Konstruksi Jalan dan Bangunan Paling Tertekan Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN), Tri Widjayanto mengemukakan, dampak depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) lebih banyak dirasakan sektor konstruksi jalan dan bangunan.
Alasannya, material untuk kedua konstruksi tersebut masih memanfaatkan bahan dan alat impor.
"Dampaknya ada tapi tidak sampai 10%. Depresiasi ini terutama dirasakan hanya untuk kontrak-kontrak dengan mata uang asing. Misalnya, pembangunan gedung dan jalan. Kita melakukan evaluasi dengan dampak-dampak tersebut, termasuk berkoordinasi dengan pemerintah," ujarnya, Jumat (26/12/2014).
Dia menjelaskan, pemerintah telah melakukan antisipasi dengan meninjau dan mengevaluasi kontrak-kontrak bagi kontraktor jalan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR), Djoko Murjanto mengatakan, pemerintah telah melakukan antisipasi terkait melemahnya rupiah dengan cara mengeveluasi kontrak-kontrak yang ada di lingkungan Kementerian PU-Pera.
Menurutnya, evaluasi tersebut lebih banyak pada kontrak-kontrak untuk pengerjaan jalan.
"Kita sudah antisipasi biar masalah ini tidak berulang seperti tahun sebelumnya dengan segera mengevaluasi termasuk meninjau ulang proyek-proyek yang sudah terkontrak," jelasnya.
Sebagai informasi, dalam proyek kontruksi nasional, pengerjaan jalan masih memiliki kandungan impor yang besar dari sisi penyediaan minyak aspal.
Tahun lalu, kondisi yang sama juga menjadi kekhawatiran kalangan usaha sektor konstruksi. Namun, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan evaluasi setiap tahun terhadap proyek-proyek terkontrak, terutama untuk proyek multiyears.
"Ini untuk mengantisipasi peninjauan harga kondisi harga di luar batas kewajaran (Kahar), karena kejadian-kejadian tertentu. Makanya, kami sudah mengantisipasi ini sejak tahun sebelumnya," tandas Djoko.
Alasannya, material untuk kedua konstruksi tersebut masih memanfaatkan bahan dan alat impor.
"Dampaknya ada tapi tidak sampai 10%. Depresiasi ini terutama dirasakan hanya untuk kontrak-kontrak dengan mata uang asing. Misalnya, pembangunan gedung dan jalan. Kita melakukan evaluasi dengan dampak-dampak tersebut, termasuk berkoordinasi dengan pemerintah," ujarnya, Jumat (26/12/2014).
Dia menjelaskan, pemerintah telah melakukan antisipasi dengan meninjau dan mengevaluasi kontrak-kontrak bagi kontraktor jalan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR), Djoko Murjanto mengatakan, pemerintah telah melakukan antisipasi terkait melemahnya rupiah dengan cara mengeveluasi kontrak-kontrak yang ada di lingkungan Kementerian PU-Pera.
Menurutnya, evaluasi tersebut lebih banyak pada kontrak-kontrak untuk pengerjaan jalan.
"Kita sudah antisipasi biar masalah ini tidak berulang seperti tahun sebelumnya dengan segera mengevaluasi termasuk meninjau ulang proyek-proyek yang sudah terkontrak," jelasnya.
Sebagai informasi, dalam proyek kontruksi nasional, pengerjaan jalan masih memiliki kandungan impor yang besar dari sisi penyediaan minyak aspal.
Tahun lalu, kondisi yang sama juga menjadi kekhawatiran kalangan usaha sektor konstruksi. Namun, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan evaluasi setiap tahun terhadap proyek-proyek terkontrak, terutama untuk proyek multiyears.
"Ini untuk mengantisipasi peninjauan harga kondisi harga di luar batas kewajaran (Kahar), karena kejadian-kejadian tertentu. Makanya, kami sudah mengantisipasi ini sejak tahun sebelumnya," tandas Djoko.
(dmd)