Neraca Perdagangan November Defisit
A
A
A
JAKARTA - Neraca perdagangan Indonesia pada November 2014 mengalami defisit USD0,42 miliar, setelah bulan sebelumnya surplus USD0,02 miliar.
Penurunan kinerja tersebut terutama disebabkan peningkatan defisit neraca perdagangan minyak dan gas bumi (migas) di saat surplus neraca perdagangan nonmigas mengalami penurunan.
“Defisit neraca perdagangan migas November 2014 tercatat USD1,36 miliar, lebih tinggi dibandingkan defisit bulan sebelumnya sebesar USD1,11 miliar. Akibat penurunan ekspor migas dari USD2,47 miliar menjadi USD2,11 miliar,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta Segara di Jakarta akhir pekan lalu.
Menurutnya, penurunan ekspor migas tersebut terutama disebabkan turunnya ekspor hasil migas di tengah tren penurunan harga minyak dan komoditas internasional. Ekspor hasil minyak tercatat turun 50,4% (mtm) menjadi USD0,2 miliar, sedangkan ekspor gas turun 15,1% (mtm) menjadi USD1,2 miliar. Penurunan kinerja neraca perdagangan tersebut juga dipengaruhi turunnya surplus neraca perdagangan nonmigas di tengah pelemahan permintaan global.
Sedangkan surplus neraca perdagangan nonmigas turun menjadi USD0,94 miliar diakibatkan ekspor nonmigas yang menurun dari USD12,9 miliar pada Oktober menjadi USD11,5 miliar pada November. “Penurunan ekspor nonmigas terutama terjadi pada ekspor lemak dan minyak hewan/ nabati, mesin/peralatan listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin/pesawat mekanik, serta kendaraan dan bagiannya,” tuturnya.
Menurut negara tujuan, penurunan ekspor nonmigas November 2014 terutama terjadi ke negara ASEAN, Uni Eropa, Jepang, Amerika Serikat, India, Australia, Korea Selatan, dan Taiwan. Namun, penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas tersebut tertahan oleh turunnya impor nonmigas. Impor nonmigas tercatat menurun dari USD11,7 miliar pada Oktober 2014 menjadi USD10,6 miliar pada November 2014.
Tirta mengungkap, penurunan itu terutama karena turunnya impor mesin dan peralatan mekanik, besi dan baja, plastik dan barang dari plastik, bahan kimia organik, kendaraan bermotor dan bagiannya, serealia, sisa industri makanan, dan kapas. BI memandang bahwa perkembangan neraca perdagangan sampai November 2014 ini masih sesuai arah perbaikan kinerja transaksi berjalan kuartal IV/2014 dan keseluruhan 2014.
“BI memperkirakan perbaikan kinerja neraca perdagangan ke depan akan didukung peningkatan aktivitas ekspor seiring perbaikan ekonomi global dan tren penurunan harga minyak dunia yang dapat mendorong berkurangnya tekanan pada defisit neraca migas,” papar Tirta. Dia menuturkan, BI akan terus mencermati risiko global dan domestik yang dapat memengaruhi prospek defisit transaksi berjalan dan ketahanan eksternal.
Sementara itu, Gubernur BI Agus DW Martowardojo menambahkan, tahun 2015 kemungkinan current account deficit (CAD) masih mengalami defisit agak besar, namun penggunaannya untuk hal yang produktif. “Kalau yang lalu impor BBM besar untuk sesuatu yang konsumtif. Sekarang untuk sesuatu yang lebih produktif misalnya untuk pembangunan infrastruktur pabrik,” ujar Agus.
Sementara itu, lanjut Agus, terkait inflasi yang tinggi, BI juga mewaspadai neraca perdagangan yang mengalami defisit. “BI menyambut baik kebijakankebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang intinya bukan hanya kebijakan jangka pendek, tapi juga kebijakan untuk menangani tantangan yang sifatnya struktural,” katanya.
Agus meyakini transaksi berjalan di 2014 menunjukkan kondisi ke arah yang lebih baik menuju di bawah 3%. Namun, tahun ini harus diupayakan untuk terus ada di level berkesinambungan yaitu ada di kisaran minus 2,5-3%. Kepala BPS Suryamin mengungkapkan, pola pada November umumnya terjadi kenaikan impor karena persiapan menghadapi liburan Natal dan Tahun Baru.
Namun, hal itu tidak terjadi pada November 2014, yaitu baik ekspor maupun impor sama-sama menurun. “Mungkin karena faktor transisi pemerintahan, sehingga pengusaha juga cenderung menunggu,” sebutnya. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo menambahkan, dengan kondisi politis yang sudah lebih jelas diharapkan perdagangan pada Desember 2014 lebih seimbang antara ekspor dan impor.
“Kalau kondisi Desember seimbang, defisit perdagangan 2014 diperkirakan sekitar USD2 miliar,” sebutnya. Untuk 2015 impor berpotensi naik, terutama jika dikaitkan dengan kebutuhan material konstruksi untuk menjalankan program pemerintah dalam membangun infrastruktur. Misalnya material besi dan baja, termasuk penyediaan alat angkut kapal.
“Kita lihat nanti apakah pembangunan infrastruktur dan alat angkut akan banyak menggunakan produksi dalam negeri atau impor? Ini penting untuk melihat neraca perdagangan kita,” ujarnya. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani berpendapat, impor yang terkait infrastruktur dan barang modal tidak perlu dipermasalahkan karena hal itu ditujukan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing.
Di sisi lain, dia sepakat pentingnya mendorong ekspor. Untuk itu, dia berharap setiap kebijakan dari pemerintah pusat maupundaerahbisamendukung industri dalam negeri yang nantinya menghasilkan produk-produk unggulan yang bisa diekspor.
