerintah menegaskan akan mencabut izin ekspor PT Freeport Indonesia jika perusahaan Amerika Serikat ini tidak segera membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral hasil tambangnya.

Pemerintah memberikan batas waktu paling lambat 26 Januari 2015 kepada Freeport untuk mulai membangun fasilitas tersebut. “Setidaknya ada progress dulu. Bila pada Januari tidak ada kemajuan, surat izin ekspor tidak diperpanjang,” tandas Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sukhyar di Jakarta kemarin.

Menurut Sukhyar, hingga saat ini belum ada tanda-tanda Freeport serius membangun smelter. Padahal manajemen Freeport telah memberikan uang jaminan untuk pembangunan smeltersebesar USD115 juta kepada pemerintah. Namun, hingga kini belum ada tanda- tanda Freeport menindaklanjuti pembangunan smelter yang diminta pemerintah.

Presiden Direktur Freeport Indonesia Roziq B Soetjipto mengatakan, rencana pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian Freeport di Gresik, Jawa Timur, tetap berjalan. Saat ini perusahaan lebih menekankan kepada basic engineering fasilitas tersebut. “Rencana pembangunan smelter masih jalan,” tegasnya.

Seperti diketahui, Kementerian ESDM dijadwalkan mengevaluasi pembangunan smelter Freeport pada Februari 2015 atau enam bulan setelah penandatanganan nota amendemen kontrak pertambangan. Apabila dalam enam bulan itu penyerapan dana ataupun kemajuan pembangunan belum mencapai 60%, maka kegiatan ekspor Freeport bisa dihentikan.

Sukhyar menjelaskan, target 60% bakal tercapai apabila Freeport sudah mendapatkan lokasi smelter. Kendati manajemen Freeport menyatakan bahwa smelterakan dibangun di Gresik, hingga kini Sukhyar belum mendapat laporan mengenai kepastian lokasi yang dipilih perusahaan tambang emas terbesar di Indonesia tersebut.

Smelter Freeport direncanakan memiliki kapasitas mencapai 400.000 ton tembaga katoda dengan kebutuhan bahan baku mencapai 1,6 juta konsentrat tembaga. Investasi smelter ini mencapai USD2,3 miliar. Adapun, prastudi kelayakan smeltertelah menyelesaikan.

Sementara, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo sebelumnya mengatakan, pemerintah fokus pada proses renegosiasi amendemen kontrak pertambangan dengan Freeport pada kontribusi terhadap penerimaan negara. Karena itu, pemerintah harus berhati-hati dalam memberikan insentif pajak bagi perusahaan tambang asal AS ini.

“Sekarang pemerintah sedang meningkatkan fiscal space. Kementerian ESDM supaya hati-hati memberikan fiskal insentif, termasuk PBB, PBN, ataupun royalti. Harus kita jaga benar. Harus optimal,” ujar Mardiasmo. Mardiasmo mengatakan, proses renegosiasi tetap akan mengutamakan aspek penerimaan negara.

Di sisi lain, pemerintah tetap memperhatikan hak dan kewajiban masingmasing pihak. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengatakan, proses renegosiasi amendemen kontrakpertambangandenganFreeport mengutamakan kesetaraan dari pemerintah terhadap investor.

“Terkait dengan investasi, jadi yang kita lihat adalah mengenai kesetaraan dari pemerintah terhadap investor. Karena ini kaitannya dengan pertambangan, tentu keman-faatan untuk masyarakat sekitar dan negara. Seperti kita bicara tentang local content, tentang smelter. Poinnya adalah dari kami memberi masukan, juga tentang pendapatan negara,” paparnya.

Nanang wijayanto
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6741 seconds (0.1#10.140)