Kunthi fahmar sandy / Inda susanti
Penurunan kinerja tersebut terutama disebabkan peningkatan defisit neraca perdagangan minyak dan gas bumi (migas) di saat surplus neraca perdagangan nonmigas mengalami penurunan.
“Defisit neraca perdagangan migas November 2014 tercatat USD1,36 miliar, lebih tinggi dibandingkan defisit bulan sebelumnya sebesar USD1,11 miliar. Akibat penurunan ekspor migas dari USD2,47 miliar menjadi USD2,11 miliar,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta Segara di Jakarta akhir pekan lalu.
Menurutnya, penurunan ekspor migas tersebut terutama disebabkan turunnya ekspor hasil migas di tengah tren penurunan harga minyak dan komoditas internasional. Ekspor hasil minyak tercatat turun 50,4% (mtm) menjadi USD0,2 miliar, sedangkan ekspor gas turun 15,1% (mtm) menjadi USD1,2 miliar. Penurunan kinerja neraca perdagangan tersebut juga dipengaruhi turunnya surplus neraca perdagangan nonmigas di tengah pelemahan permintaan global.
Sedangkan surplus neraca perdagangan nonmigas turun menjadi USD0,94 miliar diakibatkan ekspor nonmigas yang menurun dari USD12,9 miliar pada Oktober menjadi USD11,5 miliar pada November. “Penurunan ekspor nonmigas terutama terjadi pada ekspor lemak dan minyak hewan/ nabati, mesin/peralatan listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin/pesawat mekanik, serta kendaraan dan bagiannya,” tuturnya.
Menurut negara tujuan, penurunan ekspor nonmigas November 2014 terutama terjadi ke negara ASEAN, Uni Eropa, Jepang, Amerika Serikat, India, Australia, Korea Selatan, dan Taiwan. Namun, penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas tersebut tertahan oleh turunnya impor nonmigas. Impor nonmigas tercatat menurun dari USD11,7 miliar pada Oktober 2014 menjadi USD10,6 miliar pada November 2014.
Tirta mengungkap, penurunan itu terutama karena turunnya impor mesin dan peralatan mekanik, besi dan baja, plastik dan barang dari plastik, bahan kimia organik, kendaraan bermotor dan bagiannya, serealia, sisa industri makanan, dan kapas. BI memandang bahwa perkembangan neraca perdagangan sampai November 2014 ini masih sesuai arah perbaikan kinerja transaksi berjalan kuartal IV/2014 dan keseluruhan 2014.
“BI memperkirakan perbaikan kinerja neraca perdagangan ke depan akan didukung peningkatan aktivitas ekspor seiring perbaikan ekonomi global dan tren penurunan harga minyak dunia yang dapat mendorong berkurangnya tekanan pada defisit neraca migas,” papar Tirta. Dia menuturkan, BI akan terus mencermati risiko global dan domestik yang dapat memengaruhi prospek defisit transaksi berjalan dan ketahanan eksternal.
Sementara itu, Gubernur BI Agus DW Martowardojo menambahkan, tahun 2015 kemungkinan current account deficit (CAD) masih mengalami defisit agak besar, namun penggunaannya untuk hal yang produktif. “Kalau yang lalu impor BBM besar untuk sesuatu yang konsumtif. Sekarang untuk sesuatu yang lebih produktif misalnya untuk pembangunan infrastruktur pabrik,” ujar Agus.
Sementara itu, lanjut Agus, terkait inflasi yang tinggi, BI juga mewaspadai neraca perdagangan yang mengalami defisit. “BI menyambut baik kebijakankebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang intinya bukan hanya kebijakan jangka pendek, tapi juga kebijakan untuk menangani tantangan yang sifatnya struktural,” katanya.
Agus meyakini transaksi berjalan di 2014 menunjukkan kondisi ke arah yang lebih baik menuju di bawah 3%. Namun, tahun ini harus diupayakan untuk terus ada di level berkesinambungan yaitu ada di kisaran minus 2,5-3%. Kepala BPS Suryamin mengungkapkan, pola pada November umumnya terjadi kenaikan impor karena persiapan menghadapi liburan Natal dan Tahun Baru.
Namun, hal itu tidak terjadi pada November 2014, yaitu baik ekspor maupun impor sama-sama menurun. “Mungkin karena faktor transisi pemerintahan, sehingga pengusaha juga cenderung menunggu,” sebutnya. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo menambahkan, dengan kondisi politis yang sudah lebih jelas diharapkan perdagangan pada Desember 2014 lebih seimbang antara ekspor dan impor.
“Kalau kondisi Desember seimbang, defisit perdagangan 2014 diperkirakan sekitar USD2 miliar,” sebutnya. Untuk 2015 impor berpotensi naik, terutama jika dikaitkan dengan kebutuhan material konstruksi untuk menjalankan program pemerintah dalam membangun infrastruktur. Misalnya material besi dan baja, termasuk penyediaan alat angkut kapal.
“Kita lihat nanti apakah pembangunan infrastruktur dan alat angkut akan banyak menggunakan produksi dalam negeri atau impor? Ini penting untuk melihat neraca perdagangan kita,” ujarnya. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani berpendapat, impor yang terkait infrastruktur dan barang modal tidak perlu dipermasalahkan karena hal itu ditujukan untuk meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing.
Di sisi lain, dia sepakat pentingnya mendorong ekspor. Untuk itu, dia berharap setiap kebijakan dari pemerintah pusat maupundaerahbisamendukung industri dalam negeri yang nantinya menghasilkan produk-produk unggulan yang bisa diekspor.
Kunthi fahmar sandy / Inda susanti
(ars)